Kemenangan Bangsa Iran Pada Hari Nasionalisasi Minyak
(last modified Sun, 19 Mar 2017 04:13:10 GMT )
Mar 19, 2017 11:13 Asia/Jakarta

Tanggal 29 Esfand dalam penanggalan Hijriah Syamsiah, atau yang bertepatan dengan tanggal 19 Maret tahun 2017, diperingati sebagai Hari Nasionalisasi Minyak Iran. Pada hari ini, tercatat salah satu peristiwa paling bersejarah dalam kalender Persia sebagai hari perawanan bangsa Iran terhadap kekuatan penjajah. Tanggal 29 Esfand adalah hari kemenangan bangsa Iran dalam perjuangan melawan despotisme di dalam negeri dan penjajahan pihak asing..

Sebelum Revolusi Islam Iran, nasib minyak negara ini sedemikian rupa sehingga dampak dari penyalahgunaan ekonominya berlanjut bahkan setelah kemenangan Revolusi Islam. Ini terjadi karena ketergantungan sistem ekonomi pada perekonomian produk tunggal

 

Nasionalisasi Industri Minyak Iran menyatu dengan sejarah perjuangan bangsa Iran melawan kekuatan asing. Peristiwa ini membuat Iran mampu merebut kembali kemandirian politik dan ekonomi dari kekuasaan asing. Pada tanggal 20 Maret 1951, setelah melewati satu periode politik penuh intrik dan ketegangan dalam hubungannya dengan Inggris, akhirnya Iran berhasil memutuskan pengaruh Inggris di negara ini. Di hari ini, para wakil rakyat Iran di parlemen meratifikasi rancangan undang-undang Nasionalisasi Industri Minyak Iran.

 

Sejarah perminyakan Iran dimulai sejak eksplorasi dan ekstraksi sumber minyak di wilayah Masjid Soleiman, di Iran selatan, oleh George Bernard Reynolds.

Siapakah Reynolds? Dia adalah seorang lulusan Sekolah Tinggi Teknik Kerajaan India yang memiliki pengalaman pengeboran di Sumatra. Dia direkrut sebagai pegawai lapangan William Knox D'Arcy, seorang investor Inggris yang sukses di sektor pertambangan emas di Australia dan berhasrat untuk mencoba keberuntungannya di sektor minyak Persia. D'Arcy, adalah raja minyak Iran yang tidak pernah menginjakkan kakinya ke Iran.

 

Pemerintah Muzaffaruddin Shah pada tahun 1901 memberikan D'Arcy konsesi minyak di seluruh wilayah Iran kecuali Azerbaijan, Gilan, Mazandaran, Gorgan, dan Khorasan, yang berbatasan dengan Rusia. Konsesi itu berlaku selama 60 tahun. Akan tetapi konsesi tersebut tidak hanya terbatas pada minyak melainkan seluruh tambang mineral Persia.

 

April 1904, D'Arcy diminta untuk menghentikan operasi eksploitasi minyaknya dan merelokasi seluruh perlengkapan minyaknya ke Khorramshahr untuk direlokasi ke Inggris. Karena nyaris tiga tahun operasinya di Iran dan biaya operasional yang tinggi telah menyeret perusahaan D'Arcy, hingga ke ambang bangkrut. Guna mengantisipasi kemungkinan hilangnya konsesi yang dimiliki D'Arcy dan juga persaingan dengan perusahaan Burma Oil di London. Kedua pihak sepakat bekerjasama dengan membentuk sindikat bernama Anglo-Persian Oil Company (APOC).

 

Pada Juni 1913 Winston Churchill, Laksamana Agung Angkatan Laut Britania, menyerahkan memorandum kepada kabinet yang isinya suplai minyak untuk armada Angkatan Laut Kerajaan. Kabinet setuju prinsip yang ditawarkan bahwa pemerintah harus meraih saham mayoritas di pihak pemasok bahan bakar terpercaya. Setelah perdebatan panjang di kabinet, diputuskan bahwa pemerintah sendiri akan menjadi pemegang saham Anglo-Persian Oil Company (APOC).

 

Setelah pemerintah Inggris menjadi pemegang saham APOC, di lain pihak pemerintah Iran menandatangani kontrak dengan perusahaan lain termasuk Bakhtiari Oil Company, First Exploration Oil Company. Kontrak-kontrak tersebut semakin melemahkan posisi pemerintah pusat Iran dan penentangan dari berbagai etnis dan kelompok nomaden pun semakin meningkat.

 

Di tengah meningkatnya nasionalisme Iran, ditetapkan satu pasal hukum pada 22 Oktober 1947 oleh pemerintah Iran guna merevisi konsesi Anglo Iranian Oil Company (AIOC), yang menjadi isu dominan dalam kehidupan politik di Iran selama beberapa tahun ke depan.

 

Menariknya, pemerintah Inggris tidak tampak kecewa atas penetapan hukum tersebut karena dengan demikian, Uni Soviet kehilangan kesempatan untuk menjamah minyak Iran. Di satu sisi, para pejabat Inggris mulai berunding dengan para pejabat Iran untuk menjaga kepentingan minyak mereka di wilayah selatan Iran. Hasilnya adalah bahwa kedua pihak menyepakati revisi.

 

Kesepakatan tersebut memancing penentangan hebat di dalam negeri termasuk dari kalangan anggota parlemen dan pengamat. Akan tetapi pada akhirnya tanggal 17 Juli 1949, kesepakatan tambahan untuk konsesi 1933 ditandatangani oleh direktur AIOC Neville Gass dan Menteri Keuangan Iran, Abbasqoli Golshaiyan.

 

Kesepakatan tersebut memang memihak pada Iran, akan tetapi pemerintah Inggris mampu mengeruk berbagai konsesi hukum untuk kesepakatan D'Arcy yang juga ditandatangani oleh parlemen. Inggris berhasil memperpanjang kesepakatan tersebut hingga 33 tahun. Selama itu penguasaan minyak Iran oleh pemerintah Inggris akan dijamin pemerintah Tehran.

 

Berdasarkan pasal kesepuluh dalam kesepakatan tersebut, Inggris memiliki legalitas hukum dan pemerintah Iran tidak dapat dengan mudah membatalkan kesepakatan tersebut. Akan tetapi berbagai dialog dan pembahasan meluas tentang masalah ini telah menyadarkan masyarakat Iran yang akhirnya menyulap upaya memperjuangkan hak bangsa dari bentuk perjuangan diplomatik menjadi sebuah gerakan nasional.

 

Ayatullah Kashani tampil untuk membimbing gerakan perjuangan tersebut. Dia merilis pernyataan keras kepada AIOC dan menuntut pembatalan kontrak. Meluasnya tuntutan pembatalan kontrak tersebut dalam masyarakat sangat buruk bagi AIOC dan rezim Shah. Ayatullah Kashani akhirnya diasingkan ke Lebanon. Ayatullah Kashani kembali dari pengasingannya di Lebanon pada tahun1950 dan melanjutkan perjuangan nasionalisasi minyak Iran.

 

Atas imbauan Ayatullah Kashani, sejumlah partai nasionalis serta puluhan ribu warga berkumpul di bundaran Baharestan. Di akhir demonstrasi itu dirilis statemen yang menentang kesepakatan dengan AIOC. Gerakan rakyat dipimpin oleh Ayatullah Kashani berhasil menyingkirkan seluruh halangan dalam upaya nasionalisasi minyak. Akhirnya, nasionalisasi minyak Iran disetujui pada tanggal 24 Esfand di Majlis dengan suara mutlak dan resmi ditetapkan pada tanggal 29 Esfand 1329 (19 Maret 1951).

 

Dalam butir pertama RUU Nasionalisasi Industri Minyak Iran disebutkan, “Atas nama kesejahteraan bangsa Iran dan dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia, kami para penandatangan di bawah ini mengusulkan nasionalisasi minyak Iran di seluruh kawasan tanpa pengecualian, yakni seluruh operasi eksplorasi, penambangan, dan pemanfaatan harus ditangani pemerintah.”

 

Nasionalisasi Industri Minyak Iran bukan hanya menjadi pemantik dalam sejarah perjuangan bangsa Iran melawan kekuatan arogan dunia, tapi juga menjadi teladan bagi sejarah transformasi politik di Timur Tengah. Jamal Abdul Nasser, mantan Presiden Mesir mencontoh Nasionalisasi Industri Minyak Iran dengan berupaya menasionalisasikan terusan Suez di Mesir.

 

Dengan mencermati pengaruh regional dan internasional Nasionalisasi Industri Minyak Iran, gerakan revolusioner ini sangat merugikan dan melukai para pemimpin kolonialisme Inggris. Para pejabat Inggris telah melakukan pelbagai upaya dan intrik untuk mencegah upaya Iran menasionalisasikan industri minyaknya. Setelah gagal mencegah gerakan revolusioner ini, mereka kemudian fokus untuk menghambat pelaksanaannya. Karena peristiwa ini sangat mempengaruhi posisi Inggris di Timur Tengah dan menjadi pemicu keluarnya Inggris dari kawasan ini.

 

Penemuan minyak menciptakan revolusi industri dan sesuai dengan urgensinya turut mempengaruhi transformasi politik, sosial dan perubahan struktur ekonomi negara-negara yang memiliki cadangan yang disebut emas hitam ini. Sebelum penemuan minyak, Iran telah memiliki posisi strategis baik dari sisi politik maupun geografi. Kondisi ini membuat negara-negara imperialis menjadi tamak dan ingin menguasainya. Rusia masuk dari utara dan Inggris dari selatan. Sebelumnya, Portugal dan Belanda berusaha menancapkan pengaruhnya atas penguasa Iran dan bila dimungkinkan mereka ingin menjajah negara ini.

 

Iran tidak pernah dijajah secara langsung oleh bangsa lain. Tapi ketidakmampuan para raja Iran dan kebijakan negara-negara imperialis membuat Iran tetap terkebelakang. Penemuan minyak menambah urgensi politik dan geografi Iran dan menjadi motivasi bagi intervensi politik dan militer secara langsung mulai dari Uni Soviet, Inggris dan setelah itu Amerika.

 

Sebagaimana Nasionalisasi Industri Minyak Iran merupakan titik kembali dalam sejarah perjuangan melawan imperialis bangsa Iran, kudeta bulan Agustus 1953 juga merupakan noktah hitam dalam sejarah intervensi Amerika dan Inggris di dunia. Dua negara yang mengaku pelopor kebebasan dan demokrasi melakukan kudeta dan mengembalikan Mohammad Reza Pahlevi ke Iran dan berkuasa di negara ini. Hal ini membuat bangsa Iran semakin bersatu bukan saja untuk mengusir Amerika dari Iran, tapi juga menghapus sistem kerajaan di Iran dan memulai periode baru dalam sejarah Iran.