Hari Bumi Palestina; 44 Tahun Pasca Kejahatan Zionis Israel Tahun 1976
Tanggal 30 Maret 2020 bertepatan dengan 44 tahun peringatan Hari Bumi Palestina.
Pada 30 Maret 1976, para pejabat Zionis Israel menyita ribuan hektar tanah warga Palestina di al-Jalil (Galilee) di wilayah Palestina pendudukan. Menyusul tindakan kriminal ini, warga Palestina melakukan mogok makan dan demonstrasi protes.
Protes warga Palestina terhadap aksi penjarahan Israel atas wilayah Palestina pendudukan menyebabkan bentrokan sengit antara mereka dan militer Israel, di mana enam warga Palestina tewas dan ribuan lainnya terluka.
Karena itu, rakyat Palestina memperingati 30 Maret setiap tahun, baik di Tepi Barat dan di Jalur Gaza dan bahkan di kamp-kamp pengungsi, untuk mendukung para martir tahun 1976 serta mengadakan demonstrasi anti-Israel pada hari ini.
Peringatan empat puluh empat tahun Hari Bumi kali ini diselenggarakan dengan dua perbedaan besar dari tahun-tahun sebelumnya.
Perbedaan pertama adalah bahwa demonstrasi rakyat Palestina tidak diadakan untuk pertama kalinya sejak virus Corona telah menyebar baik di Palestina maupun di Palestina pendudukan dan diumumkan larangan setiap pertemuan untuk melindungi kehidupan orang-orang.
Perbedaan kedua adalah bahwa peringatan ke-44 Hari Bumi diselenggarakan dua bulan setelah Donald Trump meresmikan rencana rasis Kesepakatan Abad pada 28 Januari 2020. Presiden AS Donald Trump meluncurkan rencana Kesepakatan Abad bersama Perdana Menteri Benjamin Netanyahu di Gedung Putih.
Aspek terpenting dari skema rasis ini adalah dimensi geografis. Faktanya, tanah Palestina diberikan kepada rezim Zionis, termasuk transfer lengkap al-Quds dan 30 persen dari Tepi Barat.
Penamaan 30 Maret sebagai Hari Bumi adalah penegasan rakyat Palestina untuk membela integritas wilayah mereka dan perlawanan mereka terhadap pendudukan Zionis Israel atas tanah mereka. Penting untuk dicatat bahwa rakyat Palestina telah memilih 30 Maret 2018, sebagai hari pertama dari apa yang disebut demonstrasi damai "Hak Kembali". Enam belas warga Palestina gugur syahid dan lebih dari 1.500 orang terluka pada hari pertama demonstrasi "Hak Kembali" yang diselenggarakan 30 Maret untuk menandai "Hari Bumi" di Jalur Gaza.
Poin lain adalah bahwa 44 tahun setelah kejahatan rezim penjajah Palestina dan menjarah ribuan hektar tanah warga Palestina, rezim Zionis sekarang menduduki 85 persen wilayah bersejarah Palestina.
Dengan menduduki 85% dari geografi Palestina, komposisi populasi daerah pendudukan juga telah berubah secara signifikan. Biro Statistik Pusat Palestina melaporkan pada peringatan empat puluh empat Hari Bumi bahwa jumlah pemukim di Tepi Barat telah mencapai 671.000 pada akhir 2018. Menurut laporan itu, untuk Tepi Barat perbandingan populasi pemukiman warga adalah 23 warga pemukim zionis berbanding 100 warga Palestina, sementara di provinsi Quds perbandingannya dari 100 warga Palestina ada 70 pemukim zionis. Dengan kata lain, fokus rezim Zionis adalah pada provinsi Quds karena berusaha untuk sepenuhnya menduduki Quds, sesuatu yang entah bagaimana diwujudkan dalam rencana Kesepakatan Abad ini karena Trump sepenuhnya mentransfer Quds ke rezim Zionis.
Intinya adalah bahwa tren kekejaman Zionis yang sangat progresif terhadap Palestina, termasuk menyusutnya geografi Palestina, terutama disebabkan oleh dua faktor. Salah satu alasan ini adalah dukungan mutlak AS untuk rezim Zionis sedemikian rupa sehingga Presiden AS Donald Trump praktis mengakui pembangunan permukiman dengan mengabaikan Resolusi Dewan Keamanan 2334, yang diadopsi pada Desember 2016, dan berpuncak pada Kesepakatan Abad. Karena rencana ini spenuhnya untuk kepentingan Zionis Israel.
Faktor lain adalah strategi negara-negara Arab. Negara-negara Arab, dan terutama Arab Saudi, bersikap bungkam menyaksikan kejahatan rezim Zionis, terutama dalam dekade terakhir, dan telah mengambil langkah-langkah untuk menormalkan hubungan dengan rezim ini dan kemudian secara resmi mengumumkan hubungan mereka yang berarti secara resmi mendukung pelbagai kejahatan rezim ini, bahkan di sebagian sikapnya justru mengecam Palestina.
Pada 27 Maret 2018, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman bertemu dengan para pemimpin Yahudi AS di New York untuk mengkritik Palestina dan membela Zionis Israel. Ia mengatakan, "Pemimpin Palestina telah kehilangan kesempatan satu demi satu selama 40 tahun terakhir dan telah menolak semua proposal. Sudah waktunya bagi Palestina untuk menerima proposal dan setuju untuk duduk di meja perundingan atau untuk tetap diam dan berhenti mengeluh."