Lawatan Lavrov ke Afrika, Upaya Rusia Menemukan Peluang Baru
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov memulai perjalanan 5 hari ke negara-negara Afrika dari Mesir pada Minggu, 24 Juli. Lavrov bertemu dengan Presiden Mesir Abdul Fattah as-Sisi dan Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry. Menlu Rusia juga dijadwalkan melakukan perjalanan ke Ethiopia, Uganda dan Republik Demokratik Kongo, dan bertemu dengan para pejabat negara-negara tersebut.
Meskipun berbagai isu mengemuka selama kunjungan Lavrov ke Mesir dan pertemuannya dengan pejabat senior negara ini, tampaknya hal itu disebabkan ketergantungan Mesir yang tinggi terhadap impor produk pangan, terutama gandum dari Rusia dan Ukraina. Ditambah kesulitan belakangan ini di bidang ini terkait penurunan tajam dalam proses impor akibat pecahnya perang di Ukraina, menjadi salah satu masalah utama yang dibahas adalah mencari cara untuk menyelesaikan masalah ini.
Tentu saja, Moskow telah berulang kali menuduh Barat menghalangi ekspor gandum dan produk strategis lainnya dari Rusia.
Dalam konteks ini, sambil mengungkapkan harapan untuk keberhasilan perjanjian ekspor serealia yang ditandatangani di Istanbul, Lavrov menekankan bahwa sanksi yang dijatuhkan terhadap Rusia telah mencegah ekspor serealia Rusia dan pergerakan kapal dagang.
Lavrov mengatakan, "Moskow berharap PBB, sebagai bagian dari "perjanjian pangan", akan dapat menghapus sanksi ilegal yang mencegah ekspor serealia."
Pada saat yang sama, fakta bahwa Menteri Luar Negeri Rusia memilih Mesir sebagai perhentian pertama dari tur Afrika-nya menunjukkan pentingnya negara ini dari sudut pandang Moskow, dan juga semacam ungkapan terima kasih atas posisi Mesir dalam perang Ukraina.
Hussein Haridi, mantan Wakil Menteri Luar Negeri Mesir dan pakar hubungan internasional, dalam menjelaskan perjalanan Lavrov, mengatakan, "Kairo adalah salah satu perhentian penting dari perjalanan Menteri Luar Negeri Rusia ke Afrika, mengingat saling terkaitnya posisi internasional saat ini. Kunjungan Lavrov ke Kairo dalam rangka hubungan strategis antara Mesir dan Rusia, di satu sisi, dan di sisi lain, sikap hati-hati Mesir terhadap perang Rusia-Ukraina dan tidak memihak salah satu pihak."
Isu penting yang muncul dalam konteks kunjungan berkala Menlu Rusia ke negara-negara Afrika adalah upaya Moskow untuk keluar dari isolasi politik dengan meningkatkan interaksi politik dan diplomatik dengan negara-negara di Benua Afrika, serta menemukan peluang ekonomi dan perdagangan baru serta menemukan pasar baru di Afrika.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov memulai perjalanan 5 hari ke negara-negara Afrika dari Mesir pada Minggu, 24 Juli. Lavrov bertemu dengan Presiden Mesir Abdelfattah El-Sisi dan Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry. Menlu Rusia juga dijadwalkan melakukan perjalanan ke Ethiopia, Uganda dan Republik Demokratik Kongo, dan bertemu dengan para pejabat negara-negara tersebut.
Sejak awal perang Ukraina, Barat, yang dipimpin oleh Amerika Serikat, telah menerapkan sanksi paling berat terhadap Rusia di segala bidang, dan ini telah menyebabkan berbagai hambatan bagi Moskow.
Dalam situasi ini, wajar bagi Rusia untuk mencari mitra politik, dagang, dan ekonomi baru serta memfokuskan upayanya untuk memperluas hubungan dengan negara-negara yang tidak mendukung pendekatan Barat di bidang sanksi Rusia, tetapi ingin mempertahankan dan bahkan memperluas hubungan dengan Moskow dalam hal dan bidang yang berbeda.
Upaya Moskow saat ini tampaknya difokuskan pada perluasan hubungan politik Rusia dengan negara-negara Afrika.
Sehubungan dengan itu, tiga hari lalu, dalam konferensi pers, saat mengumumkan perjalanannya ke beberapa negara Afrika, Lavrov mengatakan bahwa perjalanan ini difokuskan pada persiapan yang baik dari KTT Afrika-Rusia, dan tempat penyelenggaraannya akan diumumkan kemudian.
Lavrov sebelumnya mengumumkan bahwa pertemuan berikutnya antara Rusia dan Afrika akan diadakan di negara Afrika pada 2022.
Para pejabat Moskow telah berulang kali menekankan pentingnya hubungan dengan negara-negara Afrika. Dalam hal ini, Presiden Rusia Vladimir Putin telah menyatakan bahwa kerja sama dengan negara-negara Afrika bersifat strategis dan berjangka panjang, dan pengembangan hubungan dengan negara-negara Afrika dan organisasi regional benua Afrika merupakan salah satu prioritas kebijakan luar negeri Rusia.
Theodore Murphy, Direktur Departemen Afrika di Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa mengatakan, "Rusia telah menemukan peluang untuk memulihkan pengaruhnya di Afrika dengan memberikan bantuan keamanan dengan syarat dan ketentuan yang lebih sedikit daripada Barat dan perlindungan politik kepada negara-negara Afrika dari kritik Barat."(sl)