Kronologi Pembunuhan Romina Ashrafi dan Sikap Media
https://parstoday.ir/id/radio/iran-i81867-kronologi_pembunuhan_romina_ashrafi_dan_sikap_media
Kota Talesh di barat Provinsi Gilan, utara Republik Islam Iran yang terletak di antara gugusan pegunungan dan memiliki pemandangan alam yang indah serta dataran yang menyenangkan di dekat Laut Kaspia, pekan lalu menyaksikan peristiwa pahit di mana beritanya menyebar bukan saja di tingkat daerah dan nasional.
(last modified 2025-11-30T14:38:07+00:00 )
May 31, 2020 15:16 Asia/Jakarta
  • Romina Ashrafi
    Romina Ashrafi

Kota Talesh di barat Provinsi Gilan, utara Republik Islam Iran yang terletak di antara gugusan pegunungan dan memiliki pemandangan alam yang indah serta dataran yang menyenangkan di dekat Laut Kaspia, pekan lalu menyaksikan peristiwa pahit di mana beritanya menyebar bukan saja di tingkat daerah dan nasional.

Romina Ashrafi, gadis 13 tahun dari desa Talesh lari dari rumah karena ingin menikahi pria yang usianya dua kali lipat di atasnya. Namun setelah kembali ke rumah, ia menjadi korban kemarahan ayahnya. Ini sebuah berita pahit dan luar biasa. Seorang ayah membunuh anaknya karena kebodohan adalah sebuah masalah yang tidak dapat diterima, namun ini juga tidak dapat diterima ketika media menunggangi darah gadis tertindas ini serta dengan alasan ini mereka memberi interpretasi dan dikte pengecut terkait undang-undang dan ajaran agama. Oleh karena itu, penting untuk menelusuri sejumlah poin penting.

Pertama, dewasa ini ambruknya nilai-nilai moral dan hancurnya instansi keluarga tak ubahnya sebauah penyakit menular dan meluas di antara maysarakat serta dapat menular ke seluruh lapisan masyarakat lainnya tak ubahnay sebuah pandemi. Goncangan yang kian luas terhadap sendi-sendi keluarga sebuah kendala yang saat ini melili berbagai masyarakat, bahkan masyarakat maju khususnya aksi penyiksaan anak termasuk kendala paling banyak yang terjadi di berbagai masyarakat bahkan di kalangan masyarakat maju atau sedang berkembang.

Anak-anak di kebanyakan keluarga, terlepas dari strata sosial, pendapatan, pendidikan, etnis dan agama, mereka masih terancam akibat perilaku tak terpuji atau keliru. Rasa kepemilikan sejumlah orang tua atas anak-anak, kebodohan orang tua atas metode pendidikan, masalah latar belakang seperti tensi dan friksi keluarga, kecanduan narkotika dan masalah mental, membuat anak-anak khususnya anak perempuan terancam beragam aksi kekerasan keluar baik itu fisik, mental dan diskriminasi gender.

Dengan demikian, di dunia di mana lingkungan rumah harus menjadi surga bagi penghuninya untuk saling mengandalkan dan mencari solusi bagi kesulitan lingkungan luar, sayangnya bagi banyak orang, rumah tetap menjadi neraka api amarah, kekerasan, dendam, dan balas dendam. Mudah menyala. Kekerasan dalam rumah tangga sekarang telah menyebar ke semua negara di dunia dan ke kelas sosial yang berbeda, dan perubahan ekonomi, sosial dan budaya meningkat setiap hari.

Salah satu kasus kekerasan fisik yang paling menonjol terhadap anak-anak dalam keluarga adalah "pembunuhan demi kehormatan" di mana seorang anak perempuan dibunuh oleh ayah atau saudara lelakinya dengan dalih melindungi kehormatan dan martabatnya, contoh-contohnya telah dilaporkan di Eropa. Menurut angka resmi yang dikeluarkan oleh polisi Jerman pada 2019, 112 anak meninggal secara tragis tahun ini, menurut angka resmi dari Der Spiegel.

Menurut para ahli, alasan lain untuk peningkatan kejahatan tersebut adalah ruang maya, yang telah mempengaruhi privasi keluarga dan perilaku anak-anak. , tambah.

Dengan keadaan seperti itu, seorang ayah yang setuju untuk mengirim putrinya yang remaja ke ambang kematian sebenarnya dipengaruhi oleh banyak faktor yang telah mengguncang fondasi keluarganya, bukan semangat keagamaan. Agama telah mengajarkan kita untuk bersemangat untuk keluarga kita. Kecemburuan berarti kita melakukan yang terbaik untuk menjaga keluarga dan membesarkan anak-anak yang saleh, menganggap mereka lebih berharga dalam hidup kita, dan membangun tembok di sekeliling mereka untuk melindungi mereka dari bahaya.

Ajaran agama telah memperingatkan kita terhadap perilaku dan keputusan yang tidak terkendali dalam kemarahan dan frustrasi, dan melihatnya sebagai hal yang merusak dan menyesatkan. Di sisi lain, sifat baik untuk orang bebal ini adalah prasangka, yang disebut sebagai ketidaktahuan dalam ajaran Alquran; Yaitu, mereka yang, karena kebodohan dan kesesatan, terlibat dalam perilaku bodoh, seperti mengubur gadis-gadis hidup di bawah kepura-puraan palsu seperti kemungkinan korupsi mereka, serta prasangka salah arah dalam mengejar kesalahan leluhur mereka.

Apa yang telah kita pelajari dari agama adalah kemurnian individu dan kebajikan mereka, yang merupakan bagian dari semangat mereka. Karena menjadi baik membantu seseorang meningkatkan komunitasnya, dan ketika seseorang membangun masyarakat yang bersih, itu sebenarnya menciptakan lingkungan yang aman bagi keluarga seseorang, yang merupakan salah satu indikator dukungan terbaik. Jadi semua orang yang ingin memiliki masyarakat yang sehat cemburu.

Dari sudut pandang lain, kekerasan adalah hal yang tercela dalam adat dan syariah, dan tidak semua masyarakat manusia menyukai dan menerima kesalahan ini. Masyarakat yang berperilaku sesuai dengan Syariah dan mereka yang mengatur konstitusi dengan cara yang berbeda mengutuk semua bentuk kekerasan, terutama kekerasan terhadap anak dan kekerasan terhadap perempuan.

Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei juga menekankan masalah ini. Sekaitan dengan ini, menyusul kasus pembunuhan Romina oleh ayahnya diliput luas berbagai media, akun Twitter Reihaneh milik Kantor Pelestarian dan Publikasi Karya Ayatullah Khamenei merilis sejumlah arahan Rahbar terkait posisi perempuan dan hukuman keras bagi pelaku kejahatan dan dosa.

Reihaneh merilis kontennya berisi tentang perempuan dan keluarga di akun Twitternya sebagai respin atas insiden pembunuhan Romina Ashrafi menulis, "Masyarakat baik dari sisi hukum maupun moral, harus menindak tegas siapa saja yang menganggap dirinya berhak menyiksa perempuan. Sementara undang-undang dalam hal ini juga harus memberi hukuman yang keras."

Namun ada poin lain yang patut diperhatikan dari insiden berdarah ini, yakni sifat mentah dan kebodohan seorang gadis remaja di mana peristiwa berdarah seperti ini dapat dicegah melalui konsultasi dan penangangan rasional oleh keluarga.

Seorang ayah yang, dalam bentuk seorang pembunuh, menjadikan dirinya pahlawan heroik dalam membela kehormatan, meskipun hukum tidak menghukum mati dia, dia sendiri telah mati. Memori saat-saat kematian gadis remaja oleh seorang ayah yang selama bertahun-tahun hidup bersama dengan penuh kecintaan, tidak akan pernah memberi saat-saat membahagiakan bagi pelaku kejahatan ini.