Hukuman Mati atau Alat Politik: Apa yang Dieksploitasi Trump?
https://parstoday.ir/id/news/world-i177446-hukuman_mati_atau_alat_politik_apa_yang_dieksploitasi_trump
Pars Today – Presiden AS, Donald Trump merilis perintah eksekutif kontroversial yang menyerukan penerapan kembali hukuman mati di Washington, D.C.; sebuah langkah yang tidak hanya memicu reaksi keras dari para ahli hukum dan aktivis sipil, tetapi juga dapat diartikan sebagai bagian dari strategi politiknya untuk memperkuat basis konservatif dan menampilkan citra yang kuat menjelang pemilihan umum mendatang.
(last modified 2025-09-27T11:40:56+00:00 )
Sep 27, 2025 18:39 Asia/Jakarta
  • Donald Trump
    Donald Trump

Pars Today – Presiden AS, Donald Trump merilis perintah eksekutif kontroversial yang menyerukan penerapan kembali hukuman mati di Washington, D.C.; sebuah langkah yang tidak hanya memicu reaksi keras dari para ahli hukum dan aktivis sipil, tetapi juga dapat diartikan sebagai bagian dari strategi politiknya untuk memperkuat basis konservatif dan menampilkan citra yang kuat menjelang pemilihan umum mendatang.

Seperti dilaporkan Pars Today, Donald Trump seraya menandantangani sebuah perintah eksekutif presiden, memerintahkan Jaksa Agung dan jaksa AS untuk Distrik Columbia (Washington, D.C.) untuk sepenuhnya menerapkan undang-undang hukuman mati federal “guna mencegah dan menghukum kejahatan paling serius” di ibu kota.

 

Presiden AS menggambarkan keputusan tersebut sebagai bagian dari strategi politik dan hukum untuk memerangi kejahatan di ibu kota AS. Laporan menunjukkan bahwa tingkat kejahatan, terutama pembunuhan, telah mencapai tingkat tertinggi dalam beberapa tahun terakhir di kota tersebut. Situasi ini telah menimbulkan kekhawatiran tentang keselamatan publik, terutama di lingkungan yang bermasalah. Trump, yang menekankan kebijakan yang tegas, bermaksud menerapkan hukuman mati sebagai alat untuk mencegah kejahatan serius.

 

Meskipun Washington, D.C. secara tradisional dikuasai oleh Partai Demokrat dan memiliki kebijakan liberal, rencana untuk mengembalikan hukuman mati ke kota tersebut dapat membantu meraih dukungan dari pemilih konservatif di ibu kota atau bahkan di seluruh negeri. Langkah ini juga dipandang sebagai simbol otoritarianisme dan pendekatan yang tegas terhadap kejahatan, sejalan dengan citra politik Trump sebagai pemimpin yang menjunjung tinggi "hukum dan ketertiban".

 

Pada akhirnya, usulan tersebut bisa jadi merupakan upaya untuk memengaruhi kebijakan federal. Sebagai ibu kota negara, Washington, D.C., memiliki tempat yang simbolis, penerapan hukuman mati di sana dapat mengirimkan pesan yang kuat ke seluruh Amerika Serikat, bahkan dunia.

 

Tentu saja, keputusan ini akan menghadapi tantangan. Washington, D.C., berada di bawah kendali langsung Kongres AS karena statusnya yang unik sebagai distrik federal. Karena hukuman mati dilarang di kota tersebut, penerapannya kembali memerlukan perubahan undang-undang melalui Kongres atau perintah eksekutif federal. Proses ini dapat menghadapi penolakan dari pejabat lokal, kelompok hak asasi manusia, dan bahkan gugatan hukum. Organisasi seperti American Civil Liberties Union (ACLU) kemungkinan akan mengajukan gugatan hukum terhadap kebijakan tersebut, dengan alasan bahwa hukuman mati melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia atau Amandemen Kedelapan (larangan hukuman yang kejam).

 

Keputusan ini juga dapat berujung pada polarisasi lebih besar masyarakat Amerika Serikat. Di Washington D.C. yang mayoritas penduduknya adalah keturunan Afrika, hukuman mati adalah isu sangat sensitif mengingat sejarah diskriminasi dalam pelaksanaannya. Riset menunjukkan bahwa hukuman ini diterapkan secara tidak tepat terhadap minoritas. Hasilnya, kembalinya pelaksanaan hukuman mati di Washington D.C dapat memicu protes jalanan dan tensi sosial.

 

Dewan Kota Washington, D.C., yang mayoritas berhaluan Demokrat, kemungkinan besar akan menentang keras keputusan tersebut. Meskipun kekuasaan lokal di kota tersebut dibatasi oleh Kongres, penentangan semacam itu dapat memicu ketegangan antara pejabat lokal dan federal. Hal ini dapat mengakibatkan menurunnya kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga pemerintah di ibu kota AS.

 

Selain itu, penerapan hukuman mati membutuhkan infrastruktur khusus, termasuk protokol peradilan, fasilitas penegakan hukum, dan prosedur khusus, yang membutuhkan biaya finansial dan logistik yang signifikan dan dapat menimbulkan kontroversi.

 

Bagaimanapun, usulan Trump untuk mengembalikan hukuman mati ke Washington, D.C., berakar pada upayanya untuk memerangi kejahatan, meraih dukungan politik, dan memproyeksikan kekuasaan. Namun, kebijakan tersebut diperkirakan akan menghadapi berbagai kendala hukum, sosial, dan politik. Kebutuhan akan persetujuan Kongres, penolakan dari pejabat lokal, dan potensi protes dari kelompok hak asasi manusia merupakan beberapa kendala dan tantangan tersebut.

 

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa janji untuk mengembalikan hukuman mati ke ibu kota AS harus disejajarkan dengan beberapa janji presiden lainnya yang belum terlaksana. (MF)