Ketika Ekstremis Tunggangi Konflik Karabakh
Rusia berulangkali mengingatkan ancaman munculnya milisi ekstremis dalam konflik di Nagorno-Karabakh.
Direktur Dinas Intelejen Luar Negeri Rusia, Sergei Naryshkin mengatakan bahwa Nagorno-Karabakh bisa menjadi pangkalan bagi militan ekstremis untuk menyerang Rusia. Oleh karena itu, Rusia terus mendesak Azerbaijan dan Armenia segera mengakhir konflik.
"Konflik ini menarik orang-orang dari Asia Barat sebagai tentara bayaran dan teroris. Kita berbicara tentang ratusan atau bahkan ribuan ekstremis yang memasuki arena perang baru ini dengan harapan menghasilkan uang," kata Naryshkin. Sebelumnya, Prancis dan Armenia menuding Turki terlibat dalam pengiriman teroris Suriah ke Republik Azerbaijan yang dibantah keras oleh Baku dan Ankara.
Pernyataan keras pejabat senior keamanan Rusia mengenai kehadiran ratusan elemen ekstremis di Nagorno-Karabakh mengindikasikan kekhawatiran Moskow terhadap ancaman keamanan konflik ini yang akan menjalar mengancam keamanan nasionalnya.
Pada saat yang sama, Ankara yang kini menjadi pendukung serius Baku dalam perang tersebut, tidak berniat untuk mengakhiri aksinya yang berpotensi menjadi ancaman serius bagi negara tetangga Republik Azerbaijan, termasuk Rusia dan Iran.
Menurut pakar politik Mohammad Ali Dastmali, Turki berupaya memperkuat hubungan politik, ekonomi dan pertahanan dengan Republik Azerbaijan demi kepentingannya sendiri, terutama kepentingan geopolitiknya yang memanfaatkan Azerbaijan sebagai pemasok gas bagi negaranya.
Rusia terus menghadapi ancaman teroris dari para ekstremis di kawasan Kaukasusnya, yang terkadang melakukan serangan teroris di kota-kota seperti Moskow dan St. Petersburg. Selain itu, salah satu tujuan utama kehadiran militer Rusia di Suriah sejak September 2015 untuk memerangi kelompok teroris Takfiri, yang banyak di antaranya merupakan warga negara Rusia maupun negara Asia Tengah dan Kaukasus. Selama ini kembalinya mereka ke negara asalnya telah menimbulkan masalah besar di bidang keamanan.
Dengan pertimbangan keamanan dan konsekuensi dari perang baru di Nagorno-Karabakh, Rusia menyerukan gencatan senjata dan mengakhiri konflik secepat mungkin. Ratusan orang telah terbunuh di kedua pihak yang berperang. Dalam hal ini, Presiden Rusia Vladimir Putin hari Rabu (7/101/2020) mengatakan bahwa Moskow menginginkan gencatan senjata di wilayah Nagorno-Karabakh yang disengketakan secepat mungkin.
Namun, masalah saat ini tidak ada prospek untuk mengakhiri perang. Pada saat yang sama, masuknya lebih banyak elemen ekstremis ke Kaukasus dari Turki memicu ancaman keamanan baru akan terbentuk di kawasan.(PH)