Mar 12, 2022 13:40 Asia/Jakarta
  • Lintasan Sejarah 12 Maret 2022
    Lintasan Sejarah 12 Maret 2022

Ibnu Anbari, Ahli Bahasa Wafat

866 tahun yang lalu, tanggal 9 Sya’ban 577 HQ, Abu al-Barakat, Kamaluddin Abdurrahman bin Muhammad yang lebih dikenal dengan Ibnu Anbari meninggal dunia.
 
Ibnu Anbari menyelesaikan pendidikannya di Nizhamiyah, Baghdad dan dikarenakan kecerdasannya, beliau mampu meraih derajat keilmuwan yang tinggi di bidang fiqih dan sastra, sekaligus mengajar di sana. Setelah menyelesaikan pendidikan lebih tinggi, beliau akhirnya menjadi guru besar di masanya.
 
Sejak saat itu, karya-karya tulisnya semakin populer dan para pelajar ilmu agama dari pelbagai penjuru dunia Islam mulai berguru kepadanya. Ibnu Anbari punya kelebihan dalam mendidik murid. Karena setiap orang yang belajar kepadanya di kemudian hari menjadi terkenal. Semua itu berkat kepribadiannya yang senantiasa bertakwa, zuhud dan ikhlas dalam segala perbuatannya.
 
Ibnu Anbari memenuhi waktunya dengan menulis buku-buku nahwu. Beliau berusaha untuk mendekatkan kaidah ushul fiqih dan nahwu. Itulah mengapa dalam memahami nahwu, beliau lebih menggunakan metode para ahli fiqih. Ia meninggalkan banyak buku dan risalah. Yang paling terkenal dari karyanya adalah buku Asrar al-Arabiah.
 
Ayatullah Mohammad Saleh Hairi Mazandarani Wafat
 
51 tahun yang lalu, tanggal 21 Isfand 1349 HS, Ayatullah Sheikh Mohammad Saleh Hairi Mazandarani meninggal dunia dalam usia 89 tahun di Semnan dan kemudian dimakamkan di komplek makam suci Imam Ridha as.
 
Ayatullah Sheikh Mohammad Saleh Hairi Mazandarani lahir pada 1260 HS di kota suci Karbala. Pada awalnya beliau mempelajari sastra Arab dan kemudian kuliah filsafat dan logika kepada ayah dan saudaranya. Ketika usianya baru 15 tahun, beliau menulis Risalah Ghassalah dan serahkan kepada Akhond Khorasani. Begitu melihat risalah tersebut, Akhond Khorasani memahami kejeniusan remaja ini dan kemudian membawanya ke Najaf al-Asyraf. Selama bertahun-tahun belajar di Najaf, Ayatullah Sheikh Mohammad Saleh menjadi salah satu murid terbaik Akhond Khorasani.
 
Ayatullah Mazandarani juga belajar kepada guru-guru besar seperti Mirza Hossein Khalili, Mulla Esmail Boroujerdi, sehingga mencapai derajat keilmuwan yang tinggi. Kesungguhan dan kemampuan yang dimiliki membuat perhatian ulama di masanya tertuju kepadanya. Terlebih lagi beliau banyak menulis buku dan telah mencapai derajat ijtihad di usia 16 tahun.
 
Dalam usia 26 tahun, Ayatullah Mazandarani pergi ke kota Babol, Iran dan berdakwah di sana. Perlahan-lahan beliau semakin dikenal dan menjadi marji. Di masa Reza Khan Pahlevi, Ayatullah Mazandarani menyampaikan pidato keras mengritiknya di masjid Jami’ Babol yang mengakibatkan rezim Pahlevi memenjarakannya di Tehran.
 
Rezim Pahlevi memutuskan untuk menghukum mati Ayatullah Mazandarani, tapi tidak jadi akibat protes para marji dan masyarakat itu, sehingga beliau hanya diasingkan di kota Semnan. Beliau akhirnya tinggal di Semnan hingga akhir hayatnya. Semasa hidupnya, beliau banyak melahirkan karya ilmiah seperti Hikmat Bo Ali dalam 5 jilid, Sima-ye Iman, Diwan al-Adab dan Tarikh Maaref Emamiyeh.
 
mantan PM Serbia Zoran Djindjic

 

Perdana Menteri Serbia Dibunuh Mafia
 
19 tahun yang lalu, tanggal 12 Maret 2003, Perdana Menteri (PM) Serbia, Zoran Djindjic, tewas ditembak seorang penembak gelap saat tengah berjalan menuju gedung pemerintah di Beograd.
 
Sebelumnya, dia beberapa kali lolos dari upaya pembunuhan. Djindjic tewas dengan satu luka tembakan di jantungnya. Salah seorang pengawalnya juga terluka akibat terkena tembakan di perut namun berhasil selamat.
 
Sejak menjabat perdana menteri Serbia pada 25 Januari 2001, Zoran Djindjic banyak dihujat kelompok garis keras Serbia akibat kebijakannya yang pro-Barat.
 
Alhasil, banyak warga Serbia, terutama simpatisan sayap kanan, yang memandang Djindjic sebagai pengkhianat. Penyandang gelar doktor dalam bidang filsafat tersebut dianggap terlalu tunduk terhadap kepentingan Barat.
 
Kebijakan dalam negeri Djindjic yang reformis dan terbuka juga tidak disukai tokoh-tokoh Serbia, terutama kalangan mafia. Djindjic dipandang mengancam keberadaan organisasi mafia di Serbia, yang sejak pecahnya perang Balkan pada awal tahun 1990-an, mendominasi kehidupan politik dan ekonomi di negara tersebut.
 
Akibatnya, berkali-kali organisasi mafia dan lawan politik Djindjic di Serbia berusaha membunuh mantan aktivis mahasiswa tersebut. Usaha mereka baru berhasil pada 12 Maret 2001 setelah Zvezdan Jovanovic, seorang anggota mafia, menembak mati Djindjic saat akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Swedia, Anna Lindh.
 
Menurut hasil investigasi polisi, Jovanovic menembak Djindjic atas perintah Milorad Ulemek, tokoh mafia paling terkenal di Serbia. Ulemek adalah mantan komandan polisi khusus Yugoslavia di bawah Presiden Milosevic.
 
Atas kejahatannya tersebut, pengadilan menjatuhkan hukuman penjara 40 tahun kepada Milorad Ulemek. Sebelas anak buah Ulemek, termasuk Jovanovic juga diganjar hukuman oleh pengadilan Serbia.[]

Tags