Mengapa Eropa Mendukung Surat Penangkapan Netanyahu?
Dalam sebuah langkah yang jarang terjadi, Prancis, Belgia dan Slovenia mengumumkan dukungan mereka terhadap keputusan Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) yang mengeluarkan surat perintah penangkapan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu karena melakukan kejahatan perang dan genosida terhadap warga Palestina.
Dalam pernyataan yang mendukung keputusan Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) yang mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Kementerian Luar Negeri Prancis mengumumkan, Pelaku kejahatan di Jalur Gaza harus diadili tanpa memandang status dan posisi mereka.
Menteri luar negeri Belgia dan Slovenia, dalam akun media sosial X, dengan dukungan penuh terhadap independensi ICC, menekankan bahwa kejahatan yang dilakukan di Gaza harus dituntut pada tingkat tertinggi, terlepas dari jenis kejahatan yang dilakukan.
Kementerian Luar Negeri Jerman juga mengumumkan dalam pernyataan sebelumnya bahwa seperti organisasi internasional lainnya, Berlin menghormati independensi dan prosedur Pengadilan Den Haag.
Karim Ahmad Khan, Jaksa ICC, pada hari Senin (20/5) mengajukan surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Rezim Zionis, dan beberapa pejabat senior lain rezim ini.
Ahmad Khan mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan setelah lebih dari tujuh bulan perang di Gaza, Dokumen yang jelas menunjukkan bahwa Netanyahu dan pejabat senior Israel lainnya dituduh melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Namun, Presiden AS Joe Biden menanggapi keputusanICC ini dan menganggapnya sebagai tindakan yang salah dan menekankan dukungan Washington terhadap Israel.
Sebelumnya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu meminta Presiden AS Joe Biden mencegah dikeluarkannya surat perintah penangkapannya di ICC.
Menurut mayoritas analis, Jika bukan karena dukungan militer dan politik AS terhadap Israel, pemerintahan sayap kanan Netanyahu tidak akan bisa melanjutkan perang di Gaza hingga saat ini.
Pada saat yang sama dengan tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya dari beberapa negara Eropa dalam mendukung persidangan PM Israel di Pengadilan Kejahatan Internasional, karena melakukan kejahatan perang dan genosida terhadap warga Palestina di Gaza, negara Irlandia, Spanyol dan Norwegia serentak mengakui negara Palestina merdeka hari Rabu (22/5).
Pada 22 Maret, Spanyol, Irlandia, Malta dan Slovenia mengumumkan dalam pernyataan bersama bahwa mereka telah sepakat untuk mengambil langkah pertama untuk mengakui negara merdeka Palestina.
Spanyol dan Irlandia telah lama menjadi pendukung hak-hak Palestina. Upaya negara-negara Eropa untuk mengakui Palestina dilakukan di saat yang sama dengan semakin banyaknya korban jiwa di Gaza akibat serangan brutal rezim Zionis.
Sejak tanggal 7 Oktober 2023, dengan dalih menghancurkan kelompok perlawanan Palestina, rezim Zionis melancarkan pembantaian besar-besaran di Jalur Gaza dan Tepi Barat terhadap rakyat Palestina, yang mengakibatkan sedikitnya 35,562 warga Palestina gugur syahid dan 79,652 lainnya terluka.
Dalam situasi seperti ini, Pengadilan Kejahatan Internasional mengumumkan pada Senin bahwa setelah penyelidikan lapangan secara rinci, pengadilan ini telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Perangnya atas tuduhan kejahatan perang.
Keputusan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan bersejarah ini mendapat tentangan dan protes dari rezim Zionis dan pendukung terpentingnya, Amerika Serikat. Karena ini adalah pertama kalinya ICC menargetkan pemimpin salah satu sekutu terdekat Amerika.
Keputusan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini diambil ketika kurang dari dua minggu yang lalu, Majelis Umum PBB, setelah bertahun-tahun dihalangi oleh Amerika Serikat, menyetujui sebuah resolusi untuk memajukan “hak dan wewenang” Palestina di lembaga ini.
Sejatinya, komunitas internasional, khususnya Eropa, pada saat kritis ini, dengan mengabaikan Amerika karena dukungannya yang tidak adil terhadap rezim kriminal Israel, sedang mencoba untuk mengakui dan mempromosikan status Palestina di PBB dan memperjuangkan isu kejahatan perang yang dilakukan oleh para pemimpin rezim ini di pengadilan internasional untuk menebus sejarahnya terkait dengan hak-hak bangsa Palestina.
Jika hal ini terjadi, diharapkan dalam waktu yang tidak lama lagi bangsa Palestina akan menikmati sepenuhnya hak asasi manusia di segala bidang, sama seperti negara-negara lain.(sl)