Kekalahan Telak Saudi di Dalam Negeri dan Kawasan
Baru-baru ini media ramai memberitakan kegagalan kebijakan dalam negeri dan regional Arab Saudi. Transformasi tersebut mengindikasikan bahwa aksi-aksi kekerasan rezim Al Saud hanya menghasilkan protes dalam negeri dan semakin kuatnya masyarakat kawasan menahan intervensi luas Riyadh.
Menyusul semakin tingginya eskalasi kekerasan yang dilakukan rezim Al Saud, aktivis-aktivis sosial Saudi, hari Rabu (10/5) mengumumkan, akibat serangan aparat keamanan Saudi ke kota Al Awamiyah, kota kelahiran Syeikh Nimr Baqir Al Nimr, ulama terkemuka Saudi di wilayah Qatif, Provinsi Al Sharqiyah, Timur negara itu, seorang tewas dan 16 lainnya terluka.
Syeikh Nimr dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Saudi pada 15 Oktober 2015 lalu atas tuduhan tidak berdasar melawan keamanan nasional dan melancarkan perang. Pada Januari 2016 Syeikh Nimr dieksekusi mati. Hukuman tidak adil itu memicu gelombang protes kelompok-kelompok pembela hak asasi manusia internasional terhadap pemerintah Riyadh dan demonstrasi luas rakyat negara itu.
Tidak cukup melakukan aksi keji itu, pemerintah Saudi berencana meratakan wilayah pemukiman warga Muslim Syiah, Al Masura dengan dalih rekonstruksi desa itu, yang pada kenyataannya adalah upaya menghapus dan menghilangkan jejak-jejak Syiah di Timur Saudi secara total.
Desa Al Masura selama beberapa bulan terakhir berubah menjadi benteng perlawanan warga Muslim Syiah di Timur Saudi. Perkembangan internal Saudi menunjukkan bahwa aksi penumpasan unjuk rasa warga oleh rezim Al Saud yang terus meningkat dilakukan untuk menyebarluaskan ketakutan di tengah mereka agar tidak melakukan demonstrasi. Namun yang terjadi malah sebaliknya, aksi-aksi unjuk rasa warga justru semakin luas.
Kebijakan-kebijakan dalam negeri rezim Al Saud yang menginjak-injak hak politik dan sosial rakyat negara itu, juga kebijakan luar negerinya yang berlandaskan kepatuhan pada kepentingan asing di kawasan dan kedekatan dengan Barat terutama Amerika Serikat yang menguasai perekonomian, politik dan militernya, menjadikan Saudi sebagai alat Barat di kawasan untuk meraih tujuan-tujuannya. Realitas ini membuat rakyat Saudi semakin membenci pemerintahnya.
Kegagalan pemerintah Al Saud mengatasi gelombang demonstrasi rakyatnya, juga berpengaruh pada intervensinya di Yaman. Serangan-serangan rudal mematikan militer dan pasukan rakyat Yaman terhadap pasukan bayaran Saudi semakin memperjelas kekalahan Saudi dalam perang tersebut.
Sehubungan dengan hal ini, staf media perang Yaman dalam salah satu laporannya mengumumkan, sejak awal Januari hingga April 2017, lebih dari 700 kendaraan militer, pesawat, helikopter dan tank Saudi berhasil diledakkan pasukan Yaman.
Rakyat Yaman selama dua tahun berdiri melawan serangan-serangan jet tempur Saudi, dengan melancarkan serangan balasan kepada pasukan Saudi di dalam wilayah Saudi sendiri ataupun kepada pasukan bayaran negara itu di dalam wilayah Yaman.
Koalisi Saudi dengan seluruh fasilitas militer yang dimilikinya dan dukungan penuh Amerika, nyaris menelan kekalahan total di Yaman. Saudi sejak 26 Maret 2015 melancarkan perang terhadap Yaman. Awalnya Riyadh berharap bisa menyelesaikan perang itu dalam waktu cepat dengan kekalahan Ansarullah dan kembali berkuasanya Abd Rabbuh Mansour Hadi, Presiden terguling Yaman.
Akan tetapi perang Yaman tidak selesai sesuai waktu yang diinginkan Saudi dan saat ini sudah berlangsung selama dua tahun dan telah berubah menjadi sebuah "perang atrisi". Secara umum perkembangan kawasan menunjukkan kegagalan rezim Al Saud baik di dalam negeri maupun di kawasan. Kegagalan itu menjadi bukti bahwa sekarang adalah akhir dari hidup rezim Al Saud dan kenyataan ini menjadi mimpi buruk bagi penguasa Saudi. (HS)