Peneliti Timteng: Tren Pamor Pan Arabisme Meredup
https://parstoday.ir/id/news/west_asia-i87452-peneliti_timteng_tren_pamor_pan_arabisme_meredup
Dinamika regional mengindikasikan terjadinya tren penurunan pengaruh Pan Arabisme di Timur Tengah.
(last modified 2025-11-30T07:49:40+00:00 )
Nov 20, 2020 18:30 Asia/Jakarta
  • Pertemuan Liga Arab
    Pertemuan Liga Arab

Dinamika regional mengindikasikan terjadinya tren penurunan pengaruh Pan Arabisme di Timur Tengah.

Pandangan ini disampaikan analis Timur Tengah Purkon Hidayat dalam kuliah tamu yang diselenggarakan laboratorium Hubungan Internasional  Universitas Brawijaya hari Rabu (19/11/2020).

"Ada banyak faktor penyebab terjadinya penurunan pengaruh pan Arabisme di Timur Tengah. Problem identitas, terutama identitas tipe, peran dan kolektif tampaknya menjadi salah satu masalah krusial yang terjadi di kawasan strategis ini," ujar Purkon Hidayat memberikan kuliahnya secara daring Rabu pagi.

Kuliah bertema, "Identitas, Islam and International Relations of The Middle East" menyoroti masalah identitas di kawasan Timur Tengah yang menjadi titik kekuatan sekaligus kelemahannya.

Berpijak pada perpektif Kontruktivisme Alexander Wendt, Purkon memulai analisis identitas di Timur Tengah dengan mengetengahkan empat kategori identitas yaitu personal, tipe, peran dan kolektif.

Ia juga menjelaskan aktor utama di Timur Tengah, dan isu besar di kawasan yang tidak pernah sepi dari kegaduhan ini.

"Arab Saudi, Iran,  dan Turki menjadi aktor paling berpengaruh di kawasan," paparnya di hadapan sekitar 91 orang peserta kuliah tamu.

Selama ini, krisis Timur Tengah kerap dilihat sebagai rivalitas tipe yang melibatkan identitas agama dan mazhab, terutama antara Arab Saudi dan Iran. Padahal, ada kategori identitas lain yang juga signifikan berpengaruh terhadap dinamika regional.

"Rivalitas sesama negara Arab, sebagaimana terjadi antara Riyadh dan Doha, yang puncaknya terjadi tahun 2017, sejak Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatik terhadap Qatar, yang diikuti Bahrain dan Uni Emirat Arab menjadi faktor penting melemahnya pengaruh pan Arabisme di kawasan," tegas peneliti Timur Tengah ini.

Negara-negara Arab cenderung belum bisa membangun identitas kolektif yang kuat, sehingga menyebabkan organisasi regional seperti Liga Arab, dan Dewan Kerja sama Teluk tidak bertaji dalam menghadapi masalah yang menimpa bangsa-bangsa Arab sendiri, terutama isu Palestina.

Kelemahan ini dimanfaatkan dengan baik oleh Barat, termasuk yang terbaru, prakarsa "Kesepakatan Abad" yang diusung Trump bersama Netanyahu demi kepentingannya sendiri.

Ia melihat masalah normalisasi hubungan negara-negara Arab dengan Israel berpijak dari kelemahan masalah identitas kolektif yang menunjukkan tren semakin melemah.

Di sisi lain, peneliti  ICMES juga menyoroti  kuatnya identitas sektarian terutama mazhab dan etnis, yang masih mendominasi  struktur politik sejumlah negara di Timur Tengah seperti terjadi di Lebanon dan Irak.

"Pola pembagian kue kekuasaan berdasarkan kategori identitas agama dan etnis lahir dari pengalaman berbangsa dan bernegara mereka," ungkapnya dalam diskusi yang dimoderatori Abdullah selaku dosen HI Universitas Brawijaya.

Dalam kasus tertentu, identitas keislaman juga memberikan kontribusi positif dengan keberhasilan mobilisasi massa melawan kelompok teroris Daesh di Irak.

"Sumbangan penting fatwa ulama berperan besar dalam pembentukan pasukan rakyat, Al-Hashd Al-Shaabi melawan teroris ISIS ketika tentara Irak sudah kewalahan, meskipun kemudian muncul masalah lain," jelas Purkon.

Di bagian lain statemennya, ia menyinggung demokrasi di Indonesia yang dianggapnya masih lebih baik dari rata-rata negara-negara di Timur Tengah. Oleh karena itu, perlu diperkenalkan sebagai model berdemokrasi.

"Keragaman etnis dan agama di Indonesia jauh lebih besar dari Timur Tengah, tapi berkat adanya Pancasila, Indonesia bisa berdiri tegak sebagai negara demokratis, meskipun tentu saja punya masalahnya sendiri," pungkasnya.(PH)