Apakah Terbuka Kemungkinan Turki dan Israel Perang?
Sep 18, 2025 21:10 Asia/Jakarta
-
Erdogan dan Netanyahu
Pars Today – Serangan Rezim Zionis ke Qatar, telah memperburuk ketegangan antara Turki dan Israel, dan membuka kemungkinan konfrontasi langsung antara Ankara dan Tel Aviv.
Para analis Rezim Zionis mengklaim sejak operasi Badai Al Aqsa, pada 7 Oktober 2023, Israel, telah mengubah doktrin keamanan nasionalnya, dan dengan seluruh ancaman potensialnya, ia berubah menjadi ancaman-ancaman segera.
Israel, dalam waktu dua tahun setelah 7 Oktober 2023, dengan melancarkan sejumlah banyak serangan tanpa henti ke negara-negara sekitarnya, telah menunjukkan model dari perilaku agresif.
Sampai sekarang Israel telah menyerang enam negara Timur Tengah yaitu Palestina (Gaza), Lebanon, Suriah, Yaman, Iran, dan kemudian Qatar, selama dua tahun perang Gaza. Kenyataannya, Israel telah membunyikan gendering bahaya bagi negara-negara seperti Turki dan Pakistan.
Selain itu serangan verbal para pejabat tinggi Israel dan Turki, mengalami peningkatan. PM Rezim Zionis Benjamin Netanyahu, mengatakan, “Kami ada di sini (Al Quds). Ini kota kami. Tuan Erdogan, ini bukan kota Anda. Ini kota kami. Selamanya akan tetap kota kami. Tidak akan terbagi lagi.”
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, menjawab statemen Netanyahu yang mengklaim bahwa Al Quds selamanya milik Israel, dengan mengatakan, “Kami tidak akan pernah membiarkan kota Al Quds tercemar oleh tangan-tangan yang tidak halal. Dari sisi geopolitik, Netanyahu seperti salah satu famili Hitler.”
Serangan terbaru Israel ke Doha, menunjukkan perluasan cakupan agresi Israel, ke negara-negara baru yang sebelumnya tidak pernah diserang secara langsung. Aksi ini merupakan pelanggaran tegas hukum internasional, dan telah memicu kekhawatiran serius di kawasan Asia Barat.
Israel, dengan menyerang para pejabat tinggi Hamas di Qatar, memberikan sebuah pesan kepada Turki yaitu benteng terakhir Hamas di Turki, dapat menjadi target serangan Israel berikutnya.
Menurut keyakinan banyak analisa kebijakan luar negeri, keanggotaan Turki di NATO, tidak akan menjadi penghalang serangan Israel. Serangan Israel, bisa diklaim sebagai bela diri dari sebuah negara pendukung terorisme, dan respons kolektif NATO berdasarkan Pasal 5 tidak bisa dijalankan secara otomatis.
Analisa media-media Zionis khususnya surat kabar Haaretz, menunjukkan bahwa Turki karena mendukung Hamas dan memperkuat kehadiran militer di Suriah, berpeluang untuk menjadi target serangan Israel berikutnya.
Kemungkinan ini semakin diperkuat dengan memperhatikan persaingan yang terus meningkat kedua pihak di Suriah, dan statemen-statemen permusuhan keduanya termasuk mengakui secara resmi genosida rakyat Armenia, oleh Netanyahu.
Turki sebagai anggota NATO, dengan memperkuat infrastruktur militernya termasuk mengelola pertahanan dan memproduksi persenjataan, bersiap untuk menghadapi ancaman-ancaman Israel.
Serangan terbaru Israel, ke peralatan radar Turki di Suriah, telah menyebabkan terbunuhnya sejumlah tentara Turki, dan keinginan Ankara untuk mendukung kelompok-kelompok lokal Suriah, dalam melawan Israel, menjadi bukti nyata konfrontasi ini.
Mediasi Republik Azerbaijan, pada April 2025 untuk mencegah pertempuran tak disengaja antara Turki dan Israel, hanyalah sebuah solusi sementara, dan tidak mampu mencerabut akar-akar ketegangan. Di sisi lain, kerja sama Turki dan Qatar yang terus meningkat di Suriah, terutama setelah tumbangnya Bashar Assad, telah menambah kekhawatiran Israel.
Dari sisi militer, Israel unggul karena dilengkapi dengan teknologi canggih dan angkatan udara serta arsenal nuklir, tapi Militer Turki, sebagai salah satu pasukan NATO terbesar, punya kemampuan untuk menciptakan ancaman-ancaman serius bagi Israel. Upaya Israel, untuk mencegah penjualan pesawat-pesawat tempur F-35 ke Turki, membuktikan kekhawatiran Tel Aviv, atas semakin kuatnya militer Ankara.
Baru-baru ini Turki, telah meningkatkan investasinya di sektor kemampuan rudal dan sistem pertahanan udara, dan awal tahun 2025, telah memamerkan sistem-sistem rudal balistik dan jelajah baru. Erdogan juga telah meresmikan sebuah pusat riset senilai 1,5 miliar dolar untuk perusahaan kontraktor pertahanan Aselsan, yang mengembangkan radar, perang elektronik, dan sistem-sistem pertahanan udara dengan nama Kuba Besi.
Meliputi SIPER yaitu sistem pertahanan rudal jarak menengah hingga jauh, permukaan ke udara, yang mampu menghantam target berjarak 150 kilometer. Tapi Armada jet tempur F-16 Turki yang merupakan tulang punggung Angkatan Udara negara ini sudah usang, dan negosiasi dengan AS untuk membeli jet tempur F-35, terhenti.
Masalah ini memaksa Turki untuk mengembangkan platform dalam negeri seperti jet tempur generasi kelima Kaan yang rencananya pada tahun 2023 akan mulai diproduksi, dan jet tanpa awak Kizilelma yang punya kemampuan anti-radar.
Para analis Turki meyakini bahwa segala bentuk pelanggaran zona udara Turki oleh Israel, akan mendapat reaksi keras dan langsung dari Ankara. Meski terus diancam berulangkali oleh para pejabat Israel, tapi Turki tetap melanjutkan perdagangan laut dengan Israel.
Walaupun hubungan ekonomi dan perdagangan Turki dan Israel terus berlanjut, namun Netanyahu sama sekali tidak ragu untuk menyerang Turki, dengan dalih menyingkirkan para pejabat dan petinggi Hamas di negara itu.
Khususnya bahwa Presiden AS Donald Trump, secara praktis sudah memberikan lampu hijau terhadap seluruh aksi luar biasa Rezim Zionis dalam menyerang negara-negara kawasan Asia Barat. (HS)
Tags