Hamas Komitmen dengan Tuntutannya terkait Gencatan Senjata di Gaza
Gerakan perlawanan Islam Palestina (Hamas) menekankan tuntutan dan rencana gerakan ini terkait penerapan gencatan senjata di Jalur Gaza.
Osama Hamdan, salah satu petinggi Hamas mengatakan, Hamas selama perundingan gencatan senjata menuntut dihentikannya perang, pemulangan pengungsi, penyelamatan dan dimulainya rekonstruksi Jalur Gaza.
"Draf usulan terbaru Hamas untuk gencatan senjata sepenuhnya realistis dan musuh tidak dapat menolaknya," papar Hamdan.
Dalam draf tersebut kami memaparkan dengan detail isu-isu yang berkaitan dengan masalah tawanan dan penarikan pasukan penjajah dari Gaza.
Seraya menjelaskan bahwa Hamas masih menunggu jawaban Israel dan Amerika sebagai pendukung rezim ini di perang Gaza, Hamdan mengatakan, kami menyaksikan kontradiksi dan friksi di dalam kabinet rezim Zionis.
Anggota senior Hamas ini juga mengatakan, dalam berbagai kontak dengan mediator, kami menekankan pencegahan berlanjutnya perang dan agresi ke Jalur Gaza.
Perundingan gencatan senjata untuk Gaza diadakan di Kairo dengan mediasi Mesir dan Qatar dalam beberapa hari terakhir, namun perundingan tersebut tidak mencapai kesimpulan karena adanya gangguan dari rezim Zionis dan Amerika Serikat.
Rencana dan tuntutan kelompok perlawanan Palestina untuk melakukan gencatan senjata cukup jelas, yang terpenting adalah menghentikan serangan militer tentara rezim Zionis dan menarik diri dari Gaza. Para pejabat Hamas menekankan bahwa pertukaran tahanan hanya akan mungkin terjadi jika agresi militer terhadap Gaza dihentikan secara menyeluruh.
Mahmoud Mardawi, salah setu pemimpin Hamas sebelumnya menegaskan, ada lima syarat utama untuk mencapai kesepakatan dengan Israel.
Ia menambahkan, lima syarat utama tersebut mencakup gencatan senjata, penarikan diri dari Gaza, pemulangan pengungsi, pencabutan blokade, pengirman bantuan kemanusiaan kepada warga dan pertukaran tawanan dengan terhormat.
Isu pemulangan pengungsi juga menjadi masalah utama yang ditekankan Hamas untuk pelaksanan kesepakatan, di mana berdasarkan hal tersebut, seluruh pembatasan pemulangan pengungsi di Gaza harus dicabut.
Pertukaran tawanan terjadwal dalam beberapa babak, termasuk tuntutan Hamas dalam perundingan gencatan senjata.
Perkembangan di Gaza dalam beberapa bulan terakhir dan setelah dimulainya operasi Badai al-Aqsa, mulai 7 Oktober 2023, sekali lagi mengungkap ketidakpatuhan rezim Zionis terhadap resolusi PBB.
Tentara Zionis meningkatkan serangannya terhadap warga Palestina yang tidak berdaya dan rumah sakit, sekolah dan infrastruktur ekonomi juga menjadi sasaran serangan ini.
Namun dalam situasi ini, kelompok perlawanan Palestina mampu mencapai keberhasilan yang signifikan dengan bangkit dan memaksa Zionis mundur.
Dengan berlanjutnya kekalahan dan kegagalan tentara rezim Zionis serta ketidakpuasan di wilayah pendudukan akibat berlanjutnya perang, Perdana Menteri rezim ini, Benjamin Netanyahu, akhirnya bersedia masuk dalam perundingan gencatan senjata.
Berdasarkan kondisi kawasan dan perkembangan di Gaza, dengan dukungan Amerika Serikat, Zionis berusaha menyalahgunakan perundingan gencatan senjata, namun kelompok Palestina sadar akan kondisi tersebut dan mengejar tujuan mereka, serta syarat utama bagi gencatan senjata adalah pemenuhan tuntutan sah rakyat Palestina dan Gaza.
Dalam beberapa tahun terakhir, rezim Zionis tidak mematuhi resolusi dan perjanjian PBB apa pun, dan catatan tersebut menyebabkan Hamas dan kelompok militan Palestina lainnya menetapkan tujuan mereka untuk menerapkan gencatan senjata dan meminta jaminan dari pihak seberang untuk implementasinya.
Penipuan pejabat Amerika dan pelaksanaan konspirasi perampasan tanah Palestina menjadi salah satu isu yang membuat Hamas secara serius menekankan penarikan pasukan Zionis pendudukan dari Gaza dan penghentian serangan terhadap masyarakat wilayah ini dalam perundingan gencatan senjata. (MF)