Amerika Tinjauan dari Dalam 27 Oktober 2018
Peristiwa penting yang terjadi minggu lalu di Amerika Serikat salah satunya adalah pengakuan Presiden Donald Trump bahwa dirinya merupakan figur yang dibenci oleh dunia. Trump mengaku, ia dibenci karena kebijakan-kebijakan anti-migran yang diambilnya. Namun pada sebuah acara kampanye di Houston, Trump menjustifikasi kebijakan anti-migrannya.
Trump Akui Dirinya Dibenci Dunia
Menurut presiden Amerika itu, imigran adalah faktor pemicu timbulnya masalah pengangguran dan ketidakamanan di Amerika sehingga hal ini memaksanya untuk melarang para imigran masuk ke negara itu.
Meski kebijakan anti-migrannya menuai protes dan penentangan luas di dalam negeri, Trump mengklaim bahwa upayanya di bidang ekonomi dan keamanan cukup berpengaruh positif. Menurutnya lagi, bertambahnya jumlah imigran gelap yang masuk ke Amerika disebabkan daya tarik perekonomian negara ini yang kuat.
Gedung Putih aktif melakukan upaya menerapkan kembali kebijakan memisahkan orangtua imigran dari anak-anak mereka di perbatasan Meksiko-Amerika. Namun beberapa pejabat senior Washington mengaku, di bulan Mei dan Juni 2018 tidak ada program untuk menghidupkan kembali kebijakan pemisahan keluarga imigran. Penerapan kebijakan ini di masa lalu memicu reaksi politik luas, dan pengadilan federal memerintahkan penyatuan kembali keluarga-keluarga imigran tersebut.
Trump Klaim Kebijakan Tarifnya Berhasil
Hal menarik lain yang terjadi di Amerika pekan lalu adalah klaim Donald Trump soal prestasi-prestasi yang dicapainya di bidang finansial berkat penerapan kebijakan tarif barang-barang impor. Trump mengatakan, perang dagang yang dilancarkannya menyebabkan Amerika semakin kaya.
Di laman Twitternya, Trump menulis, karena kebijakan tarif, miliaran dolar masuk ke kas negara ini atau sedang dalam proses masuk ke rekening negara. Menurut Trump dalam waktu dekat akan digelar sejumlah perundingan yang sangat baik dan jika ada negara yang tidak mau menandatangani kesepakatan dagang yang adil dengan Amerika, maka negara itu akan terkena kebijakan tarif.
Hal ini akan membuka lapangan pekerjaan dan membuat korporasi Amerika bergeliat, dan negara ini akan kembali dihormati. Dalam kerangka kebijakan pro-ekonominya, Trump meningkatkan tarif setiap komoditas dan produk impor yang masuk ke Amerika dan secara praktis memasuki perang dagang dengan banyak kekuatan ekonomi dunia.
Penerapan tarif 25 dan 10 persen untuk baja dan alumunium bukan hanya membangkitkan protes luas dari sekutu-sekutu dagang Amerika saja, bahkan memaksa mereka mengambil langkah balasan dengan menerapkan tarif baru atas beberapa komoditas impor dari Amerika.
Ini berarti pecahnya perang dagang yang terus meluas terutama karena aksi saling balas Cina dan Amerika dalam beberapa bulan terakhir. Negara-negara Eropa khususnya Jerman yang perekonomiannya bertumpu pada ekspor, dikarenakan kebijakan dan langkah dagang Trump, terpaksa ikut menderita kerugian yang cukup besar.
Pada 30 September 2018, Amerika bersama Kanada dan Meksiko merevisi Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara, NAFTA yang sudah berusia 25 tahun di antara ketiga negara itu, serta memperbarui dan menggantinya dengan Perjanjian Amerika Serikat-Meksiko-Kanada (USMCA).
Secara umum langkah Trump khususnya visi jangka panjang perang dagang dengan Cina, telah memicu banyak kekhawatiran di dunia terkait dampak berbahaya konflik dagang Amerika dengan negara lain selain Cina. Dana Moneter Internasional, IMF memperingatkan, perang dagang Amerika-Cina akan membuat dunia semakin miskin dan berbahaya.
Direktur Pelaksana IMF, Christine Lagarde meminta para pemimpin dunia untuk lebih memusatkan perhatian pada reformasi sistem perdagangan global dan membicarakan upaya untuk mencegah terputusnya reformasi tersebut, daripada menggunakan senjata tarif dan proteksionisme.
Situasi perdagangan global saat ini dan upaya Trump menciptakan ketegangan yang lebih besar di bidang ini, menimbulkan kekhawatiran Jerman sebagai pemain ekonomi besar di Eropa.
Trump tidak pernah puas dalam mengungguli pesaing-pesaingnya, ia bahkan terus mengumbar ambisinya. Ia melakukannya lewat tekanan-tekanan dengan berbagai cara seperti peningkatan tarif. Realitasnya perang dagang merupakan salah satu ciri khas paling menonjol dari pemerintahan Trump.
Presiden AS Tolak Hentikan Ekspor Senjata ke Saudi
Pekan lalu, Presiden Amerika, Donald Trump membela penuh penjualan senjata ke Arab Saudi meski kasus pembunuhan wartawan pengkritik pemerintah Riyadh, Jamal Khashoggi sudah terungkap. Trump bahkan berusaha menjustifikasi kasus ini dan mengatakan, pembunuhan Khashoggi tidak direncanakan.
Pada Senin (22/10/2018) malam waktu Amerika, saat melakukan wawancara khusus dengan USA Today, Trump menolak menghentikan penjualan senjata ke Saudi pasca terungkapnya pembunuhan Khashoggi.
Trump menuturkan, ada cara lain untuk menghukum Saudi. Presiden Amerika menambahkan, penjelasan pemerintah Saudi tentang pembunuhan Khashoggi meragukan, tapi saya menentang segala bentuk manuver yang ingin menghentikan penjualan senjata ke negara itu.
Menurut Trump, Khashoggi tidak secara sengaja ditarik ke kantor konsulat Saudi di Istanbul Turki untuk dibunuh. Sikap Trump ini mirip dengan sikap pemerintah Saudi yang mengklaim bahwa Khashoggi tewas dalam sebuah perkelahian.
Presiden Amerika terkait penjualan senjata ke Saudi kembali menyinggung minat Rusia dan Cina untuk menandatangani kontrak ini dan mengatakan, gambaran yang lebih luas harus diambil terkait Saudi dan kepentingan Amerika dalam jual- beli senjata dengan Riyadh juga harus diperhatikan.
Salah satu anggota DPR Amerika dari Partai Demokrat, Joaquin Castro mengabarkan keterlibatan menantu Donald Trump, Jared Kushner dalam pembunuhan Khashoggi di Istanbul.
Ia menegaskan, Kushner memasukkan nama Khashoggi dalam daftar musuh Saudi. Pejabat keamanan Amerika sebelumnya pernah memperingatkan hubungan dekat menantu Trump itu dengan putra mahkota Saudi.
Senator Demokrat, Elizabeth Warren mengatakan, Amerika dan seluruh dunia menunjukkan reaksinya atas pembunuhan ini, namun sepertinya Trump tidak ingin melakukan hal yang sama.
Trump dalam statemen terbarunya di Gedung Putih, mengalihkan kasus pembunuhan Khashoggi ke isu pelanggaran hak asasi manusia di Iran dan menyebut Timur Tengah sebagai "bagian menjijikan dari dunia", nasty part of the world.
Sebelumnya Presiden Amerika juga menunjukkan pembelaan atas Saudi dan menganggapnya sebagai sekutu yang sangat baik. Ia mengatakan, mereka (Saudi) dibandingkan Israel sangat membantu kami.
Keluarnya AS dari INF
Keluarnya Amerika dari Traktat Intermediate-Range Nuclear Forces Treaty, INF memicu protes luas dari negara-negara dunia. Langkah Trump ini dilakukan dalam kerangka strategi umumnya untuk keluar dari perjanjian-perjanjian dunia dan kali ini di bidang militer. Diprediksikan bahwa langkah ini akan berdampak destruktif bagi perdamaian dan keamanan internasional.
Dalih utama Amerika keluar dari traktat strategis dan sangat penting ini adalah pelanggaran isi traktat oleh Rusia. Washington menuduh Moskow telah mengembangkan dan menempatkan sistem rudalnya dalam beberapa tahun terakhir dan ini bertetangan dengan isi INF. Tapi Rusia membantah tegas tuduhan Washington itu dan menegaskan pelanggaran Amerika terhadap INF.
Penasihat keamanan nasional Gedung Putih, John Bolton berangkat ke Rusia untuk melakukan negosiasi terkait sejumlah masalah termasuk keluarnya Amerika dari INF dengan pejabat Rusia. Di Moskow, Bolton menyinggung sebuah poin yang mungkin saja dapat menjadi alasan nyata keluarnya Amerika dari INF.
Bolton mengatakan, kesepakatan terkait angkatan nuklir jarak menengah, INF sudah dibicarakan dengan pejabat Rusia, kami meyakini bahwa keputusan untuk tetap berada di traktat ini tidak mungkin hanya melibatkan Amerika dan Rusia saja.
Penasihat keamanan nasional Amerika juga menyinggung soal Cina yang dalam beberapa tahun terakhir berusaha menciptakan doktrin militer baru bukan hanya memodernisasi dan meningkatkan kemampuan angkatan bersenjatanya saja, bahkan mengembangkan berbagai jenis rudal balistik dan rudal jelajah jarak pendek dan menengah di industri militernya.
Menurut Bolton, tujuan Cina adalah menciptakan unit pasukan rudal yang besar dan mampu menghadapi ancaman Amerika khususnya di Laut Cina Selatan, LCS. Dalam pernyataan Trump terkait keluarnya Amerika dari INF secara terbuka disinggung ancaman rudal Cina. Trump mengatakan, Amerika akan mengembangkan senjata nuklir, kecuali jika Rusia dan Cina menghentikan pengembangan senjata nuklirnya.
Jawaban Cina atas tuduhan Trump ini jelas, bahwa negara itu mengembangkan rudal untuk melindungi keamanan dan kepentingan nasionalnya, serta mencegah ancaman militer Amerika yang terus meningkat di kawasan Asia Pasifik. Dengan demikian traktat angkatan nuklir jarak menengah yang selama lebih dari 30 tahun menurunkan ancaman nuklir di Eropa, harus dianggap selesai. []