Ketika Pengadilan AS Mengirim Surat Gugatan kepada Bin Salman
Pengadilan AS telah mengeluarkan gugatan bagi Putra Mahkota Saudi atas pembunuhan brutal terhadap jurnalis Saudi yang kritis, Jamal Khashoggi. Democracy for the Arab World Now atau DAWN bersama Hatice Cengiz, tunangan Khashoggi telah berhasil meneruskan gugatan kepada Bin Salman, yang dikeluarkan oleh pengadilan Distrik Columbia.
Gugatan terhadap Putra Mahkota Saudi menuduh Mohammed bin Salman melakukan persekongkolan, dan perencanaan untuk menculik, mengikat, membius, menyiksa, dan membunuh jurnalis Saudi yang tinggal di Amerika Serikat tersebut, di dalam kantor Konsulat Saudi di Istanbul, Turki.
Terlepas dari klaim oleh Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman bahwa dia mencoba menampilkan dirinya sebagai simbol reformasi di negara itu, perintah pembunuhan Khashoggi dipandang sebagai simbol pendekatannya yang tidak manusiawi.
Pasca pembunuhan Khashoggi, pemerintahan Trump sengaja berusaha mengabaikan peran Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman dalam pembunuhan jurnalis kritis ini demi kepentingan ekonomi dan strategis AS. Namun pemerintahan Presiden Demokrat Joe Biden telah mengkritik catatan hak asasi manusia Arab Saudi, termasuk pembunuhan Khashoggi.
Sebuah laporan intelijen AS yang dirilis pada 26 Februari menyatakan bahwa Mohammed bin Salman telah mengkonfirmasi operasi di Istanbul untuk menangkap atau membunuh Jamal Khashoggi. Laporan tersebut menyatakan bahwa ini dilakukan atas perintah langsung Putra Mahkota Saudi dan dengan kerja sama pengawal dan penasihat utamanya.
Namun, tetap saja pemerintah AS telah menolak untuk memasukkan Putra Mahkota Saudi dalam daftar tindakan hukumannya, dan Putra Mahkota Saudi sejauh ini dapat menghindari konsekuensi dari kejahatannya.
Masalah penting sekarang adalah bahwa meskipun sikap keras awal Biden dan anggota senior pemerintahannya dalam mengutuk pembunuhan Khashoggi, tapi pertimbangan politik, ekonomi dan strategis kini telah membuat pemerintah Biden menahan diri untuk tidak berurusan dengan bin Salman. Sikap ganda ini mencerminkan sifat munafik dari pembelaan Biden terhadap hak asasi manusia.
Joe Biden baru-baru ini dalam sikap yang belum pernah terjadi sebelumnya dan keluar dari sikap diplomatik dengan mudah menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai pembunuh dan tidak berjiwa. Namun berbeda dalam menyikapi Bin Salman, Biden tidak pernah menyebutnya sebagai pembunuh meskipun fakta bahwa peran utama bin Salman dalam pembunuhan Khashoggi telah dikonfirmasi.
"Biden tidak menyebut Salman sebagai pembunuh karena dia tidak diizinkan," kata Douglas MacGregor, penasihat senior Pentagon untuk pemerintahan Trump.
Dalam wawancara dengan televisi ABC pada Rabu (17/03/2021), Biden mengatakan dia tidak menyebut Putra Mahkota Saudi sebagai pembunuh karena Arab Saudi adalah sekutu Amerika Serikat. Biden juga mengatakan bahwa Arab Saudi sedang melakukan "daftar dari hal-hal" yang diharapkan Washington.
"Saya yakin nomor satu dalam daftar tuntutan Washington dari Riyadh adalah membeli senjata dari kami," kata Pierre Sprey, mantan analis Pentagon.
Dalam masalah yang lain, meskipun pemerintah Biden untuk sementara menangguhkan pengiriman senjata ke Arab Saudi karena perang brutal koalisi Saudi di Yaman, tapi pembatasan ini hanya berlaku untuk senjata "ofensif".
Terlepas dari klaim hak asasi manusia pemerintahan Biden, pertimbangan strategis serta keuntungan finansial besar Amerika Serikat dari penjualan senjata ke rezim Saudi mencegah sikap apa pun terhadap Mohammed bin Salman.
Ini masuk akal mengingat pangsa pasar senjata AS di Saudi. Arab Saudi membeli sekitar 25 persen dari total ekspor senjata AS.