Komponen Keamanan Berkelanjutan di Kawasan Menurut Rahbar (5)
Jan 10, 2022 16:44 Asia/Jakarta
Agresi militer Amerika Serikat ke Afghanistan dan Irak, dilakukan dengan dalih untuk mencerabut akar terorisme dan mewujudkan keamanan di kawasan. Akan tetapi di baliknya terdapat tujuan strategis di Asia Barat dan dilakukan untuk merealisasikan gagasan utopis dunia satu kutub atau unipolar yang diusung AS.
Awalnya Amerika Serikat, seperti sebuah negara adikuasa, mengerahkan pasukan ke Afghanistan, akan tetapi pada akhirnya seperti sebuah kekuatan yang sedang runtuh, keluar dari Afghanistan.
Pendudukan Afghanistan mengeluarkan biaya lebih dari dua triliun dolar yang harus ditanggung oleh para pembayar pajak AS. Sekarang muncul pertanyaan medasar di tengah masyarakat AS, terutama mereka yang tercerahkan, jika Taliban termasuk kelompok teroris dan karenanya AS bersama NATO menduduki Afghanistan selama 20 tahun, lalu mengapa AS berunding dengan kelompok ini, dan mengapa menerima tuntutan mereka untuk menarik pasukan dari Afghanistan ?
Pertanyaan lain yang muncul adalah mengapa setelah menghabiskan dana dua triliun dolar di Afghanistan, bukan saja terorisme tidak musnah, bahkan ISIS menambah permasalahan Afghanistan ? Salah seorang pejabat Afghanistan mengatakan, "Jika orang-orang AS memberikan 20 sen saja dari setiap dolar mereka, maka kami akan dapat membangun negara kami, dan melatih pasukan kami."
Jika AS menggunakan dua triliun dolar ini untuk membangun rumah sakit, sekolah, universitas dan membiayai proyek pembangunan serta perang melawan narkotika dan penanaman opium, apakah ia akan tetap terusir dari Afghanistan secara terhina ?
Keluarnya AS dari Afghanistan membuktikan bahwa negara ini bukan lagi kekuatan unggul dunia, dan tidak bisa lagi memaksakan kehendaknya pada bangsa-bangsa lain. Selama 20 tahun menjajah Afghanistan, AS selalu menjadi bahan olok-olok, dan langkah anti-kemanusiaan yang dilakukannya menyebabkan Afghanistan hancur. Perilaku jahat dan anti-kemanusiaan pasukan AS di penjara-penjara Afghanistan bukan hanya menyebabkan Gedung Putih terhina di arena internasional, bahkan membuatnya dibenci oleh rakyat Afghanistan sepanjang masa.
Mulai dari keluarnya AS di masa Presiden Barack Obama dari Irak, keluarnya AS dari Suriah di masa Presiden Donald Trump, hingga keluarnya AS dari Afghanistan di masa Presiden Joe Biden, satu per satu pemerintahan AS mencapai kesimpulan bahwa keluar dari perang-perang di Asia Barat, adalah satu-satunya jalan bagi AS.
Amerika Serikat selama bertahun-tahun membentur jalan buntu di Afghanistan, dan jika mereka tetap bertahan di negara itu, maka akibatnya hanyalah menghamburkan biaya lebih besar, dan semakin menghilangkan lebih banyak nyawa tentaranya.
Keluarnya AS dari Afghanistan adalah indikasi jelas tentang diterimanya kekalahan telak dalam perang. Pangkalan udara Bagram, adalah pangkalan militer terbesar AS di Afghanistan, dan dalam bentuk tertentu merupakan singgasana AS di negara itu. Pangkalan militer ini pada puncaknya di tahun 2012 menampung lebih dari 100.000 tentara AS.
Data yang dirilis Departemen Pertahanan AS, Pentagon menunjukkan, sejak 11 September 2001 hingga 30 September 2019, perang di Afghanistan, Irak dan Suriah secara keseluruhan menghabiskan lebih dari 1,57 triliun dolar yang diambil dari pajak warga AS. Selain itu, lebih dari 2.300 tentara AS atau 2.448 tentara menurut Biden, tewas di Afghanistan, dan sekitar 20.660 tentara atau 20.722 tentara menurut Biden, terluka.
Pernyataan resmi Pusat Komando Militer AS di Timur Tengah, CENTCOM menyebutkan, pasukan AS saat keluar dari Afghanistan, membawa sekitar 1.000 paket barang bawaan ke atas pesawat, dan merusak 17.000 unit peralatan yang tidak masuk daftar barang yang harus diserahkan ke pasukan Afghanistan.
Menurut keterangan pejabat Pentagon, Bagram adalah pangkalan ketujuh dan terakhir yang harus diserahkan pasukan AS kepada pejabat Afghanistan. Pada saat yang sama, sekutu-sekutu AS di Eropa sebelumnya sudah menarik keluar pasukannya dari Afghanistan.
Presiden AS Joe Biden pada 8 Juli 2021 saat membela keputusannya menarik pasukan AS dari Afghanistan, meminta negara-negara kawasan untuk menemukan solusi sulit politik supaya pemerintah Afghanistan dan Taliban mencapai kesepakatan. Biden juga mengatakan, pemerintah Afghanistan harus mencapai kesepakatan dengan Taliban, sehingga keduanya bisa hidup berdampingan secara damai. Menurut Biden, satu-satunya jalan untuk mewujudkan perdamaian dan keamanan di Afghanistan adalah, pejabat pemerintah Afghanistan mencapai sebuah kesepakatan untuk hidup berdampingan dengan Taliban.
Statemen para pejabat Amerika Serikat menyinggung nasib Afghanistan di masa depan, akan tetapi itu tidak lebih dari sekadar penipuan. AS sama sekali tidak pernah ingin menciptakan keamanan dan ketenangan di kawasan.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah Sayid Ali Khamenei pernah menyampaikan sebuah analisa umum terkait peristiwa-perisitwa pahit terorisme dan pembunuhan warga tak bersalah Afghanistan. "Tangan-tangan yang telah menciptakan ISIS sebagai alat penindasan dan kejahatan terhadap rakyat Suriah dan Irak, hari ini setelah kalah di kawasan itu, berusaha memindahkan ISIS ke Afghanistan dan pembunuhan-pembunuhan terbaru di negara ini pada kenyataannya adalah awal dari skenario tersebut," ujarnya.
Rahbar menambahkan, "Bagi para teroris dukungan Amerika Serikat, tidak ada bedanya antara Syiah dan Sunni, dan mereka menyerang semua warga sipil baik itu Syiah maupun Sunni."
Ayatullah Khamenei menganggap upaya menciptakan perselisihan di antara bangsa-bangsa kawasan merupakan kebijakan tingkat pertama AS, dan ia menuturkan, "AS berusaha menampilkan citra kawasan terus buruk, dan menyibukan pemerintah serta masyarakat kawasan sehingga mengira bisa membuat mereka tidak berpikir melawan imperialis bengis yaitu Zionis."
Ebrahim Motaghi, pengajar di Universitas Tehran, Iran terkait strategi AS di Asia Barat mengatakan, "Mantan Presiden AS Barack Obama di tahun 2016 menerima usulan Pentagon terkait penarikan pasukan AS dari Afghanistan. Di sisi lain beberapa lembaga strategis AS yang lain seperti Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang diisi orang-orang semacam Anthony Cordesman menyinggung masalah ini bahwa peran regional AS sangat berbahaya bagi keamanan nasional negara ini, dan AS harus menggunakan mekanisme selektif di bidang keamanan kawasan."
Menurut Motaghi, sebagaimana juga AS di dekade 1980 membantu Irak di masa Presiden Saddam Hussain dan berusaha memainkan perannya di kawasan secara proksi, sekarang peran ini dimainkan dengan bantuan rezim Zionis Israel, dan dijalankan dalam kasus-kasus serupa. Motaghi menambahkan, mendekatkan Israel dengan negara-negara Arab kawasan dilakukan tepat dalam kerangka ini, dan penggunaan pemain proksi kawasan juga bisa dianalisa dalam kerangka ini. (HS)
Tags