AS Jadikan Dolar sebagai Senjata, Dedolarisasi Terus Menggelinding di Dunia
Menyusul upaya sejumlah negara, terutama Iran dan Rusia untuk menghadapi kebijakan unilateralis Amerika Serikat, dolar dihapus dari transaksi perdagangan kedua negara.
Tehran, Parstoday- Selama beberapa tahun terakhir, kebijakan dolarisasi dalam transaksi global telah diinginkan oleh banyak negara di dunia, terutama negara-negara yang terkena sanksi keuangan ketat dari Amerika Serikat.
Banyak negara di berbagai kawasan di dunia telah mempertimbangkan penggunaan mata uang lain dalam transaksi bilateral yang meluas di level regional dan internasional. Dengan kata lain, penggunaan dolar AS sebagai senjata keuangan telah mempercepat kebijakan dolarisasi dan bergabung dengan banyak negara untuk melakukan diversifikasi investasi pada mata uang alternatif.
Sanksi AS terhadap Rusia setelah pecahnya perang di Ukraina telah mempercepat upaya lebih banyak negara untuk mengurangi ketergantungan mereka terhadap dolar.
Pembentukan kelompok ekonomi yang berbeda untuk bekerja sama dalam dolarisasi
Untuk mempercepat dan meningkatkan kerja sama regional antarnegara dan menerapkan kebijakan dolarisasi, banyak serikat pekerja dan kelompok ekonomi telah membentuk dan mencoba menggunakan mata uang alternatif dalam transaksi mereka selama beberapa tahun terakhir. Dalam hal ini, negara-negara yang tergabung dalam Uni Ekonomi Eurasia secara serius menekankan penghapusan dolar AS dari semua transaksi keuangan dan komersial mereka.
Negara-negara anggota kelompok BRICS juga mengupayakan hal penting ini guna menghilangkan dolar dari transaksi keuangan mereka. Sebab, salah satu tujuan terpenting pembentukan kelompok ini adalah untuk menerapkan kebijakan penggantian dolar dalam transaksinya. Menurut data statistik yang dipublikasikan, saat ini Rusia dan Cina melakukan sekitar 70 persen transaksi ekonomi mereka dengan mata uang nasional.
Di Amerika Latin, Brasil mengikuti gerakan de-dolarisasi. Selain itu, Afrika Selatan, anggota BRICS lainnya, secara aktif mengejar dan mempromosikan pandangan serupa di benua Afrika. Rusia dan Iran juga telah menghilangkan dolar dalam transaksi perdagangan mereka.
Mengurangi pangsa dolar dalam perdagangan internasional
Menurut data komposisi mata uang resmi cadangan devisa yang diterbitkan oleh Dana Moneter Internasional (IMF), porsi dolar dalam cadangan devisa global telah menyusut dari 66 persen pada tahun 2003 menjadi sekitar 58 persen dalam beberapa tahun terakhir.
Kristalina Georgieva, Kepala Dana Moneter Internasional (IMF) menunjukkan bahwa saat ini ada penolakan terhadap dolar AS secara global, dengan mengatakan, "Selama beberapa tahun terakhir, gerakan untuk mengurangi ketergantungan pada dolar telah mendapatkan momentum karena berbagai negara mencari uapaya untuk mengakhiri ketergantungan ekonomi mereka terhadap Amerika,".
Penggunaan dolar Amerika untuk menekan sejumlah negara dengan menjatuhkan sanksi keuangan dan politik selalu menjadi salah satu kebijakan Gedung Putih di kancah internasional. Penggunaan kebijakan ini, terutama dalam beberapa tahun terakhir, untuk memberikan tekanan pada negara-negara sejalan dengan penerapan kebijakan Amerika, telah menyebabkan semakin banyak negara yang berpaling dari dolar.
Dalam konteks ini, Michael Hartnett, ahli strategi perbankan Amerika baru-baru ini memperingatkan,"Menjadikan dolar sebagai senjata dapat menyebabkan degradasi statusnya. Kini, kebijakan pengurangan ketergantungan terhadap dolar telah direncanakan, bahkan oleh negara-negara sekutu Amerika Serikat sendiri."
Belum lama ini, Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan bahwa Eropa tidak boleh bergantung pada ekstrateritorialitas dolar, dan tanpa kemerdekaan strategis, Eropa akan terancam terhapus dari sejarah.
Penguatan yuan terhadap dolar
Salah satu mata uang terpenting yang digunakan dalam perdagangan internasional saat ini adalah Yuan Cina.
Saat ini, sebagian besar perdagangan antara Rusia dan Cina menggunakan yuan. Dalam hal ini, situs Sputnik dalam laporan yang mengutip Alexey Overchuk, Wakil Perdana Menteri Rusia mengumumkan bahwa volume perdagangan antara Rusia dan Cina telah meningkat sebesar 92%, dan perjanjian Perdagangan utama diselesaikan menggunakan mata uang bersama kedua negara, rubel Rusia dan yuan Cina.
Berdasarkan laporan tersebut, neraca perdagangan kedua negara terus meningkat dan mencapai lebih dari 240 miliar dolar pada tahun 2023 dengan peningkatan lebih dari 26%.
Dalam hal ini, Le T Wan, seorang pakar masalah internasional mengatakan, "Salah satu indikator perkembangan kerja sama regional adalah penggunaan mata uang nasional, dimana Cina adalah pemimpin di bidang ini dan sejauh ini memiliki perjanjian dengan lebih dari seratus negara untuk menggunakan mata uang nasional dalam pertukaran perdagangan,".
De-dolarisasi terus berlanjut
Meskipun sebagian besar perdagangan dunia masih menggunakan dolar, dan AS memanfaatkannya sebagai tekanan untuk memukul negara-negara saingan dan musuhnya, namun permasalahan tersebut kini menjadi tantangan serius bagi Washington.
Dengan diversifikasi portofolio mata uang suatu negara, dominasi dolar di dunia akan berakhir; Sebuah isu yang akan melemahkan kekuatan Amerika. Oleh karena itu, banyak pakar dalam negeri telah memperingatkan Washington untuk tidak menggunakan dolar sebagai alat. Pakar keuangan internasional, Alasdair McLeod mengatakan: Amerika menggunakan dolar sebagai senjata.
Amerika mengetahui bahwa sistem keuangan internasional masih belum memiliki alternatif selain dolar, sehingga Amerika memanfaatkan isu ini. Niall Ferguson, sejarawan Amerika dan profesor sejarah di Universitas Harvard, memperingatkan dalam hal ini: Amerika akan mengalami kemunduran dalam keunggulannya dan supremasi di dunia. Spanyol, Perancis dan Inggris sudah berpengalaman.(PH)