Sejauh Mana Dampak Sanksi Baru Barat terhadap Rusia
-
Sanksi Barat terhadap Rusia
Setelah serangan Rusia ke Ukraina, blok Barat meresponnya dalam bentuk sanksi baru yang telah dijanjikan sebelumnya. Meski demikian, masih terhadap perbedaan pendapat di antara negara-negara Barat mengenai sanksi mendasar terhadap Rusia.
Para pemimpin Uni Eropa Kamis (24/2/2022) di statemen akhir pertemuan daruratnya mengecam keras serangan militer Rusia ke Ukraina. Para pemimpin Uni Eropa sepakat akan menarget sektor finansial, energi dan transportasi Rusia dengan sanksi keras karena invasi tersebut. Mereka juga mencapai kesepakatan mengenai penjatuhan sanksi tambahan terhadap Rusia di sektor finansial, energi, transportasi, kontrol ekspor dan jaminan finansial, kebijakan visa dan individu.
Menteri Luar Negeri Prancis, Jean Yves Le Drian mengatakan, tujuan sanksi ini adalah untuk melumpukhan kinerja ekonomi Rusia yang mencakup sektor perbankan, langkah-langkah finansial, langkah-langkah melawan transfer teknologi, sektor industri dan langkah-langkah di sektor ekspor."
Sementara negara blok Barat lainnya seperti Jepang dan Kanada juga mengumumkan sanksi luas terhadap Rusia.

Amerika Serikat sendiri mengumumkan penerapan sanksi baru terhadap Rusia dengan dalih serangan Moskow ke Ukraina. Sekaitan dengan ini, Presiden AS Joe Biden menyebut sejawatnya dari Rusia, Vladimir Putin sebagai agresor dan mengatakan dirinya menyetujui penerapan sanksi kuat dan "paket sanksi merusak" terhadap Moskow.
Biden mengatakan bahwa sanksi terhadap empat bank lain Rusia yang tidak dicantumkan di bagian pertama sanksi, juga mencakup Bank VTB, bank terbesar kedua di Rusia. Mulai hari ini, seluruh aset Rusia di Amerika Serikat akan dibekukan dan kami akan membatasi kemampuan Rusia di sektor perdagangan menggunakan dolar dan yen. Biden mengklaim sanksi ini akan membebani perekonomian Rusia baik segera maupun seiring waktu.
Mengingat bahwa Rusia sejak sebelumnya juga memprediksikan penjatuhan sanksi besar-besaran oleh Barat, oleh karena itu, Moskow sepertinya telah mempersiapkan diri. Departemen Luar Negeri Rusia mengumumkan, Moskow akan mengambil langkah keras menyikapi sanksi Uni Eropa.
Isu penting dalam konteks kampanye sanksi baru Barat, khususnya Uni Eropa, terhadap Rusia adalah bahwa Eropa, mengingat ketergantungan mereka pada gas Rusia, tidak dapat menjatuhkan sanksi yang mendasar dan efektif, terutama sanksi SWIFT, kepada Rusia. Meskipun ada permintaan dari beberapa negara Uni Eropa, seperti Republik Ceko, untuk mengusir Rusia dari SWIFT, negara-negara besar Eropa seperti Jerman dan Italia menentangnya. Alasan untuk ini juga jelas.
Mengingat Rusia memasok sekitar 40 persen gas Eropa, jika Brussel ingin menjatuhkan sanksi kepada Moskow yang menghalangi Rusia mengakses uang dari ekspor gas, Moskow juga akan menolak memasok gas ke Eropa. Mengingat bahwa gas Rusia penting untuk pemanasan, bahan bakar pembangkit listrik, dan konsumsi industri Eropa, negara-negara utama Uni Eropa enggan menjatuhkan sanksi kepada Rusia, seperti Swift, yang akan memicu reaksi balik dari Moskow.
Dengan demikian mengingat akses Bank Sentral dan jarinan finansial Rusia masih tetap terbuka, dan dapat menerima uang hasil penjualan minyak dan gasnya melalui bank, maka sanksi bank penting Rusia oleh Amerika sekedar gerakan politik dan media ketimbang maksud sebenarnya dan utama.
Selain itu, sanksi baru Barat terhadap Rusia tak ubahnya pedang bermata dua, yang nantinya memiliki dampak serius bagi perekonomian dan sektor energi negara-negara ini, khususnya Eropa dan Amerika Serikat. Saat ini, perang Ukraina telah mendorong kenaikan harga minyak, gas, emas dan gandum.
Kristalina Georgieva, Ketua Dana Moneter Internasional (IMF) di cuitan Twitternya seraya mengungkapkan kekhawatiran atas "apa yang tengah terjadi di Ukraina" menulis, "Masalah ini menambah bahaya yang mengancam ekonomi kawasan dan global." (MF)