Konsekuensi dari Kepresidenan Trump (3)
Di kesempatan kali ini kami akan mengulas dampak pemilihan Trump di sektor finansial dan energi Amerika Serikat.
Seperti yang sebelumnya kami sebutkan, berbagai laporan resmi Amerika di masa pemerintahan Presiden Donald Trump seluruhnya menunjukkan bahwa kebijakan Trump dengan slogan America First bukan saja gagal memulihkan kondisi keuangan negara ini, bahkan di sektor Federal Reserve dan perpajakan, negara ini memasuki fase baru hutang yang besar.
Gedung Putih di tahun 2020 menyatakan bahwa defisit anggaran tahunan untuk pertama kalinya sejak tahun 2013 naik menjadi lebih dari satu triliun dolar. Di bulan Juli 2018, defisit anggaran Amerika mencapai 682 miliar dolar, dan menunjukkan kenaikan sebesar 20,8 persen dibanding waktu serupa di tahun 2017. Faktor utamanya adalah peningkatan anggaran militer dan pemerintah, serta penurunan pajak perusahan dan orang kaya di masa pemerintahan Donald Trump.
Defisit anggaran Amerika disebabkan oleh reformasi perpajakan Trump pada Desember 2017. Menurut laporan Federal Reserve (Bank Sentral AS), pendapatan pemerintah di tahun 2018 hanya mengalami pertumbuhan sebesar satu persen dan alasannya adalah penurunan pendapatan dari sektor pajak perusahaan karena instruksi Trump, di mana pendapatan lembaga ini turun secara signifikan.
Laman The Balance terkait kondisi hutang Amerika dan janji Trump memberikan analisa yang unik dan analisa ini bersandar pada data dan informasi. Laman ini menulis, Donald Trump di pemilu presiden tahun 2016 sebagai wakil dari kubu Republik berjanji bahwa ia akan melunasi hutang pemerintah dalam kurun waktu delapan tahun. Tetapi anggaran yang diusulkannya malah menambahkan 8,3 triliun dolar ke utang dalam waktu 4 tahun. Akibatnya, utang AS meningkat menjadi 25 triliun dolar. Selama pencalonannya, Trump memiliki dua strategi untuk mengurangi utang. Dia berjanji akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen per tahun untuk meningkatkan penerimaan pajak. Namun saat menjadi presiden, dia menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonominya menjadi 3,5 hingga 4 persen.
The Balance lebih lanjut mengakui bahwa utang di masa-masa awal kepresidenan Trump naik 8,3 triliun dolar. Ini hampir sama dengan total utang dua periode kepresidenan Barack Obama yang saat itu tengah dililit resesi ekonomi. Trump bukan saja tidak merealisasikan janjinya untuk mengurangi utang negara, bahkan melakukan sebaliknya. Undang-undang perpajakan yang dikembangkan oleh Partai Republik dan disahkan di Kongres Amerika Serikat yang dikuasai Partai Republik dikenal sebagai penyebab peningkatan pesat dalam utang nasional, dan sekarang Kantor Anggaran Kongres telah memperkirakan bahwa defisit beberapa triliun dolar Amerika Serikat akan terus berlanjut. Laporan ini dan peningkatan defisit anggaran dan utang publik semuanya menunjukkan ketidakefektifan kebijakan ekonomi Trump di bidang keuangan.
Sememtara di bidang energi, meskipun strategi keamanan nasional Trump menjadi slogan sentral Amerika dalam sistem energi global sebagai produsen, konsumen, dan inovator terkemuka, dalam praktiknya, bertentangan dengan strategi ini, ia berusaha menjaga minyak pada harga minimum dan melakukan ini melalui sekutu Arab di OPEC dengan mengurangi penjualan minyak Iran. Tidak seperti Obama dan Biden, pendekatan sentral Trump adalah penggunaan bahan bakar fosil habis-habisan, dan bahkan dalam kampanye pemilihan 2020, ia secara teratur mengutipnya dan mengejek kebijakan berdasarkan energi hijau dan bersih. Di bawah pengaruh pendekatan ini, banyak undang-undang lingkungan yang membatasi aktivitas polusi perusahaan minyak dibatalkan selama era Trump.
Dalam konteks kebijakan energi pemerintahan Trump, perlu disebutkan bahwa OPEC selalu mendapat tekanan dari Trump untuk meningkatkan produksi minyak mentah dan, akibatnya adalah penurunan harga minyak. Tentu saja, tingkat harga minyak mentah yang rendah di bawah 55 dolar AS per barel juga tidak terlalu cocok untuk ekonomi Amerika; Karena jika harga rendah, produksi minyak serpih (shale oil) di dalam negeri akan terhenti. Pendekatan Trump ini tidak didukung oleh institusi Amerika lainnya. Pada tahun 2018, Komite Kehakiman DPR meminta pemerintahan Trump untuk mendukung RUU yang akan memungkinkan Departemen Kehakiman AS untuk menuntut OPEC karena melanggar undang-undang antitrust sherman. Undang-undang antitrust merupakan landasan hukum persaingan pasar dengan kondisi pengawasan pemerintah.
Menurut Komite Kehakiman Kongres AS, setiap kali ada kartel ekstrem, pada akhirnya harga tidak ditentukan oleh pasar bebas, dan dalam situasi seperti itu, konsumen dirugikan. Mereka mengingatkan bahwa undang-undang anti-OPEC adalah undang-undang yang memungkinkan AS membatasi kekuasaan organisasi OPEC dan menuntut negara-negaranya. Di bawah undang-undang ini, Amerika Serikat dapat menuntut dan mendenda OPEC atas tindakan yang menetapkan kuota bagi produsen; Sebab, menurut mereka, langkah tersebut membuat harga bensin semakin mahal bagi konsumen Amerika.
Meski ada kritikan dari Komite Kehakiman Kongres terhadap OPEC, perluasan hubungan dengan Arab Saudi menjadi salah satu pilar utama kebijakan energi Amerika. Tentunya hubungan energi AS dan Arab Saudi kembali ke 84 tahun silam, ketika minyak pertama kalinya ditemukan di Arab Saudi pada tahun 1938. Pendekatan energi Trump ini berkaitan dengan pendekatan keras pemerintahannya terhadap Iran. Amerika dan Arab Saudi, keduanya meningkatkan upayanya meningkatkan sanksi minyak Iran di masa pemerintahan Trump.
Riyadh menentang pemberian pengecualian sanksi kepada konsumen minyak Iran oleh Amerika dan di sisi lain, Trump menilai masalah ini berkaitan dengan peningkatan produksi Arab Saudi untuk mengkompensasi penurunan produksi minyak Iran. Tentunya kebijakan represi maksimum Amerika terhadap Iran di sektor energi tidak membuahkan hasil, dan ini salah satu alasan kecenderungan Riyadh untuk berunding dengan Tehran setelah periode Trump.
Menurut situs Platts, yang menyediakan informasi dan analisis pasar energi secara independen, kebijakan pemerintah AS di bidang minyak dan gas di akhir era Trump harus sedemikian rupa sehingga harga minyak berfluktuasi dalam kisaran optimal, sehingga produsen minyak serpih Amerika tidak akan mengalami krisis keuangan. Harga minyak di bawah enam puluh dolar per barel merugikan produsen minyak serpih AS. Trump tidak dapat berhasil di bidang ini juga, dan ini menyebabkan kerugian bagi perusahaan-perusahaan penghasil minyak serpih Amerika.
Kesimpulannya adalah semangat populis dan anti-lingkungan hidup Donald Trump, sikap keras kepalanya untuk menghapus undang-undang lingkungan hidup yang membatasi aktivitas merusak perusahaan Amerika produsen minyak serpih, dukungan nyata Trump terhadap peningkatan tidak pandang bulu Arab Saudi, ketidakpedulian terhadap kepentingan jangka panjang lingkungan hidup dan fokus pada kepentingan jangka pendek ekonomi telah membuat selama kepresidenan Trump, menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki tidak hanya pada energi dan sumber daya lingkungan negara ini, tetapi juga ke beberapa negara Asia Barat, yang dianggap sebagai pemasok energi utama dunia.