Sisi Lain Identitas Perempuan Iran
Beberapa waktu lalu musuh dengan kekuatan dan fasilitas penuh melancarkan perang hibrida dan kognitif menarget kekuatan persepsi, dan menargetkan tanah dan peradaban Iran yang kuat dengan imajinasi kasarnya dalam ilusi revolusi perempuan.
Musuh melancarkan aksinya dengan mengatasnamakan perempuan, kehidupan dan kebebasan !....Padahal mereka tidak memahami identitas perempuan Iran, tidak pula jiwanya yang bebasa dan juga kebebasannya...
Selama keributan peran media ini, suara sejati perempuan muslim Iran tidak terdengar...
Ketika wanita Iran memainkan peran terindah dan abadi dalam topeng yang ditinggalkan oleh pendahulunya, di gurun bioskop pasca-revolusioner, dan ketika dia dengan bangga terbang di atas panggung juara dunia, dan ketika dia mencari masalah ilmiah terbesar di dunia, suaranya tidak terdengar di dunia!
Suara muslimah Iran tidak terdengar; Karena peradaban Barat tidak menginginkan kembalinya perempuan ke asal mereka.
Suara perempuan muslim Iran tidak terdengar; Karena sistem baru global tidak senang menyaksikan ideologi baru pemerintahan, gaya hidup dan pembangunan peradaban.
Ini adalah sebagian statemen yang diumumkan seniman perempuan Iran yang mewakili komunitas besar perempuan Iran, berdiri teguh di bawah bendera Iran dan tidak akan mengijinkan kontroversial palsu sejumlah wajah akan menghapus wajah mulia dan sukses perempuan Iran.
Kini setelah melewati berbagai kendala dan konspirasi, meski harus dibayar mahal serta korban dari sejumlah pemuda, tapi ini menunjukkan sistem Islam adalah pemerintahan sipil yang bertumpu pada keyakinan ilahi dan Islami, di mana kaum perempuan dan laki-laki bertekad untuk menjaganya dan memperkuatnya. Memperingati 44 tahun kemenangan Revolusi Islam, kita memiliki pandangan beragam terkait isu perempuan dan identitas mereka.
Sejarah adalah bukti bahwa dengan kemenangan Revolusi Islam, babak baru kehidupan dan kehadiran perempuan di masyarakat dimulai. Sistem Republik Islam Iran menganggap kehormatan dan pencapaiannya yang paling penting untuk memberikan identitas kepada perempuan, dan ini berasal dari budaya manusia Islam, yang menyuruh laki-laki dan perempuan untuk memainkan peran sosial dengan manifestasi kebajikan manusia, dan untuk memasuki masyarakat bagi laki-laki atau perempuan tidak ada kata peran pertama atau kedua.
"Banu-e Amin" Esfahani adalah contoh seorang wanita Muslim yang mengajar filsafat dan fikih. Pada saat yang sama ketika ia belajar di Inggris, mereka tidak memberinya gelar akademik, yaitu sampai tahun 1947- dia mendapat izin ijtihad dari mujtahid tingkat pertama dalam Islam saat itu.
Dalam 43 tahun setelah kemenangan gemilang Revolusi Islam, upaya dilakukan untuk menggunakan sebanyak mungkin bakat intelektual dan potensi wanita yang sangat besar untuk kemajuan dirinya dan masyarakat. Imam Khomeini, bapak pendiri Republik Islam Iran sejak awal menekankan kehormatan dan posisi penting perempuan, dan menila perempuan sebagai sarana pertumbuhan dan keunggulan masyarakat dan bangsa, dan dia yakin bahwa jika wanita di masyarakat berusaha untuk melindungi hak-hak mereka dan melindungi jilbab dan kesucian mereka, laki-laki murni akan muncul dari dalam masyarakat ini. Dan jika wanita pemberani dan pembangun manusia diambil dari bangsa, masyarakat akan mengalami kegagalan dan degradasi. Imam menekankan untuk menjaga keislaman dan urusan kemanusiaan perempuan, namun ia tidak melihat persoalan ini sebagai hambatan bagi kehadiran perempuan di arena sosial.
Menurutnya, perempuan tidak bisa memainkan peran utama dan konstruktif dalam meningkatkan spiritualitas masyarakat tanpa hadir di lapangan sosial. Dalam proses revolusi, Imam mempraktikkan ide-ide Islamnya. Marzieh Hadidchi yang dikenal sebagai "Dabbaq" adalah salah satu wanita militan dan aktif yang bersinar bersama Imam Khomeini sebagai wanita Muslim yang hadir di masyarakat. Selama pemerintahan Republik Islam, ia menempati posisi penting seperti komandan IRGC Hamedan, anggota parlemen, mengajar di universitas dan berpartisipasi dalam organisasi pelayanan. Mengenakan hijab Islami, Dabbaq bersama tiga orang delegasi Imam Khomeini yang terpilih untuk menyampaikan surat bersejarahnya kepada para pemimpin bekas Uni Soviet.
Dalam budaya Islam, keluarga merupakan tempat pendidikan manusia yang pertama dan terpenting, tempat munculnya emosi manusia dan pilar utama masyarakat. Jika wanita dalam masyarakat dapat mencapai kesempurnaan ilmu dan spiritual serta moral yang telah dianggap sama oleh Tuhan dan agama samawi bagi semua manusia, pengasuhan anak akan lebih baik, lingkungan keluarga akan lebih hangat dan murni, dan masyarakat akan maju. Oleh karena itu, setelah revolusi Islam, wanita Muslim Iran mendapatkan kembali tempat utama kehidupan pertama di institusi keluarga dan ke arah konsolidasi pusat ini, dan kemudian di arena sosial.
Dengan demikian di pemerintahan Republik Islam, isu gender dimanfaatkan untuk menjadikan manusia semakin sempurna dan menurut ungkpaan Rahbar, "Kekuatan iman telah membuat jalur perjuangan besar bagi perempuan Iran dan muncul fenomena mencengangkan dari kehadiran berani dan penuh pengorbanan serta inovatif mereka di berbagai medan yang sulit..."
"....Mulai dari demonstrasi di hari-hari revolusi Islam hingga era perang pertahanan suci yang tak terlupakan, serta dari kepahlawanan di meedan tempur hingga hati yang tercabik karena mempersembahkan anak, suami dan pengiriman mereka ke posisi berbahaya, hingga pelayanan di medan tempur, mulai dari kehadiran mereka di medan ilmiah dan riset serta teknologi serta kesuksesan mereka di bidang budaya dan seni, hingga partisipasi mereka di medan sosial dan politik serta manajemen, serta akhirnya pengormanan perempuan di bidang kesehatan dan pelayanan terhadap pasien selama ujian penuh bahaya dalam beberapa tahun terakhir, semuanya menunjukkan ketinggian spiritual perempuan Iran yang muncul berkat pemerintahan Islam dan pelajaran serta nilai-bilai Islam," tambah Rahbar.
Statistik terkait keberhasilan kehadiran perempuan Iran setelah kemenangan Revolusi Islam di berbagai bidang sosial, ilmiah, politik, ekonomi dan olahraga adalah bukti dari permainan peran yang positif dan mengesankan dari segmen masyarakat yang berpengaruh ini. Wanita yang disebut sebagai rahasia kesuksesan dan kemakmuran Islam Iran.
Dalam buku "Prestasi 40 Tahun" yang merunut prestasi selama empat puluh tahun kemenangan Revolusi Islam; Berdasarkan statistik internaisonal terkait kemajuan di bidang perempuan disebutkan penurunan buta huruf yang lebih tinggi sejak 15 tahun bila di banding dengan negara-negara dunia lainnya. Selain itu, juga disebutkan peningkatan anak perempuan yang belajar di tingkat SD, SMP dan Universitas di banding dengan anak laki-laki.
Sebelum kemenangan Revolusi Islam, hanya 6 persen lulusan universitas adalah perempuan, dan angka ini kini telah mencapai hampir 50 persen. Pada tahun 1401Hs (2022-2023), ada lebih dari satu juta calon ujian masuk, dimana bagian perempuan lebih dari 915.000.
Sebelum Revolusi Islam, persentase wanita dalam jabatan guru besar di universitas adalah sekitar 1 persen, yang kini telah mencapai 21 persen. Dr. Fahimeh Farahmand Pour, anggota fakultas Universitas Teheran, memperkenalkan dirinya di salah satu debat dan berkata: Saya adalah salah satu dari ribuan profesor yang dibesarkan di Republik Islam.
Profesor Zahra Emam Jomeh, ilmuwan yang namanya tercantum di list ilmuwan Asosiasi Akademi dan Masyarakat Ilmu Pengetahuan di Asia (AASSA). Ia mengajar sebagai profesor termuda di seluruh Iran, dan tujuannya adalah agar gadis-gadis Iran mendapat manfaat dari keahlian dan pengetahuannya.
Revolusi Islam juga mampu mendidik ribuan dokter perempuan baik dokter umum hingga spesialis.
Di sisi lain, saat ini ada ratusan ormas di bidang ketenagakerjaan, santunan keluarga yatim piatu, bantuan keuangan, dana Qard al-Hasana, yang tanggung jawabnya ada pada perempuan. Wanita juga sangat aktif partai. Di markas pemilihan, selain selalu ada departemen yang disebut "Wakil Urusan Perempuan", para perempuan sendiri membentuk markas jika diperlukan. Bahkan dalam beberapa kasus pejabat atau wakil dari pusat pemilihan adalah perempuan. Masalah ini terlihat jelas dalam pemilihan presiden. Perempuan yang aktif di media juga merupakan ukuran dari permainan peran sosial, dan jumlahnya sekitar 60 sampai 70 persen dari aktivis media.
Di bidang olah raga, pasca Revolusi Islam, muslimah Iran berhasil bersinar di kancah dunia dan kompetisi internasional di berbagai bidang olah raga dengan tetap mempertahankan pakaian hijab. Sebelum revolusi, hanya 5 medali yang diraih oleh wanita Iran di kompetisi Asia, yang dipaksa melepas hijab untuk mengikuti kompetisi. Sementara sekarang atlet wanita hadir di 130 lapangan olah raga domestik dan internasional yang berbeda dan hampir 200 medali di berbagai bidang milik wanita Iran.
Paria Shahriari yang menjabat sebagai ketua komite sepak bola pantai di Federasi Sepak Bola Iran selama 19 tahun, telah memasuki markas FIFA sebagai manajer wanita Iran pertama.
Selain perkembangan tersebut, yang penting adalah efektifitas kehadiran perempuan dalam masyarakat, dengan perhatian dan penekanan pada kemampuan khusus perempuan. Namun Barat, khususnya institusi feminis, menganggap efek ini hanya pada penampilan fisik perempuan, oleh karena itu terlepas dari kebebasan individu, perempuan di Barat hanya dilihat dari aspek eksternal, sebuah pandangan yang menyebut perempuan barat bebas, dia menjadikannya perwujudan konsumsi, make-up, pamer di depan laki-laki dan sarana gairah seksual untuk tipe laki-laki dan jenis kelamin laki-laki.
Dr. Toni Grant, salah satu pengkritik feminisme di Barat, mengatakan, “Saat ini, wanita tampak; Mereka baru saja menjadi mandiri, tetapi secara emosional mereka seringkali lebih membutuhkan, tidak aman dan tidak stabil, kesepian dan tidak berdaya daripada ibu dan nenek mereka."
Kini apakah logis jika perempuan Iran menjadikan model Barat sebagai modelnya menggantikan model mereka ? Tempat di mana perempuan menjadi alat ekonomi dan politik para kapital dan politikus modern, mengapa mereka harus khawatir atas kebebasan, kondisi hijab dan kesetaraan gender di Iran ?