Mencermati Alasan Penarikan AS dari Suriah (2-Habis)
https://parstoday.ir/id/radio/other-i65882-mencermati_alasan_penarikan_as_dari_suriah_(2_habis)
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengklaim Daesh telah kalah, dan keputusannya menarik pasukan dari Suriah memicu reaksi negatif dari kalangan internal dan sekutu Washington.
(last modified 2025-07-30T06:25:16+00:00 )
Des 27, 2018 17:39 Asia/Jakarta
  • Ilustrasi penarikan pasukan Amerika Serikat.
    Ilustrasi penarikan pasukan Amerika Serikat.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengklaim Daesh telah kalah, dan keputusannya menarik pasukan dari Suriah memicu reaksi negatif dari kalangan internal dan sekutu Washington.

Para politisi Amerika mengkritik keputusan Trump karena bertentangan dengan komitmen regional Washington dan AS harus tetap hadir di Timur Tengah (Asia Barat) untuk meyakinkan sekutu.

Selain itu, para kritikus menuturkan penarikan ini akan menciptakan ruang bagi Rusia dan Iran serta pasukan sekutunya untuk meningkatkan manuver dan memperkuat posisi mereka di Suriah. Sebaliknya, keputusan Gedung Putih akan melemahkan posisi sekutu regional AS, terutama Israel.

Dosen University of South Alabama, Nader Entessar menuturkan, "Keputusan AS ini atau lebih tepatnya keputusan pribadi Trump, benar-benar tidak terduga di masa sekarang dan telah menciptakan sebuah shock dalam kebijakan luar negeri AS."

Menurut seorang pejabat senior pemerintah AS, keputusan Trump dibuat hanya beberapa pekan setelah penasihat keamanan nasionalnya, John Bolton, telah menugaskan para pejabat tinggi pemerintah untuk meyakinkan sekutu Washington bahwa selama Iran belum keluar dari Suriah, pasukan AS akan tetap berada di sana.

"Pengumuman keputusan Trump benar-benar mengejutkan para mitra dan sekutu Amerika. Milisi Kurdi yang berbasis di utara Suriah juga masih belum percaya bahwa ini akan terjadi," kata pejabat tersebut.

Di kancah politik nasional AS, reaksi terbesar datang dari para senator terkemuka. Keputusan Trump memicu penentangan besar dari Demokrat dan Republik, karena kedua partai percaya Daesh akan melanjutkan kegiatannya di Irak dan Suriah, dan langkah ini dapat memperkuat kembali teroris Daesh.

Senator Lindsay Graham.

Senator Lindsay Graham, salah satu politisi senior AS mengatakan, penarikan tentara AS dari Suriah adalah sebuah kesalahan besar yang mirip dengan kebijakan mantan Presiden Barack Obama.

Graham mengklaim Daesh belum kalah di Suriah, Irak dan Afghanistan. Dia menyebut kebijakan Trump untuk membendung pengaruh Iran di kawasan sudah tepat, tetapi penarikan pasukan AS dari Suriah adalah sebuah kekacauan.

Graham juga mengabarkan rencananya untuk mengajukan resolusi kepada Senat AS, yang meminta Trump mengubah keputusannya untuk menarik pasukan AS dari Suriah.

Senator Marco Rubio menyebut langkah itu sebagai keputusan yang mengerikan. "Penarikan penuh dan mendadak pasukan AS dari Suriah adalah kesalahan serius dan memiliki konsekuensi (parah)," ujarnya.

Namun, tidak semua politisi Amerika mengkritik keputusan Trump. Senator Rand Paul memuji keputusan Trump dan berkata, "Saya senang mendengar kabar kemenangan yang diumumkan Trump dan penarikan pasukan kita dari perang."

Surat kabar AS, The Wall Street Journal memperingatkan Trump tentang sebuah pemberontakan internal di antara pendukungnya di Republik sebagai dampak dari keputusannya menarik pasukan AS dari Suriah, dan menekankan bahwa kursi kepresidenan Trump dalam bahaya.

Menurut seorang pengamat politik, Walter Russell Mead, rencana penarikan pasukan Amerika dari Suriah dan Afghanistan berbahaya secara politik, dan basis suara Republikan yang lebih radikal akan lebih besar dari isolasionis.

Selain Kongres, pejabat senior pemerintah AS juga tidak sepakat dengan rencana Trump. Reaksi yang paling keras datang dari seorang pejabat kunci pemerintah yaitu Menteri Pertahanan AS James Mattis.

Pada 20 Desember atau sehari setelah Trump mengumumkan keputusannya tentang Suriah, Mattis membuat panggung politik AS terguncang dengan pengumuman pengunduran dirinya.

Mattis sebelumnya menyatakan AS dan sekutunya tidak akan keluar dari Suriah selama situasi belum stabil. Dalam pandangannya, kekuatan AS bergantung pada kekuatan jaringan para sekutu dan mitranya.

"Terlepas dari posisi Amerika, kita tidak dapat memainkan peran yang efektif tanpa mempertahankan aliansi yang kuat dan menghormati sekutu," tegasnya.

Senator Lindsay Graham dalam sebuah komentar menuturkan, "Menteri Pertahanan James Mattis berpikir bahwa sekarang bukan waktu yang tepat untuk menarik pasukan AS. Menteri Luar Negeri Mike Pompeo juga percaya situasi lapangan untuk penarikan pasukan AS dari Suriah tidak tepat. Saya benar-benar tidak tahu bagaimana Trump membuat keputusan ini."

Jadi, menurut para kritikus, keputusan Trump menarik pasukan AS dari Suriah adalah sebuah langkah mundur dan diambil tanpa mempertimbangkan risiko potensial serta akan memiliki konsekuensi serius bagi Washington dan sekutu regionalnya.

Salah satu markas militer AS di Suriah.

Keputusan Trump juga mengundang reaksi negatif dari sekutu AS yaitu Jerman, Perancis, Inggris, dan rezim Zionis Israel. Menurut para analis, Israel akan menjadi pecundang utama atas penarikan pasukan AS dari Suriah.

Tzipi Livni, seorang pemimpin oposisi Israel, mengatakan AS akan menarik tentaranya dari Suriah dengan klaim bahwa Daesh adalah satu-satunya alasan kehadiran mereka di sana, namun mengabaikan kehadiran kuat Iran di Suriah adalah berbahaya bagi Israel dan sebuah kekalahan politik dan keamanan, yang akan dicatat atas nama Netanyahu.

Pemerintah Jerman menyatakan kemarahan karena tidak adanya koordinasi Presiden AS dengan mitra koalisinya dalam mengumumkan keputusan tentang masalah tersebut.

Wakil juru bicara pemerintah Jerman, Ulrich Diemer mengatakan Berlin tidak diberitahu tentang keputusan Trump, dan menurut pemerintah Jerman, bahaya dan ancaman kelompok teroris Daesh masih ada.

Pemerintah Inggris menyatakan ketidakpuasan atas rencana Presiden AS. Deputi Menteri Pertahanan Inggris, Tobias Ellwood menekankan, "Saya sangat tidak setuju dengan Trump terkait kekalahan Daesh di Suriah."

Perancis – yang telah memberikan kontribusi signifikan pada apa yang disebut kampanye anti-Daesh dalam beberapa tahun terakhir – mengkritik keras keputusan Trump. Presiden Perancis Emmanuel Macron sangat menyesalkan keputusan Gedung Putih.

Menteri Pertahanan Perancis Florence Parly dalam menanggapi rencana Trump, menyebutnya sebagai keputusan yang sangat destruktif dan menekankan, "Misi kami di Suriah belum berakhir."

Sementara itu, pemerintah Suriah, Turki, dan Rusia termasuk di antara pihak yang menyambut keputusan Trump.

Bagi pemerintah Damaskus, keluarnya pasukan AS berarti penarikan sebuah kekuatan pendudukan dan akan memungkinkan pemerintah untuk menegakkan kedaulatan penuh di seluruh bagian Suriah, termasuk utara dan timur laut negara itu.

Pemerintah Turki juga berpikir bahwa dengan penarikan pasukan AS dari timur Sungai Eufrat, akan memungkinkan mereka menggelar operasi militer demi menumpas milisi Kurdi, yang diklaim bekerjasama dengan Partai Pekerja Kurdi (PKK). Dari perspektif Ankara, Washington juga telah memberikan konsesi lain seperti, persetujuan penjualan sistem rudal Patriot ke Turki.

Rusia juga akan memiliki kekuatan militer dan diplomatik yang lebih besar di Suriah dengan penarikan pasukan AS. Di mata Moskow, kehadiran militer AS di Suriah tidak sah dan harus diakhiri.

Namun, para pejabat senior Rusia sangat skeptis tentang pelaksanaan keputusan tersebut.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, "Kita tidak butuh kehadiran AS di Suriah, yang secara prinsip ilegal. Soal penarikan pasukan AS dari Suriah, saya benar-benar tidak tahu apa maknanya ini. AS sudah berada di Afghanistan selama 17 tahun dan setiap tahun mereka berkata akan menarik pasukannya dari negara itu, namun sampai sekarang mereka masih di Afghanistan."

Presiden Vladimir Putin dalam kunjungan ke Pangkalan Hmeymim di Latakia, Suriah pada 11 Desember 2017.

Dari sudut pandang Moskow, memperhatikan kepentingan dan tujuan regional Amerika, mereka tampaknya tidak akan bersedia meninggalkan Suriah secara tiba-tiba.

Republik Islam Iran juga percaya bahwa AS berbohong dalam memerangi teroris Daesh. Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan, "AS tidak pernah berperang melawan Daesh dan kehadirannya di Suriah tidak membawa keuntungan bagi pemerintah Damaskus atau oposisi."

Pada dasarnya, keputusan Trump menyebabkan perpecahan di antara koalisi yang telah memuluskan jalannya ke Gedung Putih dan hal ini akan membahayakan kontrolnya atas Partai Republik.

Trump sudah sering memancing kemarahan lawan-lawan politiknya, tetapi keputusannya tentang Suriah juga akan membuat sekutunya menjauh; sekutu yang akan membuat AS rugi jika kehilangan mereka.

Sekarang, ada keraguan tentang tujuan Trump dan niatnya untuk meninggalkan Suriah. Ada indikasi yang menunjukkan bahwa Trump mungkin ingin menarik simpati para sekutu dengan cara mengubah formasi pasukan di Timur Tengah (Asia Barat).

Pasukan AS seharusnya meninggalkan Suriah tahun lalu, tetapi karena permintaan Arab Saudi dan kesediaannya membayar empat miliar dolar, akhirnya penarikan mereka ditunda.

Israel dan Arab Saudi sangat marah dengan keputusan Trump untuk menarik pasukan AS dari Suriah.

Menurut para analis, Israel akan menghadapi risiko yang lebih besar di antara sekutu regional AS. Karena, krisis Suriah awalnya didesain untuk menghancurkan poros perlawanan dan memastikan keamanan rezim Zionis, tetapi dengan kekalahan kelompok teroris dan penarikan pasukan AS dari Suriah, plot ini telah gagal dan poros perlawanan terbukti lebih kuat dari sebelumnya. (RM)