Mengenal Para Ulama Besar Syiah (57)
Ayatullah Muhammad-Hasan al-Najafi atau yang dikenal dengan Sahib al-Jawahir adalah ulama besar Syiah dan jenius abad 13 Hijriah. Karya terbesar dan yang membuatnya terkenal adalah Jawahir al-Kalam, sehingga ia dikenal sebagai Sahib al-Jawahir.
Pengaruh Sahib al-Jawahir dalam menghidupkan fikih asli dan murni Syiah sangat besar sehingga ulama terkenal setelahnya seperti Imam Khomeini ra, mengenalkan fikih asli Syiah dengan fikih Jawahiri. Penyebutkan fikih Jawahiri mengacu pada metode ilmu fikih yang sepenuhnya berpegang pada asas dan kaidah fikih, sekaligus mampu menjawab persoalan-persoalan baru yang muncul di berbagai bidang personal dan sosial, dengan berpijak pada prinsip dan aturan yang sama.
Usul fikih berarti asas-asas dan kaidah-kaidah yang dapat digunakan oleh seorang ahli hukum untuk memperoleh hukum-hukum agama dari teks ayat dan riwayat. Sebagian aturan tersebut merupakan aturan rasional dan logis, dan sebagian lainnya merupakan aturan yang telah ditentukan dalam ayat dan hadis. Ahli hukum Syiah menekankan penerapan prinsip dan aturan ini dan percaya bahwa jika seorang ahli hukum ingin menyimpulkan hukum agama (istinbat hukum) dari al-Quran dan hadis serta riwayat tanpa mengikuti aturan ini, maka kemungkinan penyimpangan dalam pendapatnya akan sangat tinggi. Para ahli hukum Syiah menganggap pengabaian ini sebagai bahaya besar bagi prinsip agama.
Usul fikih yang merupakan salah satu mata pelajaran utama seminari (Hauzah Ilmiah) telah digunakan oleh para ahli hukum sejak awal sejarah fikih Syiah, dan seiring berjalannya waktu, upaya para ahli hukum telah menambah kekayaannya dan memberinya lebih banyak disiplin. Salah seorang yang memiliki peran unik dalam menghidupkan kembali usul fikih dan menerapkannya secara sangat sistematis, tepat dan ilmiah dalam istinbat hukum, adalah Sheikh Muhammad Hassan Najafi "Sahib Jawahir".
Dalam buku besarnya Jawahir al-Kalam, yang sebenarnya merupakan ensiklopedia fikih Syiah, ia menunjukkan cara yang benar dalam menerapkan aturan dan prinsip-prinsip fikih (usul fikik) dengan penguasaan penuh dan menunjukkan kekuatan fikih otentik dalam istinbat hukum ilahi dengan benar dan menanggapi masalah baru sesuai dengan kebutuhan waktu. Pentingnya hal ini menjadi jelas ketika kita mengetahui bahwa dalam beberapa periode sejarah, termasuk pada masa Sahib Jawahir; beberapa arus yurisprudensi (maktab fikih), termasuk Akhbari; Mereka menentang penggunaan prinsip dan aturan fikih dan percaya bahwa satu-satunya sumber bagi kita untuk mencapai keputusan ilahi adalah teks ayat dan hadits, dan kita tidak boleh mengikuti prinsip dan aturan logis dan rasional dalam memahami teks-teks ini. Jika arus ini menguasai pendapat para ulama dan orang biasa, hal itu dapat menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada agama Islam dan mazhab Ahlubait as.
Jawahir al-Kalam sebenarnya adalah sebuah interpretasi (tafsir) atas kitab Sharayi' al-Islam karya Muhaqqiq al-Hilli (ahli hukum (faqih) Syiah besar di abad ke-7 H). Buku ini mencakup semua bab fikih dan memiliki kelengkapan di bidang fikih; Itu membuat peneliti tidak perlu dari buku lain. Dalam Jawahir al-Kalam disebutkan pendapat fikih, sebagian besar ahli fikih masa lalu; dan pendapat tersebut diperiksa dengan cermat dan bahkan kritis. Juga, isi buku-buku dan teks-teks fikih penting sebelumnya telah dikutip dan dianalisis dalam buku ini. Frasa buku ini diungkapkan dalam bahasa yang sederhana dan argumennya jelas dan ekspresif. Meskipun Jawahir al-Kalam ditulis sebagai gambaran kitab Sharayi' al-Islam dan bahkan dari segi bentuk dan judulnya mengikuti kitab Sharayi', namun luas dan dalamnya uraian ini telah mencerna kitab Sharayi' itu sendiri.
Penulisan buku sebanyak dua puluh ribu halaman ini, yang setiap halamannya memuat topik-topik yurisprudensi yang terperinci telah berlangsung selama tiga puluh tahun. Muhaddith Qomi dalam kitabnya Al-Fawa'id al-Radawiyya mengatakan bahwa penulisan kitab ini merupakan salah satu keajaiban zaman. Sejak buku ini ditulis, telah dianggap sebagai inti dari bahtsul kharij (kelas khusus mujtahid) dan perlu bagi para ahli hukum untuk merujuknya. Beberapa ahli hukum kontemporer, seperti Ayatullah Muhammad Taqi Behjat, juga mendasarkan seluruh pelajaran bahtsul kharij (kelas khusus mujtahid) mereka pada kitab Jawahir al-Kalam.
Salah satu pendapat penting Sahib Jawahir dalam karya ini adalah pendapat mengenai perwalian mutlak ahli hukum (Wilayatul Faqih) selama tidak adanya Imam Maksum as. Ahli fikih yang bijak ini percaya bahwa otoritas ahli hukum (Wialyatul Faqih) adalah hal yang diterima dan diakui di kalangan ulama Syiah, dan arti penguasa (hakim) dalam kata-kata mereka adalah ahli hukum (faqih) yang menjadi wakil imam selama ketidakhadirannya. Dia menganggap perwalian ulama sebagai kelanjutan dari pergerakan para nabi ilahi dan imam yang sempurna.
Terkait hal ini Sahib Jawahir menulis,"Jika perwalian umum (Wilayah al-A'amah) dari ahli hukum tidak terwujud, banyak urusan Syiah akan ditutup." Ia telah membuktikan perlunya perwalian faqih (Wilayatul Faqih) baik melalui riwayat maupun ijma’, dan ia meyakini bahwa hanya mereka yang belum mencicipi fiqih dan belum memahami apa-apa dari perkataan para imam Syi’ah maksum yang meragukan wilayatul faqih.
Meskipun hampir dua abad telah berlalu sejak Jawahir al-Kalam ditulis, buku ini masih mempertahankan posisinya yang tinggi di kalangan ulama dan ahli hukum Syiah. Imam Khomeini mengatakan tentang buku ini: "Sahib Jawahir telah menulis buku sedemikian rupa sehingga jika seratus orang ingin menulisnya, mereka mungkin tidak dapat menanganinya." Meskipun dia bukan penghuni istana (yaitu, dia tidak memiliki fasilitas yang lengkap), beliau memiliki rumah yang sederhana dan sibuk menulis buku Jawahir al-Kalam di sebuah ruangan yang ditiup angin panas.
Allamah Syahid Mutahhari berkata tentang kehebatan Jawahir dan posisinya,"Itu bisa disebut ensiklopedia fikih Syiah." Sekarang, tidak ada ahli hukum yang menganggap dirinya tanpa kitab Jawahir... Sahib Jawahir bekerja tanpa lelah selama tiga puluh tahun untuk menciptakan karya yang begitu hebat. Buku ini merupakan perwujudan kejeniusan, usaha, ketekunan, cinta dan keyakinan seseorang dalam pekerjaannya sendiri.
Apa rahasia keabadian buku hebat ini? Dan bagaimana Sahib Jawahir mencapai kesuksesan seperti itu? Mengapa, di antara semua interprestasi dan tafsir kitab "Sharayi'", hanya kitab Jawahir al-Kalam yang bersinar? Sebagai tanggapan, harus diakui bahwa tanpa keraguan, jika ketulusan, kemurnian batin, ketekunan, keuletan, dan pertolongan ilahi tidak dimiliki manusia ilahi yang agung ini, dia pasti tidak akan dapat menulis dan menyelesaikan karyanya ini. Dia menghadapi banyak kesulitan di jalannya ini.
Muhaddith Qomi menyebutkan bahwa Sahib Jawahir sibuk menulis selama berjam-jam siang dan malam untuk mengarang karya yang begitu hebat, dan putra sulungnya, yang juga pemilik rahmat dan kesempurnaan, telah mengambil alih sebagian besar tanggung jawab ayahnya sehingga ia bisa nyaman menulis. Namun putra saleh ini tiba-tiba meninggal dunia dan Sheikh Muhammad Hassan diliputi kesedihan yang luar biasa. Meskipun Sahib Jawahir sangat terganggu dengan kejadian ini, tetapi dia begitu bertekad untuk menulis buku penting ini sehingga bahkan di samping jenazah putranya, dia tidak mengabaikan beberapa menit antara urusan kain kafan dan penguburan dan mulai menulis. Bagaimana sebuah karya dengan tingkat kepentingan dan kehebatan seperti ini ditulis tanpa tekad besar dan kuat seperti ini ?
Sheikh Muhammad Hassan sendiri mengatakan bahwa setelah kematian anak ini, dunia menjadi gelap di mata saya dan dada saya sesak karena kesedihan dan saya sangat bingung. Dalam situasi tertekan seperti itu, saya membuka lidah saya untuk berterima kasih kepada Tuhan dan memberikan hati saya kepada-Nya. Setelah ucapan terima kasih dan kepercayaan ini, pintu belas kasihan Tuhan dibukakan untuk saya dan pekerjaan saya selesai. Ya, dia memiliki tujuan yang sangat suci dan dia lebih memilih mengabdi pada mazhab Ahlulbait as daripada hal penting lainnya dalam hidup, keikhlasannya membuatnya mampu mengatasi kesulitan dan tantangan serta tetap teguh pada jalannya. Begitulah cara dia berhasil menulis ensiklopedia fikih Syiah terbesar. Sebuah ensiklopedia yang oleh para cendekiawan besar sesudahnya menganggap tulisannya seperti keajaiban.
Setelah bertahun-tahun berusaha keras dan berjuang dalam menyebarkan aliran Ahulbait as, sementara banyak muridnya bersinar di sudut tanah Syiah, dan sementara karya uniknya seperti Jawahir al-Kalam seperti harta berharga di tangan ulama dan ahli hukum, akhirnya pada 1366 H di Najaf Ashraf, Sheikh Muhammad Hassan Sahib Jawahir menerima panggilan Tuhan dan menghembuskan nafasnya yang terakhir. Makam ulama besar di Najaf ini menjadi tempat ziarah para pecinta Mazhab Ahlulbait as.