Amerika Tinjauan dari Dalam, 16 Desember 2023
Perkembangan di Amerika Serikat (AS) selama sepekan lalu diwarnai sejumlah isu penting, di antaranya; pengesahan Undang-Undang yang mencegah AS keluar dari Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Kongres AS mengesahkan undang-undang yang mencegah negaranya keluar dari NATO.
Kongres AS hari Jumat (15/12/2023) menyetujui rancangan undang-undang yang membatalkan kemungkinan Presiden AS menarik diri secara sepihak dari aliansi NATO tanpa mendapat persetujuan Senat di Kongres AS.
Rencana ini disampaikan oleh Senator Demokrat Tim Kaine dan Senator Republik Florida Marco Rubio, yang dilampirkan pada rancangan undang-undang anggaran pertahanan AS.
Undang-undang ini sekarang berada di meja Presiden AS Joe Biden dan setelah ditandatanganinya akan menjadi undang-undang.
Rancangan undang-undang ini disetujui oleh Kongres AS pada saat yang sama ketika Donald Trump, mantan presiden Amerika Serikat, memimpin dalam jajak pendapat pemilu.
Trump adalah salah satu penentang NATO dan berulang kali menyerukan penarikan Amerika Serikat dari aliansi militer ini.
Undang-undang baru ini menekankan komitmen Kongres sebagai badan legislatif terhadap NATO. Aliansi ini menjadi sangat penting bagi Amerika, terutama setelah serangan Rusia terhadap Ukraina.
Baru-baru ini, New York Times memperingatkan bahwa kemungkinan kemenangan mantan Presiden AS Donald Trump dalam pemilu tahun 2024 di negara ini dapat menyebabkan keluarnya Washington dari NATO.
Pemilihan presiden AS akan diadakan pada bulan November 2024, dan Joe Biden serta Donald Trump masing-masing merupakan kandidat utama dari partai Demokrat dan Republik, tapi Trump mengungguli Biden dalam jajak pendapat pemilu terbaru
Penyelidikan terhadap Upaya Pemakzulah Joe Biden
Pada hari Rabu (13/12/2023), Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat mengesahkan resolusi dengan 221 suara mendukung dan 212 suara menentang untuk secara resmi memulai penyidikan pemakzulan Presiden Joe Biden.
Sebelumnya, Anggota Kongres Kelly Armstrong menerbitkan teks resolusi atas nama anggota DPR AS untuk melanjutkan penyelidikan dengan tujuan memakzulkan Presiden AS Joe Biden.
Pemungutan suara ini bukan soal memakzulkan presiden atau tidak, tapi merupakan langkah hukum untuk memberikan kewenangan lebih besar kepada komite yang terlibat dalam penyidikan untuk melakukan penyelidikan.
Resolusi tersebut mengharuskan Komite Kehakiman dan Pengawasan DPR untuk melakukan penyidikan mereka sendiri terhadap tuduhan bahwa Biden dan keluarganya menyalahgunakan posisi dan pengaruh politik mereka dalam menerima suap.
Jim Jordan dan James Comer, dua anggota dewan dari Partai Republik yang berpengaruh menganggap pemungutan suara Dewan Perwakilan Rakyat sebagai "pesan yang jelas" bahwa "mayoritas rakyat Amerika mencari sumber pendapatan berjuta-juta dari keluarga Biden".
Mike Johnson, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS sebelumnya mengatakan bahwa pemakzulan Presiden AS Biden diperlukan karena Gedung Putih telah menghalangi penyelidikan atas pelanggaran yang diduga dilakukan oleh orang-orang dekat kepala negara.
Mengenai persetujuan resmi dimulainya pemakzulan Biden, Johnson mengatakan, Bukti menunjukkan bahwa keluarga Biden menerima jutaan dolar dari orang asing.
Johnson juga mengatakan bahwa banyak Komite Kehakiman melakukan pekerjaan yang baik dalam mencari bukti kesalahan di antara anggota keluarga Biden, tapi Gedung Putih mencegah hal ini dan menyembunyikan ribuan halaman dokumen.
Tiga komite kongres yang dipimpin oleh Partai Republik menuduh Presiden AS Joe Biden menerima suap dan korupsi selama masa jabatannya sebagai wakil presiden.
Biden membantah tuduhan tersebut, dan komite DPR belum memberikan bukti apa pun untuk mendukung klaim mereka.
Joe Biden mengecam anggota DPR dari Partai Republik karena apa yang disebutnya sebagai "tembakan dalam kegelapan", dengan mengatakan, Partai Republik fokus menyerang saya dengan kebohongan dan membuang-buang waktu untuk tipu muslihat politik yang tidak berdasar.
Anggota DPR dari Partai Republik mengklaim bahwa Biden dan keluarganya secara ilegal mengambil keuntungan dari keputusan Biden selama menjabat sebagai wakil presiden dari tahun 2009 hingga 2017.
Komite Pengawas DPR menuduh keluarga Biden dan mitra bisnis mereka menerima lebih dari $24 juta dari sumber asing di Cina, Kazakhstan, Rumania, Rusia, dan Ukraina dari tahun 2014 hingga 2019.
Investigasi Partai Republik difokuskan pada urusan bisnis putra Joe Biden, Hunter Biden.
Hunter Biden telah menentang tuntutan anggota DPR dari Partai Republik untuk memberikan kesaksian secara pribadi terkait urusan bisnisnya, sehingga meningkatkan ketegangan dengan anggota parlemen dari Partai Republik.
Partai Republik telah lama menganggap Hunter Biden sebagai masalah politik terbesar ayahnya.
Pada hari Rabu (13/12/2023), Dewan Perwakilan Rakyat AS mengesahkan resolusi dengan 221 suara mendukung dan 212 suara menentang untuk secara resmi memulai penyelidikan pemakzulan Presiden Joe Biden. Jika mereka bisa menghubungkan bisnis dan urusan pribadi Hunter Biden dengan ayahnya, hal ini berpotensi merugikan reputasi Biden di mata para pemilih Amerika.
Tampaknya salah satu tujuan Partai Republik, terutama para pendukung mantan Presiden Donald Trump, adalah membalas dendam kepada Partai Demokrat karena telah memakzulkan Trump sebanyak dua kali selama masa kepresidenannya.
Pada saat itu, Partai Demokrat memiliki mayoritas di DPR AS, dan terutama Nancy Pelosi, Ketua DPR pada saat itu, yang memiliki perbedaan pendapat yang mendalam dengan Trump, memainkan peran penting dalam mendorong pemakzulan ini.
Pada saat yang sama, Partai Republik menilai pemakzulan Trump sebagai tindakan yang memiliki tujuan politik dan partai, terutama untuk melemahkan posisi Trump pada pemilu presiden 2020, dan mengecam hal tersebut.
Kini Partai Demokrat mengambil posisi serupa dengan posisi Partai Republik terkait pemakzulan Biden dan menilai upaya pemakzulan Biden sebenarnya merupakan tindakan yang bertujuan untuk mendiskreditkan dan menurunkan popularitasnya menjelang digelarnya pemilu presiden pada November 2024.
Oleh karena itu, seluruh anggota DPR dari Partai Demokrat memberikan suara menentang dimulainya penyelidikan pemakzulan Biden.
Penyelidikan resmi pemakzulan jika hal itu mengarah pada pemungutan suara di DPR dan persidangan di Senat bisa menjadi masalah besar bagi Joe Biden pada musim pemilu ini.
Tentu saja, jika penyelidikan ini mengarah pada pemakzulan Biden di Senat, hal itu tidak akan berujung pada pencopotan Biden karena mayoritas anggota Partai Demokrat di Senat.
Pada saat yang sama, masyarakat Amerika, mengingat banyaknya permasalahan dalam dan luar negeri negara ini, menganggap upaya Partai Republik untuk memakzulkan Biden sebagai tindakan politik belaka.
Dari sudut pandang mereka, alih-alih menangani permasalahan dan persoalan penting, para politisi negara ini di Kongres justru menghabiskan waktu dan uang Amerika untuk permainan politik dan partai dengan tujuan menyingkirkan saingan partai politik.
Dalam survei yang dilakukan pada awal September 2023, hanya sekitar 41% peserta survei yang menyatakan mendukung gagasan pemakzulan Biden di Kongres karena kaitannya dengan tuduhan terkait Hunter Biden, dan sisanya, 35%, menentang dan 24% dari mereka juga mengatakan bahwa mereka tidak yakin dengan pendapat positif atau negatif tentang ide ini.
AS: Kami sudah Kirim Pesan ke Iran, Tak Ingin Perang Meluas
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat, mengatakan pihaknya sudah mengirim pesan kepada Iran, bahwa Washington, tidak ingin perang meluas di kawasan Asia Barat.
John Kirby, Selasa (12/12/2023) mengatakan, "Kami sudah kirim pesan ke Iran, bahwa kami tidak ingin menyaksikan pertempuran lebih besar di kawasan."
Statemen tersebut disampaikan Jubir Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat, saat melakukan wawancara dengan stasiun televisi NBC News.
Dalam wawancara itu, John Kirby, menegaskan bahwa AS, sangat mengkhawatirkan meluasnya perang Gaza, dan Washington tidak ingin menyaksikan terbukanya front perang baru di utara antara Israel, dan Hizbullah Lebanon.
Iran berulangkali mengumumkan bahwa ia tidak memiliki pasukan proksi di kawasan Asia Barat, dan kelompok-kelompok perlawanan di sejumlah negara kawasan sepenuhnya independen, dan mengambil keputusan sendiri.
Jubir Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani, dalam berbagai konferensi pers selalu menegaskan masalah tersebut.
Sementara AS, adalah pendukung terbesar Rezim Zionis, dalam serangan brutal ke Jalur Gaza. Sampai saat ini AS, sudah mengirimkan senjata bernilai sekian ratus juta dolar ke Israel.
Baru-baru ini pemerintah Presiden Joe Biden, dengan menggunakan wewenang darurat, tanpa persetujuan Kongres, mengirim lebih dari 14.000 peluru tank ke Israel.
Selain itu, AS adalah penentang utama gencatan senjata kemanusiaan di Gaza. Pada Sabtu, lalu Washington, kembali memveto draf resolusi gencatan senjata kemanusiaan segera di Gaza.
Padahal 13 negara anggota Dewan Keamanan PBB, lainnya memberikan suara setuju, kecuali Inggris, yang memilih untuk abstain.
FBI Peringatkan Konsekuensi Perang Gaza bagi Amerika
Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) memperingatkan bahwa berlanjutnya perang Gaza kemungkinan akan meningkatkan risiko kekerasan di Amerika Serikat.
Pemerintah Amerika Serikat sebagai pendukung utama rezim Zionis memainkan kelanjutan kejahatan rezim Zionis di Gaza dan pembunuhan orang-orang Palestina.
Kini, opini publik Amerika Serikat semakin menyadari kejahatan Israel dan keterlibatan pemerintah Amerika di dalamnnya. Mereka menuntut diakhirinya pertumpahan darah dan genosida yang dilakukan Israel di Gaza.
Amerika terus mengalokasikan lebih banyak dana untuk Israel. Bahkan, Dewan Perwakilan Rakyat AS baru-baru ini mengesahkan undang-undang yang menyamakan anti-Zionisme dengan anti-Semitisme.
FBI Rabu pagi memperingatkan bahwa ancaman kekerasan terhadap AS akan semakin memburuk seiring dengan meningkatnya konflik antara Israel dan Hamas di Gaza.
Menurut FBI dalam laporan terbarunya, potensi kejahatan kebencian Yahudi dan juga komunitas Muslim dan Arab semakin tinggi.
Potensi ancaman terhadap sinagoga-sinagoga Yahudi di seluruh Amerika Serikat akan meningkat.
Kementerian Kesehatan Gaza mengumumkan bahwa jumlah korban tewas sejak awal agresi rezim Zionis di Gaza telah meningkat menjadi 18.412 orang, dan jumlah korban luka telah melampaui 50.000 orang.
Deplu AS Setujui Kelanjutan Penjualan Senjata ke Israel
Departemen Luar Negeri AS mengakui telah menyetujui keputusan darurat penjualan 14.000 peluru tank ke Israel.
Menurut Associated Press, keputusan darurat Departemen Luar Negeri AS berarti bahwa sebuah kontrak tidak memenuhi persyaratan peninjauan Kongres AS untuk penjualan peralatan militer ke luar negeri, dan keputusan seperti itu jarang terjadi, tetapi pernah terjadi sebelumnya.
Departemen luar negeri AS mengungkapkan bahwa Kongres AS diberitahu tentang kesepakatan itu setelah Menteri Luar Negeri Antony Blinken memutuskan bahwa situasi darurat memerlukan penjualan segera amunisi demi kepentingan nasional AS.
Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa Amerika Serikat berkomitmen terhadap keamanan Israel, dan membantu Israel mengembangkan dan mempertahankan kemampuan dan kesiapan pertahanan diri sangat penting untuk kepentingan nasional AS.
Pernyataan itu melanjutkan Israel akan menggunakan kemampuan ini sebagai pencegah terhadap ancaman regional dan untuk memperkuat pertahanannya.
Sebelumnya, pemerintah AS yang melanjutkan dukungannya terhadap rezim Zionis, memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB untuk segera melakukan gencatan senjata di Gaza.
Dukungan Amerika Serikat telah mengakibatkan 17.700 warga Palestina di Jalur Gaza gugur.