Nov 08, 2022 13:32 Asia/Jakarta
  • Keruntuhan AS
    Keruntuhan AS

Kehadiran Amerika Serikat di kawasan selalu dikaitkan dengan perilaku tidak bijaksana, yang selama ini menjadi sumber utama masalah dan krisis yang menimpa kawasan Asia Barat.

Lebih dari 200 intervensi dalam urusan dalam negeri berbagai negara seperti kudeta, embargo ekonomi, perang militer dan hasutan internal adalah produk dari kebijakan negara adidaya yang sepanjang sejarah kehidupan politiknya telah memutuskan untuk mengejar tujuan militer dengan memperluas kekuatan militernya. Dengan membangun 750 pangkalan militer di dunia, Amerika telah berusaha menciptakan dominasi politik yang luas di dunia, namun pendekatan ini, bertentangan dengan apa yang dibayangkan oleh negarawan Amerika, telah mengakibatkan turunnya kekuatan Amerika.

Kemunduran AS

Melihat masa lalu menunjukkan bahwa puncak kebanggaan Amerika adalah invasi ke Irak pada tahun 2003, ketika berharap untuk menguasai tidak hanya Afghanistan dan Irak, tetapi juga Asia Barat.

Dengan ide ini, Amerika sebenarnya melebih-lebihkan kekuatan militernya untuk membawa perubahan politik yang mendasar. Amerika mengakhiri berbagai dekade ini dengan tentara yang terlibat dalam dua perang kontra-pemberontakan dan krisis keuangan internasional yang dipicu oleh ketidaksetaraan besar-besaran yang disebabkan oleh globalisasi yang dipimpin AS.

Kekalahan di Irak, Suriah dan Afganistan, meski memiliki banyak kemampuan militer dan finansial, merupakan tanda merosotnya negara adidaya Amerika. Perang berat di Afghanistan dan Irak melibatkan banyak orang Amerika tidak hanya di wilayah yang sulit seperti Asia Barat, tetapi juga Amerika Serikat secara internasional.

Hasil dari intervensi ini adalah polarisasi baru dan perubahan kesimbangan kekuatan, yang merusak pengaruh global Amerika. Pengaruh ini sangat berkurang dengan apa yang disebut Joseph Nye sebagai "kekuatan lunak" Amerika.

Namun, kebijakan intervensionis Amerika memiliki lapisan kompleks yang dirancang dalam bentuk strategi Amerika berdasarkan intervensi keamanan dan kontrol militer atas wilayah tersebut.

Intervensi militer di Afghanistan dan Irak menunjukkan bahwa AS telah mempertahankan kebijakan subversi sebagai strategi utama pengaruhnya di kawasan. Setelah peristiwa baru-baru ini di Afghanistan dan penarikan Amerika yang tidak bertanggung jawab dari negara ini, kawasan berada di jalur perubahan besar.

Amerika, terutama dalam satu dekade terakhir, telah menunjukkan sifat kebijakannya yang koersif dan agresif dengan melakukan puluhan plot teror, intervensi militer dan melanggar integritas wilayah berbagai negara serta telah menunjukkan bahwa dirinya adalah rezim pemberontak di arena internasional.

Berbagai macam dokumen menunjukkan bahwa banyak kelompok teroris yang diciptakan oleh Amerika. Menurut pejabat Amerika, Al-Qaeda dan banyak kelompok teroris terkenal lainnya diciptakan oleh CIA atau didukung langsung untuk memajukan tujuan Amerika.

Noam Chomsky, analis politik terkemuka AS, beberapa tahun yang lalu ketika Paris menjadi sasaran serangan teroris, mengajukan pertanyaan apakah tujuan AS adalah mendorong terorisme atau mengakhirinya? Dia menjawab, "Jika Anda ingin mengakhiri terorisme, Anda harus terlebih dahulu bertanya mengapa terorisme terjadi? Apa alasan utamanya dan apa akarnya yang lebih dalam? Dan kemudian Anda harus mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan ini."

Al-Qaeda dan AS

Hasil studi Brown University tahun 2018 tentang kehadiran militer AS di berbagai negara di dunia menunjukkan bahwa berdasarkan klaim memerangi terorisme, ternyata AS telah memperluas kehadiran militernya di lebih dari 40% negara di dunia.

Hasil kehadiran Amerika di kawasan dan intervensi militernya pasca serangan teroris 11 September 2001 menunjukkan bahwa tindakan Amerika dalam apa yang disebutnya "perang melawan terorisme" telah menyebabkan penyebaran terorisme di dunia dalam dua dekade terakhir. Pada tahun 2001, sejalan dengan apa yang disebut perang melawan terorisme, pasukan Amerika menginvasi Afghanistan untuk menghadapi pasukan Al-Qaeda.

Selama invasi dan pendudukan Irak oleh Amerika, lebih dari satu juta orang tewas secara langsung akibat perang. Perang yang berlangsung selama kurang lebih 7 tahun ini menimbulkan banyak kerugian bagi rakyat Irak, selama perang tentara Amerika tidak henti-hentinya melakukan kejahatan.

Afghanistan dan Irak yang seharusnya bersih dari teroris, berubah menjadi tempat munculnya kelompok teroris Daesh (ISIS).

Pemimpin Besar Revolusi Islam, Ayatullah Al-Udzma Sayid Ali Khamenei dalam pidato terkait upacara wisuda bersama mahasiswa universitas perwira angkatan bersenjata di Universitas Perwira Imam Hossein, menganggap campur tangan asing di kawasan sebagai sumber konflik dan kerusakan.

Ayatullah Khamenei menyebut penarikan pasukan angkatan bersenjata Amerika dari Afghanistan tanpa semangat moral dan spiritual sebagai contoh hasil kekuatan lahiriah dan bukan kekuatan yang sesungguhnya.

Menurut Rahbar, 20 tahun yang lalu, Amerika mengirim pasukannya ke Afghanistan untuk menggulingkan Taliban, dan dalam pendudukan jangka panjang ini, pembunuhan dan kejahatan terjadi, dan mereka menyebabkan banyak kerusakan, tetapi setelah semua biaya material dan manusia ini, mereka menyerahkan kekuasaan kepada Taliban dan pergi, yang merupakan pelajaran bagi semua negara.

Uni Eropa dan Amerika Serikat

Pemimpin Besar Revolusi Islam menambahkan, Ketika negara-negara Eropa merasa tidak mampu dalam mencapai keamanan yang berkelanjutan karena mengandalkan Amerika, yaitu negara yang tidak melawan Eropa, maka kewajiban negara-negara lain yang menempatkan angkatan bersenjatanya di bawah kendali Amerika dan asing lainnya menjadi jelas.

Selama bertahun-tahun, Amerika berusaha menjadi kekuatan militer yang unggul tanpa saingan dalam skala global, tetapi fakta seperti kegagalan tentara Amerika dalam Perang Vietnam, penguasaan drone Amerika canggih yang disebut RQ-170 dan penghancuran drone militer Amerika paling canggih yang disebut Global Hawk" oleh Iran, ketidakmampuan Amerika Serikat untuk memberikan dukungan militer kepada mitra regional seperti rezim Zionis dan Arab Saudi melawan pasukan Perlawanan adalah salah satu kenyataan yang menyebabkan runtuhnya kekaguman terhadap tentara Amerika.

James Petras, akademisi di University of Birmingham, percaya bahwa kebijakan yang diberlakukan oleh lobi Zionis di Amerika adalah salah satu faktor kemunduran kekuatan Amerika. Menurut Petras, Setelah berakhirnya Perang Dunia II, Eropa Barat, Jepang, dan baru-baru ini Cina dan Rusia bergerak untuk mengembangkan kemampuan ekonomi mereka sendiri, sementara Amerika Serikat beralih ke militerisme untuk melayani kepentingan lobi Zionis.(sl)

Tags