Pembangkangan di Tengah Militer Israel, Dampak Perang Gaza
(last modified Fri, 16 May 2025 09:12:16 GMT )
May 16, 2025 16:12 Asia/Jakarta
  • Pembangkangan di Tengah Militer Israel, Dampak Perang Gaza

Pars Today – Seiring meningkatnya eskalasi perang Gaza, dan pemanggilan puluhan ribu pasukan cadangan, Angkatan Bersenjata Rezim Zionis, sekarang menghadapi krisis motivasi, pembangkangan dan desersi.

Sejumlah laporan menyebutkan peningkatan ketidakpuasan, munculnya masalah psikologis, dan pembangkangan pasukan Israel, yang dianggap sebagai ancaman serius bagi kinerja mereka.
 
 
Penurunan Tajam Motivasi untuk Melanjutkan Tugas
 
Berdasarkan jajak pendapat di departemen sumber daya manusia Angkatan Bersenjata Rezim Zionis, hanya 42 persen perwira militer Israel yang punya motivasi melanjutkan tugas, padahal sebelum perang pecah, jumlahnya mencapai 49 persen.
 
Sementara itu, surat kabar Rezim Zionis, Yedioth Ahronoth, mengabarkan peningkatan jumlah perwira militer yang lari dari tugas kemiliteran, dan peningkatan kasus bunuh diri.
 
 
Pembangkangan Luas Pasukan Cadangan
 
Pelanggaran gencatan senjata oleh Israel, dan dimulainya kembali perang, menyebabkan banyak personel pasukan cadangan Rezim Zionis yang membangkang dan melawan perintah komandan mereka.
 
Sumber media Zionis melaporkan sejumlah banyak tentara kepada komandan-komandan mereka mengatakan tidak bersedia melaksanakan tugas jika diperintah perang kembali. Bahkan dalam satu kasus, dari 30 orang personel Brigade Nahal, hanya enam orang yang bersedia dikirim ke Jalur Gaza.
 
 
Protes di Tubuh Militer dan Respons Netanyahu
 
Protes juga marak terjadi di Dinas Intelijen Israel, Mossad. Sekitar 250 pegawai Mossad termasuk tiga mantan komandan dinas ini, dalam sebuah petisi menuntut penghentian pearng dan pemulangan tawanan Israel.
 
Perdana Menteri Rezim Zionis Benjamin Netanyahu, menyebut protes-protes tersebut sebagai rumput pengganggu atau gulma, dan mengancam akan memecat mereka.
 
 
Gangguan Psikologis dan Dampak Jangka Panjang Perang
 
Perang Gaza telah meningkatkan depresi dan stres di antara pasukan Rezim Zionis. Surat kabar Rezim Zionis mengabarkan ribuan tentara rezim ini menjalani proses pengobatan gangguan psikologis.
 
Kondisi ini diperburuk dengan tekanan internasional yang mempertanyakan kemampuan Israel dalam melanjutkan perang, dan para analis Zionis berbicara soal kekalahan strategis rezim ini.
 
Secara umum, penurunan semangat, pembangkangan, dan krisis psikologis di tubuh Militer Israel, ditambah demonstrasi di dalam rezim, telah menciptakan tantangan-tantangan luar biasa bagi Tel Aviv.
 
Berlanjutnya perang di Jalur Gaza, bukan hanya tidak berhasil mewujudkan tujuan-tujuan militer Israel, bahkan telah melemahkan struktur rezim tersebut.
 
Israel sejak Oktober 2023 memulai perang terhadap Jalur Gaza, dengan dua tujuan, memusnahkan Hamas, dan memulangkan para tawanan Israel, tapi tak satu pun tujuan itu berhasil diraih, dan terpaksa menyepakati gencatan senjata dengan Hamas untuk menukar tawanan.
 
Pada tanggal 19 Januari 2025, berdasarkan kesepakatan yang dicapai Hamas dan Israel, diberlakukan gencatan senjata di Jalur Gaza, dan sejumlah tawanan ditukar.
 
Akan tetapi dalam kelanjutannya, Rezim Zionis, menolak melakukan perundingan tahap kedua gencatan senjata, dan mulai hari Selasa (18/3) memulai kembali serangan militer ke Gaza, dengan melanggar isi kesepakatan gencatan senjata. (HS)