Tawaran Trump Mediasi Konflik India-Pakistan
-
Presiden AS, Donald Trump dan PM Pakistan, Imran Khan
Pemerintah India menentang usulan presiden AS tentang mediasi konflik antara negaranya dengan Pakistan dalam masalah wilayah Kashmir.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri India, Raveesh Kumar menanggapi pernyataan Presiden AS Donald Trump mengenai mediasi antara New Delhi dan Islamabad untuk menyelesaikan perselisihan tentang Kashmir, dengan mengatakan perselisihan antara New Delhi dan Islamabad akan diselesaikan melalui aturan bilateral, dan tidak ada permintaan resmi yang disampaikan pemerintah AS kepada Perdana Menteri India, Narendra Modi mengenai usulan mediasi tersebut.
Presiden Donald Trump, hari Senin (21/7), mengatakan dirinya siap menjadi mediator penyelesaian masalah Kashmir antara India dan Pakistan yang disampaikan dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Pakistan Imran Khan di Washington.
Sebelum Trump, masalah mediasi konflik antara India dan Pakistan, terutama mengenai Kashmir telah diusulkan berulangkali oleh berbagai aktor. Turki, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Norwegia termasuk di antara para aktor yang telah mengajukan mediasi dalam beberapa tahun terakhir, tetapi proposal-proposal ini tidak pernah muncul ke permukaan. Alasan utamanya karena penolakan India terhadap mediasi atau masuknya aktor pihak ketiga dalam perselisihan negaranya dengan Pakistan.
Pendekatan ini bertentangan dengan sikap Pakistan, yang telah berulangkali berusaha membuka jalan bagi aktor-aktor lain untuk memediasi perselisihannya dengan India selama beberapa dekade terakhir.

Pada tahap saat ini, oposisi India terhadap saran Donald Trump tampaknya melanjutkan pendekatan New Delhi lama, yang menganggap satu-satunya solusi untuk penyelesaian konflik India dan Pakistan dengan menempatkannya sebagai isu bilateral, bukan isu internasional.
Berbagai fakta menunjukkan bahwa pernyataan kontroversial Trump tentang berbagai masalah direaksi oleh berbagai pihak, termasuk India dengan mengabaikan sarannya.
Tampaknya, langkah Amerika Serikat ini tidak bisa dilepaskan dari kegagalannya di Afghanistan dan upaya menggandeng kembali Pakistan yang dipandang sebagai pendukung Taliban demi kepentingan Washington.
Pakar Pakistan Abbas Fayaz, mengatakan, "Pihak Amerika tahu benar bahwa Pakistan memiliki infiltrasi informasi dan kontak yang luas dengan berbagai kelompok yang menentang pemerintah Afghanistan. Sebagian pejabat AS mengakui bahwa negaranya tidak akan berhasil di Afghanistan tanpa bantuan Pakistan. Oleh karena itu, Amerika Serikat berusaha mempertahankan hubungan dengan Islamabad,".
Selain itu, perilaku anti-India yang ditunjukkan AS baru-baru ini di arena bisnis dan pengenaan kenaikan tarif beberapa barang impor dari India ke AS telah memperburuk hubungan New Delhi dengan pemerintah AS saat ini.
Majalah Foreign Policy menulis, "Terlepas dari janji Donald Trump untuk membangun hubungan persahabatan dengan India, tapi pendekatan lebih ketat Trump, dan beberapa perselisihan antara kedua negara tentang masalah iklim, hubungan dengan negara-negara Muslim dan lainnya menyebabkan hubungan intens kedua negara terancam,".
Pada saat yang sama, posisi mediator harus netral dan tidak berpihak demi menghasilkan kesepakatan dan solusi konflik. Padahal, Amerika Serikat jelas memiliki kepentingan besar di Asia Selatan dan bukan aktor yang netral. Selama bertahun-tahun, Washington menutup mata terhadap pembunuhan warga Kashmir yang tidak berdaya.
Dari perspektif ini, jelas kiranya bahwa prakarsa mediasi Trump dalam masalah Kashmir adalah saran yang tidak akan menghasilkan solusi komprehensif, bahkan jika India dan Pakistan menerimanya. Sebab, semua tawaran tersebut masih mengabaikan posisi penting rakyat Kashmir sebagai salah satu pihak utamanya. (PH)