Konferensi Brussel, Bahas Krisis Suriah tanpa Suriah
(last modified Thu, 26 Apr 2018 11:55:02 GMT )
Apr 26, 2018 18:55 Asia/Jakarta
  • Konferensi Suriah
    Konferensi Suriah

Konferensi kedua mengenai krisis Suriah yang digelar di Brussel berakhir hari Rabu (25/4) dengan pernyataan sikap AS menolak mengucurkan bantuan finansial untuk membantu pengungsi Suriah. Selain itu, ketidakhadiran perwakilan dari pemerintah Suriah membuat kredibilitas konferensi yang membahas masalah Suriah dipertanyakan. Uni Eropa dan PBB memimpin konferensi "Mendukung Masa Depan Suriah dan Kawasan" yang berlangsung selama dua hari tersebut.

Konferensi mengenai krisis Suriah yang dihadiri perwakilan dari 57 negara, 10 organisasi regional dan 19 organisasi internasional ini berupaya mengumpulkan bantuan finansial senilai 4,4 miliar dolar untuk tahun 2018 demi membantu orang-orang Suriah yang mengungsi di negaranya sendiri dan negara tetangga. Tapi jumlah tersebut tidak tercapai dari angka yang ditargetkan, karena AS tidak bersedia mengucurkan bantuan finansialnya.

Konferensi Brussel juga menjadi jalan untuk menarik dukungan politik dalam perundingan damai Jenewa tanpa kehadiran perwakilan dari pemerintah Suriah. Ketua Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Federica Mogherini menyampaikan pentingnya penyelesaian politik krisis Suriah. Mogherini mengatakan bahwa perang di negara ini hanya bisa diselesaikan melalui perundingan politik yang signifikan antarpihak-pihak yang bertikai di Suriah di bawah pengawasan PBB, dan kunci perundingan harus kembali dibuka.

Ironisnya, upaya Uni Eropa dan PBB untuk menarik dukungan internasional terhadap perundingan Jenewa berlangsung di saat pemerintah Suriah tidak diundang dalam pertemuan tersebut. Tentu saja, ketidakhadiran pejabat tinggi Suriah dalam pertemuan ini menimbulkan pertanyaan besar di benak masyarakat dunia.

PBB

 

Misalnya, Rusia menilai tidak diundangnya perwakilan pemerintah Suriah dalam pertemuan ini sebagai titik kelemahan konferensi Brusssel. Vladimir Chizhoz, wakil Rusia dalam pertemuan ini mengatakan, "Kita membahas mengenai sesuatu yang dibutuhkan oleh rakyat Suriah. Oleh karena itu, pertemuan ini harus menghadirkan pihak yang memang mewakili rakyat Suriah,".

Statemen Mogherini mengenai penyelesaian krisis Suriah melalui jalur politik mengemuka di saat AS, Inggris dan Perancis belum lama ini melancarkan serangan udara ke Suriah dengan dalih tudingan terjadi serangan senjata kimia di Douma oleh pihak pemerintah Suriah, yang tidak didukung argumentasi yang memadai.

Lebih dari itu, sejumlah negara yang hadir dalam konferensi ini seperti: AS, Arab Saudi, Turki, Perancis dan Inggris membentuk koalisi sejak 2011 untuk menumbangkan Bashar Assad. Mereka selama ini mendukung kelompok-kelompok teroris yang beroperasi di Suriah. Tujuan lebih luas dari aksi tersebut untuk memukul gerakan perlawanan di kawasan. Ambisi mereka menghancurkan Suriah demi melumpuhkan gerakan perlawanan seperti Hizbullah di Lebanon, dan gerakan perlawanan lainnya di Irak, sekaligus mengucilkan Iran di arena regional dan internasional.

Tapi upaya mereka selama beberapa tahun di Suriah membentur dinding. Bahkan kelompok-kelompok teroris yang selama ini mereka dukung berhasil dibersihkan dari sebagian besar wilayah Suriah, termasuk Ghouta Timur. Menyikapi kekalahan antek-ateknya di Suriah, negara-negara Barat melancarkan serangan udara ke Suriah. Lalu kemudian, mereka mengklaim dirinya sebagai pengusung bendera perdamaian dalam konferensi membahas isu Suriah yang tidak dihadiri oleh perwakilan pemerintah Suriah.(PH)   

 

 

 

    

 

Tags