Pilpres Iran dan Propaganda Media Barat
https://parstoday.ir/id/radio/iran-i37914-pilpres_iran_dan_propaganda_media_barat
Menjelang pelaksanaan pemilu presiden Iran periode ke-12, media-media Barat kembali menggunakan ratusan teknik dalam bentuk kritikan lunak terhadap Republik Islam Iran dan menjadikan pesta demokrasi di negara ini sebagai fokus utama mereka. Sejalan dengan itu, jaringan berita dan media-media Barat tak henti-hentinya melancarkan kritikan dan analisa terhadap proses pelaksanaan pemilu di Iran.
(last modified 2025-11-30T09:45:39+00:00 )
May 20, 2017 11:14 Asia/Jakarta

Menjelang pelaksanaan pemilu presiden Iran periode ke-12, media-media Barat kembali menggunakan ratusan teknik dalam bentuk kritikan lunak terhadap Republik Islam Iran dan menjadikan pesta demokrasi di negara ini sebagai fokus utama mereka. Sejalan dengan itu, jaringan berita dan media-media Barat tak henti-hentinya melancarkan kritikan dan analisa terhadap proses pelaksanaan pemilu di Iran.

Acara debat capres dan program kampanye para kandidat telah menjadi fokus utama media-media Barat dalam menganalisa proses pelaksanaan pilpres Iran. Tapi sebenarnya apa yang mereka cari?

Media-media Barat mulai mengerahkan kekuatannya selama musim pemilu di Iran dan mereka biasanya menggunakan pengaruh media untuk terjun ke medan perang lunak. Di sini, masyarakat akan dibius sehingga merasa bahwa analisa dan sudut pandang yang disajikan media-media Barat benar-benar sesuai dengan realitas dan iklim pemilu di Iran. Media-media mainstream dengan sigap menyoroti berbagai isu yang diperdebatkan dalam pilpres, termasuk sebagian dari tema debat atau komentar para kandidat.

Hasil debat dan komentar capres kemudian disajikan dalam versi mereka sendiri sehingga tercipta kesan negatif dalam diri pembaca. Media-media tersebut mengarahkan perhatian masyarakat pada isu tertentu dan kemudian mendistorsi fakta di bagian tertentu dari analisanya.

Dalam hal ini, seorang analis politik Iran, Kiumars Yazdanpanah mengatakan.. File Suara ‘’Mereka biasanya memanfaatkan berbagai instrumen media yang memiliki kekuatan multifungsi untuk mempengaruhi pemilu atau mencitrakan bahwa pemilu di Iran adalah sebuah dikte. Pengalaman membuktikan bahwa mereka selalu menggunakan metode yang berbeda dalam setiap pelaksanaan pemilu, tapi meskipun mengeluarkan banyak biaya untuk mempengaruhi pemilu Iran, mereka tidak pernah mampu merusak proses demokrasi yang terus berkembang di Iran.’’

Barat sebenarnya memandang iklim politik saat pelaksanaan pemilu di negara-negara lain sebagai peluang untuk menyerang sistem pemilu negara target dan kadang mengubahnya menjadi ajang pembangkangan sipil. Dengan kata lain, tujuan utama media-media Barat adalah menancapkan pengaruh tidak langsung terhadap iklim pemilu Iran.

Dengan pendekatan ini, media-media Barat dengan propaganda miring seputar pemilu Iran, berkali-kali berusaha mempengaruhi opini masyarakat dan mencegah partisipasi mayoritas dengan berbagai cara. Mereka ingin mengesankan adanya ketidakpercayaan masyarakat kepada negara dan fokus pada isu-isu seperti, suara rakyat tidak akan mempengaruhi hasil pemilu, adanya intimidasi, dan pelanggaran hak-hak masyarakat. Media-media Barat menggunakan metode ini untuk merusak kepercayaan masyarakat kepada lembaga-lembaga tinggi negara seperti, Dewan Garda Konstitusi.

Dalam pilpres kali ini, media-media Barat lebih fokus pada masalah ekonomi dan mengesankan ketidakmampuan sistem untuk mengelola perekonomian dan kebijakan luar negeri Iran. Mereka menyebarkan virus bahwa iklim pemilu di Iran sudah tidak sehat. Pendekatan seperti ini juga pernah dipakai oleh mereka dalam pilpres sebelumnya. Mereka mengejar target tertentu dengan memanfaatkan teknologi dan propaganda media.

Pertama; memperdebatkan dan mengkritik metode pendaftaran bakal calon dan membesar-besarkan kehadiran sebagian orang yang tidak memenuhi syarat untuk ikut pilpres. Kedua; media-media Barat gencar menyoroti proses seleksi para bakal calon favorit.

Mereka ingin mengatakan bahwa hanya di Iran, ada sebuah lembaga yang disebut Dewan Garda Konstitusi untuk memeriksa kelayakan dan menyeleksi para kandidat. Sementara di negara-negara lain, tidak ada aturan untuk memeriksa kelayakan dan rekam jejak para kandidat untuk memikul jabatan publik. Padahal, prosedur ini hampir ditemukan di sistem pemilu negara-negara dunia. Sebenarnya, media Barat ingin menciptakan kebingungan dan keraguan tentang inklusifitas pemilu.

Dalam hal ini, seorang analis politik Iran, Alireza Davoodi menuturkan, ‘’Media-media Barat menggunakan dua teknik tradisional dan modern untuk menargetkan pemilu di Iran. Teknik tradisional mengajak masyarakat untuk memboikot pemilu, karena partisipasi kalian tidak akan menghasilkan apapun. Teknik ini terus diterapkan oleh mereka selama 38 tahun lalu. Namun, teknik modern jauh lebih penting dan mereka tidak akan menyerukan aksi boikot pemilu, tapi mengarahkan pemilih pada calon tertentu atau kubu tertentu. Mereka berkata, ‘jika kalian tidak memilih capres ini, maka akan terjadi perang atau sanksi akan diperketat.’ Tentu saja, masalah ini bisa diselesaikan dengan kesadaran masyarakat dan pencerahan yang diberikan oleh para kandidat.'"

Media Barat memulai serangan berikutnya bersamaan dengan dimulainya masa kampanye para kandidat. Padahal, kampanye pilpres di Iran menggunakan media milik negara, Lembaga Penyiaran Nasional Republik Islam Iran (IRIB) dan semua calon diberikan porsi waktu yang sama. Mereka bisa memanfaatkan jaringan radio dan televisi nasional untuk menjelaskan pandangannya secara transparan dan sejalan dengan tuntutan rakyat. Ini adalah sebuah fakta yang terjadi di Iran, tapi media Barat tidak pernah mewartakannya.

Media-media mainstream dalam analisanya menargetkan persatuan masyarakat dan mengelompokkan para kandidat dalam dua kubu, ekstrim dan moderat. Kubu ekstrim ingin mencari perang, menciptakan krisis, represif, dan anti-demokrasi. Sementara kubu moderat berjuang mewujudkan ketenangan dan memajukan negara. Dalam pandangan mereka, pemilu di Iran adalah sebuah kesempatan; kesempatan untuk memilih antara "sosok reformis" atau "pengobar perang."

Dan ketiga; media-media Barat melanjutkan gerilyanya pada hari pemilihan dan mulai menulis cerita bahwa pilpres Iran kurang mendapat sambutan meriah dari warga. Mereka tahu bahwa kurangnya partisipasi warga dalam pilpres akan mencoreng kredibilitas politik sistem Republik Islam Iran. Namun, propaganda miring ini selalu dijawab oleh rakyat Iran dengan kehadiran luas mereka dalam setiap pilpres. Selama 11 periode menggelar pilpres, Iran mencatat angka partisipasi minimal 66,5 persen dan angka partisipasi maksimal 85 persen.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran menyebut partisipasi luas rakyat di berbagai bidang terutama dalam pemilu sebagai imunitas dan pelindung kepentingan rakyat Iran serta penjaga martabat bangsa dan negara. Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei mengungkapkan hal itu dalam pidatonya di hadapan ribuan guru dari berbagai wilayah Iran pada 7 Mei 2017 menandai Hari Guru Nasional. Rahbar menilai pemilu di Republik Islam sebagai hal yang sangat krusial dan muncul dari pemikiran demokrasi religius.

"Partisipasi semua rakyat dengan berbagai selera politik mereka dalam pemilu 19 Mei 2017 adalah penjamin perlindungan kedaulatan, martabat dan imunitas Iran, dan dengan partisipasi seperti ini, musuh tidak akan pernah mampu untuk melakukan segala bentuk tindakan anti-Iran," tegas Ayatullah Khamenei.

Menurut Rahbar, satu-satunya pencegah serangan verbal musuh adalah partisipasi rakyat di berbagai arena, karena martabat sebuah negara yang berpenduduk 80 juta jiwa dengan sumber daya manusia yang kuat dan cerdas serta memiliki jutaan pemuda, akan menciptakan ketakutan dalam diri musuh.

Partisipasi cerdas dan antusias warga dalam pilpres merupakan indikator terpenting kekuatan sistem Republik Islam Iran dalam menghadapi ancaman. Dengan kehadiran maksimalnya, bangsa Iran ingin mendemonstrasikan kekuatan ini kepada dunia. Partisipasi ini juga akan memperkuat pilar-pilar sistem Republik Islam Iran dan membuat media-media asing gigit jari.

Pada dasarnya, Iran tidak hanya berhadapan dengan pemilu dan persaingan internal para kandidat, tapi juga menghadapi serangan eksternal yang dilakukan oleh musuh dan media mainstream.