Des 03, 2021 11:41 Asia/Jakarta

Gagasan Asia Barat yang bebas dari senjata pemusnah massal telah lama diusulkan, tetapi belum diimplementasikan dalam praktik.

Sesi kedua Konferensi Asia Barat tentang Senjata Pemusnah Massal dimulai Senin (29/11/2021) lalu dengan pidato Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Presiden Konferensi di Sekretariat PBB di New York.

Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa

Asia Barat yang bebas dari senjata pemusnah massal merupakan isu yang tetap menjadi sorotan dan belum diimplementasikan. Ada dua alasan utama terkait dengan pola perilaku Amerika Serikat dan rezim Zionis.

Alasan pertama adalah pola perilaku Amerika Serikat.

Amerika Serikat adalah pendukung setia gagasan Asia Barat yang bebas dari senjata pemusnah massal, tetapi dalam praktiknya Washington bukan hanya tidak mengambil tindakan, tetapi justru berlaku untuk memperkuat militerisme yang tidak konvensional di kawasan Asia Barat.

Amerika Serikat adalah pengekspor senjata terbesar ke kawasan Asia Barat dan salah satu pendukung utama rezim Zionis, yang merupakan satu-satunya pemegang senjata nuklir di kawasan itu. Amerika Serikat juga memiliki pandangan yang selektif terhadap isu nuklir di dunia, khususnya di kawasan Asia Barat.

Sementara pemerintah AS menentang Iran mencapai energi nuklir damai dan menggunakannya sebagai alasan untuk memberikan tekanan maksimum pada Iran, negara ini tetap diam terhadap upaya Arab Saudi untuk meraih energi nuklir. Padahal, beberapa sumber mengatakan bahwa Arab Saudi merahasiakan program nuklirnya.

Gagasan Asia Barat yang bebas dari senjata pemusnah massal telah lama diusulkan, tetapi belum diimplementasikan dalam praktik.

Pada saat yang sama, Amerika Serikat tidak menghadiri pertemuan saat ini tentang Asia Barat yang bebas dari senjata pemusnah massal di New York, yang kemudian dikritik oleh Rusia.

Dalam hal ini, Mikhail Ulyanov, Wakil Rusia untuk organisasi internasional yang berbasis di Wina, men-tweet foto meja kosong AS pada pertemuan tersebut.

Ulyanov mengkritik ketidakhadiran Washington di pertemuan tersebut, dengan menulis, "Kursi kosong di konferensi untuk menciptakan zona bebas senjata pemusnah massal di Asia Barat. Sangat disayangkan Amerika Serikat, sebagai salah satu dari tiga pihak pendukung resolusi 1995 yang memiliki tanggung jawab khusus untuk mengimplementasikan gagasan kawasan seperti itu, menolak undangan untuk hadir."

Alasan kedua adalah pola perilaku rezim Zionis Israel.

Rezim yang merupakan satu-satunya pemegang senjata nuklir di Asia Barat ini terus menolak bergabung dengan Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) dan menghindari berbagai pertemuan terkait upaya Asia Barat yang bebas dari senjata pemusnah massal.

Dalam hal ini, Majid Takht-e Ravanchi, Wakil Tetap Iran untuk PBB pada pertemuan kedua Asia Barat bebas dari senjata pemusnah massal mengatakan, "Keberhasilan penyelenggaraan konferensi, tentu saja, tidak disukai sebagian pihak. Sementara semua tamu dari kawasan dan empat kekuatan nuklir menghadiri konferensi, Amerika Serikat dan Zionis Israel terus menentangnya dan tidak menghadiri konferensi tersebut. Dalam keadaan seperti itu, cara pertama untuk menghilangkan hambatan ini adalah agar Israel bergabung dengan NPT dan menerima inspeksi IAEA atas semua kegiatan nuklirnya. Karena dukungan dan ketidakpedulian AS terhadap program nuklir Israel, realisasi zona bebas senjata di Asia Barat menjadi mustahil."

Majid Takht-e Ravanchi, Wakil Tetap Iran untuk PBB

Poin terakhir adalah bahwa pertemuan-pertemuan terkait Asia Barat yang bebas dari senjata pemusnah massal akan menjadi konstruktif ketika negara-negara besar, terutama Amerika Serikat, memiliki kemauan yang serius untuk mewujudkan ide ini dan tidak tinggal diam menghadapi senjata nuklir Israel.

Tags