Mar 13, 2021 10:43 Asia/Jakarta

Unilateralisme dan pengabaian terhadap institusi internasional, terutama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada masa kepresidenan mantan Presiden AS Donald Trump telah melemahkan organisasi ini dan Piagam PBB.

17 negara anggota PBB sekarang telah membentuk koalisi baru yang bertujuan untuk mempromosikan Piagam PBB dan melawan tindakan pemaksaan sepihak.

Perwakilan Tetap Aljazair, Angola, Belarusia, Bolivia, Kamboja, Cina, Kuba, Korea Utara, Eritrea, Iran, Laos, Nikaragua, Otoritas Palestina, Rusia, Saint Vincent and The Grenadines, Suriah dan Venezuela untuk PBB dalam sebuah surat mewakili perwakilan tetap negara-negara anggota PBB telah secara resmi mengumumkan keputusannya untuk memulai pembentukan "Kelompok Sahabat Pembela Piagam PBB" (Group of Friends in Defense of the Charter of the United Nations).

Gedung PBB

Surat itu juga meminta negara lain untuk bergabung dengan grup tersebut. Anggota kelompok baru ini dari berbagai benua percaya bahwa multilateralisme, yang merupakan inti dari Piagam PBB, sekarang berada di bawah serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang pada gilirannya mengancam perdamaian dan keamanan dunia.

Negara-negara ini mengacu pada Amerika Serikat, yang selama era Trump, dalam kerangka slogan "America First", mengambil pendekatan yang sama sekali mengabaikan institusi internasional. Di samping melanggar berbagai norma dan hukum internasional, negara ini justru memilih keluar dari organisasi-organisasi internasional seperti UNESCO, Dewan Hak Asasi Manusia dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Pemerintahan Trump telah keluar dari berbagai perjanjian dan traktat internasional seperti Perjanjian Iklim Paris, kesepakatan JCPOA, dan perjanjian kontrol senjata seperti Perjanjian Kekuatan Nuklir Jangka Menengah (INF) dan Perjanjian Langit Terbuka (Open Skies), dengan mengklaim demi kepentingan AS.

"Salah satu alasan untuk ini adalah Amerika Serikat merasa lebih unggul. Mereka sekarang menganggap dirinya sebagai negara adidaya dunia dan percaya bahwa semua interaksi dan hubungan internasional harus di bawah definisi dan garis kebijakan mereka," ungkap Hassan Lasjerdi, pakar politik, mengacu pada pendekatan unilateralis AS.

Pendekatan Washington ini memicu kecaman internasional yang meluas dari negara-negara saingan dan penentang hegemoni AS. Pemerintahan Trump juga telah menggunakan sanksi sebagai alat penekan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap negara lain. Dengan menjatuhkan sanksi sepihak dan tekanan serta hukuman pada negara lain, telah menyebabkan badan-badan PBB untuk menangani krisis serta Dewan Keamanan sebagai badan internasional untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional tidak dapat menjalankan tugasnya.

Gagasan melawan unilateralisme dikemukakan oleh seumlah negara, seperti Iran, Rusia, Kuba, Korea Utara, Venezuela, Palestina, dan Suriah. Pada Februari 2019, Jorge Arreaza, Menteri Luar Negeri Venezuela bersama duta-duta besar Rusia, Iran, Suriah, Cina, Palestina sebagai Ketua Kelompok 77, Bolivia, negara-negara Afrika dan Asia melawan Dewan Keamanan dengan mengumumkan pembentukan kelompok penting dari anggota PBB yang menekankan penghormatan terhadap prinsip-prinsip organisasi ini.

Sekarang, dua tahun kemudian, pembentukan koalisi baru untuk melawan unilateralisme dan pengabaian Piagam PBB menunjukkan tekad internasional yang berkelanjutan untuk melawan tindakan sepihak oleh Barat, khususnya Amerika Serikat.

Donald Trump dan slogan America First

Tentu saja, pemerintahan baru AS mengklaim bahwa mereka telah meninggalkan pendekatan pemerintahan Trump dan berusaha untuk membalikkan tindakannya. Namun dalam praktiknya, masih harus dilihat sejauh mana Washington menganut slogan ini. Sebagaimana pemerintah Biden sekarang menolak untuk kembali ke JCPOA tanpa syarat dan mencabut sanksi yang menindas terhadap Iran, serta memberlakukan kondisi baru dalam hal ini. Kenyataan ini menunjukkan bahwa Washington belum meninggalkan pandangan Trump tentang dunia.

Tags