Dokumen September; Bukti Komitmen Iran dan Pelanggaran Barat
Selama beberapa hari terakhir isu dokumen September terkait perundingan JCPOA dan isinya serta urgensi implementasi, menjadi perhatian berbagai media.
Istilah ini untuk pertama kalinya disebutkan oleh Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir-Abdollahian saat merujuk kesepakatan terakhir antara Iran dan Kelompok 4+1. Hossein Amir-Abdollahian hari Minggu mengatakan, "Diskusi kami dengan pihak-pihak lain dalam JCPOA telah selesai dan tertulis, dan sebuah dokumen yang dikenal sebagai “dokumen September” antara kami dan pihak-pihak lain telah siap. Terlepas dari itu, beberapa perkembangan mempengaruhi dan menunda perjanjian kami. Perubahan ini sebagian disebabkan oleh kerusuhan tahun lalu dan sebagian lagi disebabkan oleh perang di Ukraina. Pihak seberang berusaha menggunakan peluang ini untuk memaksakan persyaratan pada kami, tapi kami benar-benar tidak melewati garis merah sama sekali."
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani dalam jumpa pers ketika menjawab pertanyaan wartawan mengenai "Dokumen September" yang digulirkan oleh Menlu Abdollahian, mengatakan, "Dokumen September ini tidak dianggap sebagai dokumen baru, sejatinya itu adalah perundingan Iran dan kelompok 4+1. Draf terakhir perundingan JCPOA pada September 2022 telah siap untuk diselesaikan dan kembalinya semua pihak ke perjanjian JCPOA."
Menlu Iran mengacu pada perjanjian yang dibuat pada bulan September 2022 antara Iran dan kelompok 4+1, dan terdapat banyak optimisme mengenai implementasinya. Namun niat buruk Barat dan anggapan buruknya terkait keberhasilan konspirasi kerusuhan tahun 2022 di Iran menyebabkan Amerika dan mitra Eropanya berbicara secara terbuka mengenai keluar dari negosiasi JCPOA. Meskipun Presiden AS Joe Biden dan para pejabat senior pemerintahannya berulang kali menekankan perlunya melestarikan JCPOA dan mencoba menghidupkan kembali perjanjian ini, namun dengan kerusuhan baru-baru ini di Iran, Washington dan mitra-mitranya di Eropa membayangkan hal ini sebagai peluang untuk melemahkan Republik Islam Iran dan mereka percaya bahwa sistem Republik Islam sedang runtuh.
Oleh karena itu, tidak ada uapya untuk memulai perundingan di Wina dan apa yang disebut Menlu Abdollahian sebagai Dokumen September, sebaliknya Washington dan Brussels mengerahkan seluruh perhatiannya untuk mendukung kerusuhan di Iran, dan dengan segala cara berupaya mengobarkan lebih besar kerusuhan di Iran.
Faktanya, pemerintahan Biden, di satu sisi, mengklaim melakukan diplomasi terhadap Iran dalam masalah JCPOA, dan pada saat yang sama, dengan bertukar pesan tidak langsung dengan Tehran dan bersikeras melakukan negosiasi langsung, mereka ikut campur dalam urusan dalam negeri Iran dan mencoba mendorong para pembuat onar. Di sisi lain, meskipun para pejabat senior Eropa berulang kali menekankan perlunya mempertahankan JCPOA, namun selama kerusuhan tahun 2022 di Iran, negara-negara Eropa tidak melakukan upaya apa pun untuk melanjutkan perundingan di Wina, dan sebaliknya, seperti Amerika, mereka mencurahkan seluruh perhatiannya untuk mendukung kerusuhan dan perusuh di Iran dan berusaha dengan segala cara untuk mengobarkan api kerusuhan dan kerusuhan sebanyak mungkin.
Tentu saja, setelah berakhirnya kerusuhan di Iran dan kekecewaan Brussels dan Washington dalam mencapai tujuan buruk mereka, terutama penggulingan sistem republik Islam Iran, para pejabat Eropa sekali lagi, termasuk Borrell yang bertanggung jawab atas kebijakan luar negeri Uni Eropa, menyatakan perlunya melanjutkan tindakan untuk melindungi JCPOA. Selain itu, Washington kembali berbicara tentang perlunya interaksi dan dialog dengan Iran untuk mencegah Tehran melakukan aktivitas nuklir non sipil.
Saat ini, Amir Abdullahian, Menteri Luar Negeri Iran, menegaskan kembali prinsip utama Tehran terkait perundingan JCPOA dan JCPOA. Sambil menunjukkan bahwa kita tidak pernah menyimpang dari jalur diplomasi dan negosiasi, ia menekankan bahwa JCPOA belum dihapuskan dan kita belum mencapai titik di mana kita dapat mengatakan bahwa JCPOA tidak ada dalam agenda perundingan kita dan telah ditinggalkan dari agenda.
Amir Abdullahian menyatakan, negosiasi dan diplomasi sedang dilakukan dalam kerangka ini. Bahkan mengenai perubahan isi JCPOA, kami dengan jelas mengirimkan pesan kepada pihak Amerika bahwa ketika kami memasuki pekerjaan akhir pada dokumen September sebagai kelanjutan dari diplomasi dan negosiasi tidak langsung kami, kami tidak akan menerima perubahan isi bahkan dalam dokumen tersebut.
Sikap prinsipal Republik Islam Iran yang berulang kali dinyatakan kepada pihak Barat dalam perundingan Wina dan juga kepada AS secara tidak langsung, adalah Tehran tidak menerima perundingan apa pun kecuali terkait implementasi kembali JCPOA dan pencabutan sanksi terhadap Iran, selain itu, Tehran juga menuntut jaminan dari Washington untuk tidak keluar lagi dari JCPOA. Iran hanya menerima perundingan dalam kerangka JCPOA 2015, dan menolak isu-isu lain di luar perjanjian tersebut. (MF)