Krisis Kabinet Perang: Akankah Ben-Gvir Meruntuhkan Kabinet Netanyahu?
https://parstoday.ir/id/news/west_asia-i178040-krisis_kabinet_perang_akankah_ben_gvir_meruntuhkan_kabinet_netanyahu
Pars Today - Menyusul pengumuman gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan, Menteri Keamanan Dalam Negeri Rezim Zionis Israel Itamar Ben-Gvir menyatakan penolakan tegasnya terhadap perjanjian itu dengan mengancam akan membubarkan kabinet.
(last modified 2025-10-11T03:24:01+00:00 )
Okt 11, 2025 10:21 Asia/Jakarta
  • Itamar Ben-Gvir
    Itamar Ben-Gvir

Pars Today - Menyusul pengumuman gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan, Menteri Keamanan Dalam Negeri Rezim Zionis Israel Itamar Ben-Gvir menyatakan penolakan tegasnya terhadap perjanjian itu dengan mengancam akan membubarkan kabinet.

Menteri Keamanan Dalam Negeri Rezim Israel, Itamar Ben-Gvir, mengumumkan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berjanji untuk membubarkan Hamas, tetapi jika hal ini tidak terjadi, ia dan para menteri lainnya akan membubarkan kabinet Netanyahu.

Tampaknya, krisis tersembunyi dalam kabinet perang Israel, pasca-ratifikasi gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan, akhirnya mencapai titik didihnya dengan pengumuman publik tentang ancaman langsung Itamar Ben-Gvir untuk menghancurkan koalisi pemerintah.

Dengan ultimatum yang jelas, Ben-Gvir menyatakan bahwa pembubaran total dan nyata gerakan Hamas di Gaza merupakan syarat bagi kelangsungan kabinet Benjamin Netanyahu, dan menekankan bahwa jika tidak, partai Jewish Power akan menarik diri dari koalisi.

Ancaman ini bukan hanya telah menempatkan Netanyahu, tetapi juga seluruh struktur politik Israel pada gempa politik yang akan segera terjadi, terutama karena penolakannya dan Bezalel Smotrich terhadap perjanjian yang sama telah mengungkap kedalaman perpecahan ideologis di dalam rezim ini, bahkan lebih dari sebelumnya.

Smotrich telah menyatakan bahwa Israel harus menghancurkan wilayah tersebut sepenuhnya setelah membebaskan para tahanan Zionis dari Gaza.

Ketegangan yang semakin meningkat ini bukan sekadar perselisihan taktis mengenai detail perjanjian, melainkan simbol kontradiksi mendasar antara tujuan ideologis ekstrem sayap kanan Israel dan realitas lapangan serta politik yang dihadapi Netanyahu.

Kabinet, yang awalnya dibangun di atas fondasi koalisi etnis dan agama yang rapuh, kini menghadapi dilema kritis: menyerah pada tuntutan mustahil dari faksi ekstremis dan memperpanjang perang dengan meningkatnya risiko keamanan dan internasional, atau menerima perjanjian yang akan mengakhiri narasi "kemenangan mutlak" dan membahayakan basis dukungan Netanyahu dari mitra-mitra utamanya. Konflik internal ini mencerminkan kontradiksi inheren dalam watak rezim Zionis, di mana kebutuhan Netanyahu untuk bertahan secara politik dan mempertahankan koalisi selalu bertolak belakang dengan tekanan dari faksi-faksi yang berseberangan.

Sayap kanan ekstremis, di mana Ben-Gvir merupakan salah satu anggotanya yang berpengaruh, tidak hanya menyalahkan Netanyahu tetapi juga seluruh doktrin militer dan politik Israel, yang didasarkan pada kelanjutan pendudukan dan penghancuran fondasi perlawanan, dan secara efektif menuntut kelanjutan perang atrisi yang sejauh ini tidak menghasilkan apa-apa selain kehancuran dan isolasi internasional.

Sebenarnya, ancaman Ben-Gvir merupakan permainan kekuasaan dua arah; di satu sisi, ia mencoba memaksa Netanyahu untuk mengambil sikap yang lebih tegas terhadap Hamas demi mempertahankan basis suaranya, dan di sisi lain, dengan menciptakan krisis ini, ia bermaksud menempatkan Netanyahu dalam posisi strategis yang pada akhirnya akan melemahkan posisinya dan membuka jalan bagi penggantinya oleh tokoh yang lebih condong ke sayap kanan. Dualitas dalam pengambilan keputusan ini merupakan inti dari disintegrasi internal Israel.

Kabinet Netanyahu secara efektif terbagi menjadi dua bagian: satu yang secara implisit memahami bahwa tidak ada cara lain selain menegosiasikan pengembalian para tahanan, dan yang lain, yang dipimpin oleh Ben-Gvir dan Smotrich, memandang setiap kemunduran dari tujuan yang telah dicanangkan sebagai pengkhianatan terhadap cita-cita ideologisnya dan bersedia mendorong Israel menuju pemilihan umum dini dan ketidakstabilan lebih lanjut demi mempertahankan cita-cita tersebut.

Tujuan akhir "pembubaran Hamas secara menyeluruh" yang ditegaskan Ben-Gvir bukanlah tujuan taktis, melainkan keharusan ideologis yang, meskipun secara praktis mustahil untuk diimplementasikan, merupakan kartu truf yang kini telah diletakkan Ben-Gvir di atas meja.

Perpecahan internal ini tidak hanya menunjukkan kerapuhan kabinet Israel, tetapi juga menegaskan kegagalan operasi militer skala besar di Gaza. Meskipun Netanyahu berusaha mempertahankan citra koalisi untuk menyenangkan Washington dan mencegah keruntuhan kabinet, kelompok-kelompok ekstremis seperti Jewish Power tahu bahwa gencatan senjata yang langgeng akan mengakhiri pembenaran mereka untuk berada dalam koalisi.

Lebih lanjut, situasi ini menunjukkan bahwa bahkan di dalam tubuh militer dan keamanan Israel, tidak terdapat konsensus mengenai strategi masa depan. Persetujuan gencatan senjata oleh mayoritas kabinet sementara para menteri kunci memberikan suara menentangnya merupakan kegagalan bersejarah dalam manajemen krisis dan konsensus nasional di Israel, yang konsekuensinya akan meluas melampaui Gaza dan mendorong legitimasi domestik Netanyahu ke ambang kehancuran. Berlanjutnya situasi ini telah menempatkan rezim Zionis dalam siklus ekstremisme dan isolasi politik.

Ancaman Itamar Ben-Gvir untuk menggulingkan kabinet Netanyahu bukan sekadar manuver politik untuk meraih lebih banyak poin. Runtuhnya koalisi ini bukanlah kekalahan bagi Netanyahu, melainkan reaksi yang tak terelakkan terhadap kontradiksi inheren dari pemerintahan ekstremis yang membutuhkan kelanjutan krisis demi kelangsungan hidupnya.

Perpecahan yang telah tercipta saat ini di dalam kabinet akan segera berubah menjadi jurang yang dalam yang akan menelan seluruh struktur politik Tel Aviv, kali ini mengarah pada keruntuhan dari dalam.(sl)