Jun 28, 2016 11:44 Asia/Jakarta

Manusia akan mencari atau memanggil orang lain ketika ia ada keperluan dengannya. Setiap manusia yang meyakini Allah Swt dan meskipun keyakinannya masih goyah, ia akan menyeru Sang Pencipta saat diguncang kegelisahan dan dalam berbagai situasi ia memohon pertolongan-Nya.

Doa adalah media untuk berkomunikasi dengan Tuhan dan sarana untuk memohon segala kebutuhan manusia. Malam Lailatul Qadar merupakan malam-malam istimewa untuk berdoa dan memohon hajat. Pada malam itu bumi kedatangan ribuan malaikat. Mereka mengamati orang-orang yang berdoa dan mengamini setiap doa anak Adam.

 

Salah satu doa yang dianjurkan pada malam Lailatul Qadar adalah doa Jausyan Kabir. Doa ini memuat 1.000 Asma Allah yang tersusun dalam 100 pasal, dan setiap pasal terdapat 10 Asma Allah. Doa Jausyan Kabir mengandung semua hal yang dibutuhkan oleh manusia seperti, perlindungan saat menghadapi bahaya, rezeki saat dihimpit kesusahan, ketenteraman dan kedamaian saat digoncang oleh badai kehidupan, dan lainnya. Dalam sejumlah hadis dari Ahlul Bait Nabi Saw disebutkan bahwa doa Jausyan Kabir termasuk doa yang paling utama dibaca di malam Lailatul Qadar. Malam yang lebih baik dari 1.000 bulan, malam penuh berkah, dan malam terkabulnya doa.

 

Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa barang siapa menyeru Allah Swt dengan nama-nama-Nya, maka doa mereka akan dikabulkan dan barang siapa yang menyebut-nyebut Asma Allah, mereka akan menjadi penghuni surga. Di sini, tentu saja tidak hanya sekedar menyebut, tapi juga memahami makna yang terkandung dari nama-nama tersebut. Berkenaan dengan keutamaan doa Jausyan Kabir, Rasulullah Saw bersabda, “Tidak ada seorang hamba pun dari umatku yang membaca doa ini satu kali atau tiga kali pada bulan Ramadan kecuali Allah akan melindungi tubuhnya dari api neraka dan surga wajib atasnya.

 

Doa Jausyan Kabir pada tahap pertama mengajak manusia untuk meningkatkan makrifatnya kepada Allah Swt. Sifat-sifat Allah yang disebut dalam doa ini membuat hati manusia semakin dekat dengan-Nya. Doa Jausyan Kabir merupakan sebuah bentuk seruan yang sangat tulus, karena di dalamnya semata-mata berbicara tentang Sang Kekasih. Orang-orang yang memiliki makrifat yang tinggi, mereka bisa menyelami kedalaman kandungan doa tersebut. Pada tahap kedua, doa Jausyan Kabir berperan sebagai media untuk memohon segala kebutuhan. Allah Swt adalah Zat yang maha kaya dan maha kuasa, sementara manusia adalah makhluk yang miskin dan tak berdaya. Oleh karena itu, Dia adalah satu-satunya tempat kita bersandar dan tempat kita memohon pertolongan.

 

Ramadan adalah bulan yang penuh berkah, rahmat, dan pengampunan.Bulan untuk melepas diri dari api neraka, bulan untuk mencari keselamatan, dan bulan untuk menuju ke surga. Imam Ali Ridha as menukil sebuah hadis dari Rasul Saw yang berbunyi, “Bulan Ramadan adalah sebuah bulan yang agung, ganjaran amal kebaikan manusia dibalas berkali lipat, dosa-dosa mereka diampuni. Derajat spiritual mereka akan ditinggikan… bulan ini tidak sama dengan semua bulan lain. Ia datang dengan membawa berkah dan rahmat, dan pergi dengan menyediakan pengampunan…sesungguhnya orang yang celaka dan sengsara adalah mereka yang berpisah dengan bulan ini tanpa mendapat ampunan.” (Wasail al-Shia, jilid 7)

 

Bulan Ramadan merupakan momentum terbaik untuk memohon ampunan dan menghapus dosa-dosa. Imam Ali Zainal Abidin as-Sajjad as melantunkan doa-doa yang indah ketika memasuki waktu sahar dan berseru, “Ya Tuhanku! Keutamaan-mu sungguh luas untuk dibandingkan dengan perbuatanku,kesabaran-Mu sungguh besar untuk dibandingkan dengan dosa-dosaku,ampunilah dosa dan kesalahanku Duhai Tuhanku.

 

Tentu saja, salah satu syarat pengampunan Tuhan atas dosa-dosa kita adalah sikap saling memaafkan di antara sesama. Dalam surat an-Nur ayat 22, Allah Swt berfirman, “… dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kalian tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Pada dasarnya, sifat pemaaf terhadap kesalahan orang lain merupakan salah satu dari prinsip dasar Islam. Al-Quran bahkan dalam kasus-kasus yang wajib untuk menjalankan qisas,menganggap sifat pemaaf sebagai sebuah nilai yang lebih utama. (Al-Baqarah, ayat 178)

 

Pemberian maaf kadang membuat pelaku kesalahan menyesal dan memperbaiki dirinya. Orang-orang yang berjiwa besar jika menyaksikan rasa penyesalan dari pelaku kesalahan, mereka akan mudah memberi maaf. Seperti perkataan Imam Ali as, “Saat engkau sudah menang atas musuhmu, maka jadikanlah sifat pemaaf sebagai rasa syukur atas kemenangan itu.” Tentu saja, penekanan Islam untuk memberi maaf berhubungan dengan pelanggaran hak-hak individu. Akan tetapi, Islam sama sekali tidak mentolerir orang-orang yang merampas hak-hak masyarakat.

 

Dikisahkan bahwa seorang perempuan dari keluarga pemuka Quraisy mencuri dan telah terbukti perbuatannya, dan hukumannya pun sudah ditetapkan. Para sahabat mencari perantara dari sana sini untuk menemui Rasul Saw dan meminta ampunan beliau. Akan tetapi, Rasul Saw marah dan menegaskan kepada mereka, “Inilah penyebab kerusakan umat terdahulu, apabila sosok berpengaruh bersalah mereka tinggalkan hukumannya, namun jika orang lemah bersalah mereka menghukumnya, mereka pilih kasih dalam menjalankan hukum. Demi Allah, aku tidak akan bersikap lemah dalam menegakkan keadilan terhadap siapapun, meski dia adalah putriku, Fatimah.

 

Setiap orang mengaudit diri dalam hidupnya, terutama mereka yang berkecimpung dalam dunia bisnis, maka program audit mutlak diperlukan untuk melihat untung-rugi. Setiap pengusaha biasanya melakukan audit tahunan atas bisnisnya, namun selain audit tahunan, mereka juga mengevaluasi jalannya roda usahanya setiap hari, pekan, dan bulan sehingga mempermudah kegiatan audit tahunan. Jika pelaku bisnis itu tidak melakukan evaluasi harian, maka tugas-tugasnya akan menumpuk dan membuatnya kewalahan, dan terkadang kelalaian akan menciptakan masalah besar bagi usahanya.

 

Di sini, kita perlu bersikap seperti seorang pedagang yang tidak ingin didera kerugian. Seorang Mukmin juga harus mengaudit amal perbuatannya dengan Allah Swt. Ia harus punya jawaban yang memuaskan atas perilakunya dan mengaudit dirinya secara teliti sebagaimana para malaikat menghisap perbuatannya kelak di Hari Kiamat. Bulan Ramadan merupakan sebuah kesempatan bagi kaum Muslim untuk lebih memperhatikan amal perbuatannya. Mereka harus mengevaluasi sikap dan perilakunya sehingga bisa memperoleh rahmat dan ampunan Allah Swt di bulan suci ini. Metode ini mempermudah langkah mereka menuju kesempurnaan Ilahi.

 

Diceritakan bahwa seorang bocah masuk ke sebuah toko, lalu mendorong sebuah krat minuman ke arah tempat telepon. Kemudian ia naik ke atas krat tersebut dan mulai menghubungi seseorang lewat telepon tadi. Pemilik toko hanya mengawasi tingkah anak itu dan mendengar pembicaraannya di telepon. Bocah itu bertanya, “Nyonya, aku sangat berharap agar pekerjaan memangkas rumput di halaman rumahmu diserahkan kepadaku.” Ibu itu menjawab, “Apakah ada seseorang yang akan melakukan itu untukku?” Si bocah menimpali, “Nyonya, aku akan melakukannya dengan upah lebih rendah dari yang selama ini engkau bayar kepada orang lain. ”Ibu itu kemudian berkata bahwa ia puas dengan pekerjaan orang tersebut. Mendengar jawaban seperti itu, si bocah sedikit memaksa dan berujar, “Nyonya, aku juga siap membersihkan trotoar dan taman di depan rumahmu. Engkau akan menikmati taman yang paling indah di kota ini pada hari minggu nanti.” Ibu itu lagi-lagi menolak tawaran tersebut.

 

Bocah itu kemudian meletakkan gagang telepon sambil tersenyum. Pemilik toko menghampiri bocah tersebut dan berkata, “Wahai anak muda! Aku senang dengan gayamu karena engkau penuh semangat, aku ingin menawarkan sebuah pekerjaan untukmu.” Bocah itu kemudian menjawab, “Tidak tuan, terimakasih, aku hanya sedang mengevaluasi kinerjaku. Aku sendiri adalah orang yang bekerja di rumah nyonya tadi.”

Tags