Kosovo Minta Bantuan NATO, Upaya Memperluas Tensi dengan Serbia
Albin Kurti, Perdana Menteri Kosovo pada hari Minggu (01/01/2023) menyerukan peningkatan pasukan NATO di kawasan ini dan mengatakan bahwa kehadiran pasukan NATO di Kosovo akan memperkuat perdamaian dan keamanan di Balkan Barat.
Perdana Menteri Kosovo juga menyebutkan bahwa kawasan itu sedang meningkatkan pengeluaran militernya dan jumlah pasukan cadangannya. Permintaan ini dibuat setelah meningkatnya ketegangan etnis antara Kosovo dan Serbia.
Pasukan penjaga perdamaian pimpinan NATO di Kosovo (KFOR) didirikan pada pertengahan 1999. Saat ini, sekitar 3.800 tentara dari 30 negara anggota NATO, termasuk 70 tentara dari Jerman, hadir dalam misi ini.
Parlemen Jerman mengatakan dapat mengerahkan hingga 400 tentara negara ini di Kosovo. Tentunya peningkatan pasukan NATO di Kosovo hanya akan memperkuat posisi pemerintah Pristina terhadap Beograd dan akan meningkatkan ketegangan antara kedua belah pihak.
Pada tahun 2008, setelah beberapa tahun konflik bersenjata dengan Serbia dan Perang Kosovo pada tahun 1999 antara Serbia dan NATO, Kosovo mendeklarasikan kemerdekaan dari negara ini.
Setelah mendeklarasikan kemerdekaan secara sepihak, Kosovo berganti nama dari Region of Kosovo menjadi Republic of Kosovo.
Serbia masih belum mengakui Kosovo sebagai negara merdeka, namun berdasarkan perjanjian tahun 2013, Brussel menerima legitimasi lembaga pemerintahan Kosovo, namun secara hukum tetap menganggap Kosovo sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari wilayahnya.
Beograd menolak meningkatnya ketegangan dan konflik di wilayah ini dan menuduh Kosovo melanggar hak-hak minoritas Serbia yang tinggal di wilayah itu.
Ketegangan antara Serbia dan Kosovo baru-baru ini kembali meningkat ketika pemerintah Kosovo yang dipimpin oleh Albin Kurti mengumumkan bahwa dokumen identitas Serbia dan pelat nomor mobil tidak lagi berlaku di wilayah Kosovo.
Serbia telah menerapkan tindakan serupa untuk warga Kosovo yang memasuki Serbia selama 10 tahun terakhir.
Amerika Serikat dan Uni Eropa sebelumnya telah meminta Kosovo untuk menunda, setidaknya untuk waktu yang singkat, penerapan peraturan ketat terkait dokumen identitas dan dokumen kepemilikan kendaraan yang diterbitkan di Serbia.
Namun Perdana Menteri Kosovo menolak permintaan ini dan dengan demikian undang-undang baru, menurut peraturan Kosovo, mulai berlaku pada 1 September 2022.
Albin Kurti, Perdana Menteri Kosovo pada hari Minggu (01/01/2023) menyerukan peningkatan pasukan NATO di kawasan ini dan mengatakan bahwa kehadiran pasukan NATO di Kosovo akan memperkuat perdamaian dan keamanan di Balkan Barat.
Invasi Rusia ke Ukraina telah menambahkan dimensi baru pada konflik antara Serbia dan Kosovo, dan tentara Serbia baru-baru ini disiagakan setelah berminggu-minggu meningkatnya ketegangan antara otoritas Kosovo dan minoritas Serbia setempat.
Perdana Menteri Kosovo Albin Kurti menuduh Serbia menghasut kerusuhan, dan Presiden Serbia Aleksandar Vucic mengemukakan kemungkinan pengiriman pasukan ke Kosovo untuk melindungi minoritas Serbia.
Pada 2013, Serbia dan Kosovo menandatangani perjanjian perdagangan, energi, dan komunikasi yang ditengahi UE yang memberikan otonomi parsial bagi orang Serbia Kosovo.
Kosovo kemudian mengumumkan bahwa mereka tidak akan memberikan otonomi kepada penduduk minoritas.
Blok Barat, termasuk Amerika Serikat dan Uni Eropa, sejalan dengan kepentingan mereka, terutama melemahnya Serbia, yang memiliki hubungan dekat dengan Rusia, menjadi kunci kemerdekaan Kosovo, dan terus memberikan dukungan yang luas kepada pemerintah Kosovo.
Kebijakan dukungan Uni Eropa sebenarnya telah mendorong sikap keras kepala pemerintah Pristina, dan hal ini membuat sangat sulit untuk mencapai kesepakatan dengan pemerintah Beograd.
Pemerintah Serbia sangat menyadari fakta bahwa tanpa menyelesaikan masalah Kosovo, ia tidak akan memiliki kesempatan untuk bergabung dengan Uni Eropa. Oleh karena itu menyetujui negosiasi dengan Kosovo di bawah pengawasan Uni Eropa.
Terlepas dari kelanjutan negosiasi dan penandatanganan beberapa perjanjian, Beograd tidak mengakui deklarasi kemerdekaannya secara sepihak, menekankan bahwa Kosovo adalah provinsi selatan Serbia, dan ingin membatalkan dokumen kemerdekaan Kosovo melalui cara diplomatik dan damai.
Namun, situasinya bertentangan dengan keinginan Beograd, dan upaya Kosovo untuk mengkonsolidasikan kemerdekaannya didukung oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat.
Selain itu, pemerintah Kosovo secara praktis telah mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kehadiran NATO di kawasan ini dengan tujuan untuk memantapkan kemerdekaannya dan melemahkan posisi Serbia semaksimal mungkin.(sl)