Junta Militer Thailand Diprediksikan Kalah dalam Pemilu
Rakyat Thailand Minggu (14/5/2023) berpartisipasi dalam pemilu dan kali ini diprediksikan kandidat dukungan militer yang telah berkuasa selama satu dekade di negara ini bakal kalah.
Sejak tahun 2014, Prayut Chan-o-cha, mantan panglima miilter dan perdana menteri Thailand saat ini, berkuasa melalui sebuah kudeta. O-cha, seorang monarkis yang gigih dan konservatif, menggelar kampanye pemilihan nasionalis yang sengit dan memperingatkan bahwa reformasi yang dijanjikan oleh partai oposisi akan menyebabkan kekacauan.
Meski demikian, jajak pendapat menunjukkan bahwa banyak pemilih yang menginginkan perubahan di Thailand.
Kantor Berita Prancis (AFP) dari Bangkok mengutip berbagai media melaporkan, sistem pemilu yang cacat berarti bentuk pemerintahan baru "sangat tidak dapat diprediksi" dan tidak jelas apakah kandidat pro-demokrasi akan berhasil menggulingkan para jenderal di Thailand atau tidak.
"Diperkirakan Partai Pheu Thai yang berafiliasi dengan Thaksin Shinawatra, mantan perdana menteri Thailand yang hidup dipengasingan dapat meraih kursi terbanyak," tambah laporan ini.
Pada rapat umum besar terakhir di Pheu Thai pada hari Jumat, Paetongtarn Shinawatra, putri Thaksin dan salah satu dari tiga kandidat perdana menteri kepada warga mengatakan, hari Minggu akan menjadi "hari bersejarah", karena di hari ini Thailand akan dialihkan "dari pemerintahan militer ke pemerintahan demokratis".
Sementara itu, Partai Gerakan Maju (MFP) yang tercatat partai oposisi Thailand yang paling progresif, setelah menarik banyak dukungan dari pemilih muda selama kampanyenya, dalam berbagai jajak pendapat diperkirakan akan mengalami peningkatan perolehan suara.
Pemilu Thailand hari Minggu (14/5/2023) merupakan pemilu pertama yang digelar sejak aksi protes luas yang dipimpin kaum pemuda pada tahun 2020. (MF)