Dampak Intervensi AS, Mengapa Eropa Dianggap Kerdil dalam Politik?
(last modified Thu, 24 Oct 2024 04:52:31 GMT )
Okt 24, 2024 11:52 Asia/Jakarta
  • Dampak Intervensi AS, Mengapa Eropa Dianggap Kerdil dalam Politik?

Seorang pakar politik menilai negara-negara Eropa tidak dapat mengambil kebijakan secara independen dari AS mengenai isu penting seperti perang di Ukraina, dan melakukan konfrontasi dengan Tehran mengamini pendekatan yang mirip dengan Washington.

Tehran, Parstoday- Boikot terhadap maskapai penerbangan Iran dan klaim Uni Emirat Arab (UEA) terhadap tiga pulau Iran dengan menggunakan kata “pendudukan” terhadap Tehran dengan tujuan mengalihkan opini publik dunia dari pendudukan yang dilakukan rezim Zionis, yang menunjukkan bahwa babak baru kebijakan anti-Iran di  Eropa telah terbentuk.

Namun alasan mengapa Eropa mengadopsi kebijakan anti-Iran dalam kondisi Asia Barat saat ini adalah fokus wawancara surat kabar Shargh dengan Ali Rezvanpour, profesor universitas dan analis senior isu Eropa, yang akan Anda baca di artikel Parstoday kali ini.

Tampaknya dalam beberapa pekan terakhir, kita telah menyaksikan menguatnya kebijakan anti-Iran dari pihak Eropa, yang di satu sisi diiringi dengan penerapan sanksi terhadap perusahaan penerbangan, dan di sisi lain memberikan dukungan terhadap klaim Uni Emirat Arab atas tiga pulau milik Iran.

Kerasnya pandangan anti-Iran dari pihak orang-orang Eropa sedemikian rupa sehingga mereka menggunakan kata "penjajah" untuk Iran.

Menurut Anda, apa yang menyebabkan eskalasi kebijakan anti-Iran di Eropa dalam beberapa hari terakhir? Apakah masalahnya hanya pada klaim dukungan Tehran terhadap Moskow dalam perang Ukraina, atau ada alasan lain?

Menurut pendapat saya, poros utama penerapan kebijakan anti-Iran di Eropa terletak pada kurangnya independensi politik. Faktanya Uni Eropa sendiri tidak mampu mengambil kebijakan independen berdasarkan kepentingannya terhadap negara lain. 

Mark Eyskens, Menteri Luar Negeri Belgia pada tahun 1990-an, yang juga merupakan perwakilan Uni Eropa dalam kebijakan luar negeri, mengibaratkan Uni Eropa sebagai raksasa ekonomi, tapi kerdil dalam politik. Raksasa ekonomi, karena Uni Eropa dianggap sebagai kekuatan ekonomi setelah Amerika Serikat, Jepang dan Cina. Namun dalam bidang politik luar negeri dan diplomasi, Uni Eropa sepenuhnya tertinggal dari Amerika Serikat. Oleh karena itu, dalam hal-hal yang menyangkut sensitifitas, Uni Eropa berusaha menunjukkan bahwa mereka mempunyai kebijakan yang independen dari Amerika dengan beberapa pernyataan dan pendirian.

Hal ini terjadi di saat Uni Eropa dalam beberapa pekan dan bulan terakhir, dengan klaim yang berulang-ulang mengenai Republik Islam Iran mencoba untuk menodai citra Iran di dunia dengan beberapa tindakan, sikap dan sanksi. Isu yang paling penting adalah tuduhan pengiriman rudal balistik ke Rusia. Hal ini kembali terjadi dalam perang Ukraina, dan masalah yang sama telah mempengaruhi pandangan Uni Eropa tentang kedaulatan Iran atas tiga pulau yang diklaim UEA tersebut, yang melanggar kedaulatan dan integritas wilayah Republik Islam Iran.

Faktanya, karena negara-negara Eropa tidak dapat mengambil kebijakan secara independen dari AS mengenai isu penting seperti perang di Ukraina, mereka melakukan konfrontasi dengan Tehran dengan pendekatan yang mirip dengan pendekatan Washington.

Apakah ini akan memperburuk kesalahan hubungan antara Iran dan Eropa pada pemerintahan Pezeshkian ?

Eskalasi yang terjadi bukanlah kesalahan Iran. sebab Presiden Pezeshkian, baik dalam slogan pemilunya, dalam upacara pelantikan dan pengukuhannya, dan setelah itu berkali-kali dalam pertemuan dan rapat, mengatakan bahwa politik luar negeri pemerintahan ke-14 didasarkan pada tiga prinsip yang sama yang dianut oleh pemimpin besar revolusi Islam, yaitu kehormatan, kebijaksanaan dan kemanfaatan. Berdasarkan ketiga prinsip tersebut, pemerintahan baru akan berupaya mengatur hubungan dengan semua aktor regional dan ekstra-regional.

Oleh karena itu, pemerintah ke-14 akan mengambil keputusannya, bila diperlukan, untuk melindungi kepentingan dan keamanan nasional. Namun untuk melengkapi apa yang saya katakan, tampaknya kebijakan anti-Iran yang dilakukan rezim Zionis dan pemerasan Amerika Serikat telah membuat Eropa tidak mampu menjalankan kebijakan independen berdasarkan rasa saling menghormati terhadap Iran.

Terlepas dari apa yang Anda sampaikan, poin penting dalam hubungan dengan Eropa kembali ke batas waktu Oktober 2025 dan sebelum berakhirnya Resolusi 2231 sebagai penjamin implementasi JCPOA atau mengaktifkan mekanisme pemicu dan mengembalikan 6 resolusi Dewan Keamanan. Kalau begitu, bagaimana Anda melihat hubungan Tehran dan Eropa?

Terkait JCPOA, negara yang menarik diri dari perjanjian ini bukanlah Iran. Namun, jika di sisa waktu yang ada, Eropa, khususnya ketiga negara anggota JCPOA, berupaya mengaktifkan mekanisme pemicu dan mengembalikan resolusi Dewan Keamanan, maka citra mereka akan dipertanyakan.

Mengapa demikian ?

Masalahnya, bukan Tehran yang menarik diri dari JCPOA. Dalam hal ini, Amerika sendiri dengan jelas mengakui bahwa bencana terbesar dalam politik luar negeri era Donald Trump adalah keluarnya diri dari JCPOA, dan itu kebalikan dari apa yang terjadi. Media Amerika menekankan bahwa Pakta Kesepakatan Abad dan normalisasi hubungan Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan dan Maroko dengan rezim Zionis merupakan pencapaian terbesar Donald Trump.

Hal ini adalah poin yang diumumkan oleh Kepentingan Nasional dan setelah penarikan Amerika, Eropa menjadi putus asa dalam melaksanakan komitmen mereka berdasarkan JCPOA. Hingga saat ini, Eropa bukan hanya tidak memenuhi komitmen mereka, tetapi juga mereka sebenarnya menentangnya. Mereka bertindak dan ini merupakan konfirmasi atas poin yang saya sebutkan sebelumnya bahwa Eropa tidak dapat menerapkan kebijakan terpisah secara independen dari Amerika dalam isu apa pun, mulai dari perang di Ukraina hingga JCPOA dan isu-isu sensitif lainnya.

Anda menyebutkan tiga prinsip martabat, kebijaksanaan dan kemanfaatan dalam perpektif Rahbar. Apakah mungkin untuk mengamati peningkatan hubungan dalam bayang-bayang masalah ini?

Seperti yang saya katakan sebelumnya, kebijakan luar negeri pemerintahan Pezeshkian didasarkan pada slogan-slogan Presiden sendiri, berdasarkan tiga prinsip yaitu: kebijaksanaan, kehormatan dan kemanfaatan menurut pendapat Rahbar.

Namun dalam upacara pengukuhan Presiden Masoud Pezeshkian, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran menunjukkan sebuah poin yang sangat penting bahwa kapan pun kepentingan nasional dan keamanan nasional Iran terancam, maka dalam hubungannya dengan Eropa, Amerika, Asia, Afrika, atau di mana pun, maka kita harus menentangnya. Namun, jika setiap negara dan aktor mempunyai usulan dan solusi untuk meningkatkan hubungan dan sejalan dengan kepentingan Iran, maka kita dapat mempertimbangkan kembali hubungan itu.

Secara umum, saya dapat menjawab pertanyaan ini dengan cara berikut: jika Eropa dalam beberapa bulan mendatang hingga Oktober 2025 berupaya untuk mengintensifkan kebijakan anti-Iran mereka dan mengambil tindakan seperti mengaktifkan mekanisme picu dan mengembalikan resolusi Dewan Keamanan PBB, selain itu menghancurkan citra mereka, mereka juga harus menerima tanggung jawab atas konsekuensi tindakan ini.

Namun jika sebaliknya, alih-alih mengintensifkan kebijakan anti-Iran, Eropa punya solusi dalam kerangka perundingan diplomatik dan berdasarkan rasa saling menghormati, maka pemerintahan Pezeshkian pasti akan merespons positif berdasarkan tiga hal yaitu:. prinsip kehormatan, kebijaksanaan dan kemanfaatan. Jadi masa depan hubungan Iran dan Eropa bergantung pada kinerja Eropa sendiri.(PH)

Tags