Tujuan AS Menduduki Afghanistan (15)
Tak diragukan lagi bahwa pengobaran instabilitas di kawasan geopolitik negara-negara setelah Uni Soviet di kawasan Asia Tengah menjadi program Amerika Serikat.
Kehadiran kelompok teroris Daesh (ISIS) di Afghanistan selaras dengan kebijakan strategis Amerika Serikat di Asia Tengah dan Asia Selatan. Amerika dengan menyebarkan terorisme Takfiri Daesh di kawasan Asia Tengah berusaha mempersulit Rusia, Cina dan Republik Islam Iran.
Menurut pandangan Amerika, Rusia bukan saja khawatir atas kehadiran Daesh di Afghanistan, tapi dengan memanfaatkan propaganda atas masalah ini, berharap mengejar tujuan strategis dan jangka panjangnya di kawasan. Kendala utama Rusia bukan siapa yang berkuasa di Afghanistan, tapi apakah Afghanistan kembali akan menjadi pangkalan bagi anasir radikal atau tidak ?
Selama dua dekade lalu, Kremlin meski menafsirkan kehadiran pasukan Amerika di Afghanistan sebagai penghalang perebutan negara oleh ekstremis yang dianggap sebagai ancaman bagi tetangga Rusia di Asia Tengah, namun Moskow secara bersamaan menyalahkan Washington atas peningkatan eksponensial produksi dan perdagangan narkotika dari Afganistan.
Jatuhnya Kabul ke tangan Taliban, di satu sisi, dan perkembangan Daesh di Afghanistan, di sisi lain, telah membangkitkan semangat banyak ekstremis di seluruh dunia Muslim, yang kemungkinan besar akan menjadi ancaman bagi Rusia dan tetangganya di Asia Tengah. Ini adalah ancaman yang sama yang memaksa Moskow melakukan intervensi militer dan sejalan dengan poros perlawanan di Suriah sejak 2015.
Terlepas dari semua kerusakan yang terjadi pada prestise dan reputasi Amerika akibat kegagalan perang di Afghanistan, Moskow tidak memiliki perbatasan yang sama dengan Afghanistan, tetapi karena perbatasannya dengan sejumlah tetangga Afghanistan yang memiliki hubungan ekonomi dan politik yang erat dengan Rusia, dan karena memiliki wilayah dengan penduduk Muslim dan bahaya tumbuhnya ekstremisme di negara-negara Tajikistan, Uzbekistan dan Turkmenistan, Moskow mencoba mengurangi kemungkinan kerusakan Afghanistan pada kepentingan regional dan globalnya.
Meski Taliban telah berjanji bahwa wilayah Afghanistan tidak akan digunakan oleh organisasi teroris, namun dari sudut pandang Moskow, kelompok ini tidak akan dapat memenuhi janji tersebut. Taliban masih memiliki kerjasama taktis dengan al-Qaeda, tidak memiliki sarana militer yang memadai untuk mengendalikan kelompok ini dan kelompok teroris lainnya, dan tidak dapat secara efektif menangani pusat-pusat Daesh, terutama karena pembentukan Daesh di Afghanistan dilakukan secara terbuka, dan dengan dukungan rahasia dari Washington.
Dari sudut pandang Rusia, mengingat pendekatan Amerika untuk mendukung kelompok teroris seperti Gerakan Islam Uzbekistan, Gerakan Islam Turkestan Timur, Taliban Pakistan, Daesh dan Al-Qaeda, hal itu mengarah pada perluasan ekstremis asing di wilayah tersebut, pembuatan saluran perekrutan dan pembentukan pusat tersembunyi di sekitar Afghanistan.
Di sisi lain, dalam perjanjian keamanan antara Amerika Serikat dan Afghanistan dalam pemerintahan persatuan nasional pada tahun 2014, disebutkan bahwa jika kerusuhan di Afghanistan berlanjut setelah tahun 2024, perjanjian ini akan diperpanjang secara otomatis, dan tentunya masalah ini membuat Rusia khawatir.
Sikap Rusia mengenai perjanjian keamanan Afghanistan dengan Amerika Serikat adalah bahwa Afghanistan adalah negara merdeka dan berhak menandatangani perjanjian dengan negara manapun sesuai dengan kepentingan nasionalnya. Namun kesepakatan semacam itu tidak boleh mengancam kepentingan negara lain, termasuk negara-negara Asia Tengah dan Rusia.
Dengan jatuhnya pemerintah Afghanistan dan kemungkinan perang saudara di negara ini atau meningkatnya ketidakamanan, banjir besar pengungsi pasti akan dikirim ke perbatasan, termasuk di Asia Tengah. Menurut Rusia, ini memungkinkan kelompok ekstremis lintas batas seperti Daesh menggunakan Afghanistan sebagai basis untuk mengacaukan Asia Tengah.
Dari sudut pandang Rusia dan Asia Tengah, masalah utama terkait Afghanistan adalah masuknya pengungsi dan gerakan subversif lintas batas dari kelompok-kelompok seperti Daesh dan Al-Qaeda. Sementara itu, Afghanistan menjadi sumber utama perdagangan narkoba ke Asia Tengah dan Rusia, yang kini menjadi salah satu pasar utama perdagangan ini, pada masa pemerintahan rezim yang didukung AS. Di sisi lain, Amerika mengklaim bahwa Rusia bermaksud untuk meningkatkan pengaruhnya di negara ini dengan meningkatkan kontak dengan Taliban dengan memanfaatkan penarikan pasukan Amerika dan NATO dari Afghanistan.
Esensi dari masalah Afghanistan untuk Asia Tengah dan Rusia adalah bahwa negara ini telah menjadi sumber ketidakstabilan di kawasan tersebut. Sejalan dengan strategi keamanan nasionalnya, Moskow menganggap setiap kehadiran pasukan militer atau pangkalan asing di lingkungan asing dekat, yaitu tetangga Rusia serta negara-negara seperti Afghanistan, sebagai ancaman terhadap keamanan nasionalnya, contoh baru-baru ini adalah Ukraina. Pejabat Moskow mengingatkan bahwa kehadiran jangka panjang Amerika dan Barat di Afghanistan atau negara-negara lain di kawasan itu sama sekali tidak sesuai dengan kepentingan Rusia dan memprovokasi reaksi negara ini.
Intervensi militer Amerika di Afghanistan pada tahun 2001 merupakan awal dari kehadiran militer penting pertama Washington di kawasan yang terletak di kawasan Asia Tengah. Kehadiran tersebut membutuhkan adanya basis pendukung di negara-negara Asia Tengah, serta adanya jalur logistik di Pakistan, Laut Kaspia, Kaukasus Selatan dan Laut Hitam, Eropa Timur bahkan Rusia.
Selain itu, kehadiran tentara Amerika menyebabkan peningkatan pengaruh politik dan ideologis Amerika Serikat di kawasan ini, yang meningkatkan kekhawatiran Rusia bersama Cina dan Iran. Setelah invasi AS ke Afghanistan, Rusia awalnya mendukung kampanye AS melawan Taliban dan sekutunya Al Qaeda, tetapi dalam dua dekade sejak itu, Kremlin telah berulang kali mengkritik penanganan perang oleh Gedung Putih.
Rusia adalah salah satu negara yang tampaknya puas dengan penggulingan rezim Taliban oleh Amerika Serikat pada tahun 2001, karena Moskow berpikir bahwa dengan penggulingan rezim Taliban di Afghanistan, Asia Tengah akan bernafas lega dari kerusuhan yang dibayangkannya. Dan itu akan berdampak positif dalam membangun keamanan daerah tersebut, karena Taliban terkonsentrasi dari Kabul dan pusat-pusat di sekitar Afghanistan, terutama di timur dan selatan Afghanistan, dan menjauh dari perbatasan utara Afghanistan di sekitar Asia Tengah, dan ini setidaknya merupakan ketenangan pikiran bagi Rusia.
Oleh karena itu, setelah serangan Amerika ke Afghanistan, Rusia, sambil mendukung penindasan Taliban, mengharapkan sekutunya di front utara untuk berperan dan mempertimbangkan kepentingan Rusia di Afghanistan. Belakangan, Moskow mencoba mengambil inisiatif di Afghanistan dan pada 2006 memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Taliban. Rusia berusaha membawa kelompok Taliban ke meja perundingan untuk mengurangi perang dan konflik militer di Afghanistan, karena dengan tidak adanya perang di negara ini, keamanan nasional Rusia lebih terjamin.
Rusia sejatinya memiliki dua tuntutan dari Taliban saat itu; Pertama, petempur Asia Tengah dan Kaukasus yang sebelumnya menjadi anggota Taliban dihentikan agar tidak menciptakan masalah bagi Asia Tengah. Kedua, Taliban mencegah penyelundupan dan pengiriman narkotika ke Asia Tengah. Kasus narkotika Afghanistan bagi Rusia menjadi ancaman vital terhadap keamanan kemanusiaan di negara ini, mengingat dampak langsungnya terhadap masyarakat Rusia. 90 persen heroin yang dikonsumsi di Rusia memasuki negara ini melalui Asia Tengah. Yakni 75 hingga 80 ton dalam setahun. Setiap tahunnya lebih dari tujuh ribu warga Rusia meninggal akibat mengkonsumsi heroin.
Masalah lain yang berkaitan dengan kebijakan Amerika di Afghanistan yang menjadi perhatian Rusia adalah isu kehadiran dan aktivitas Daesh di Afghanistan. Sejak pertama munculnya rumor kemunculan dan pengaruh teroris Daesh di Afghanistan, salah satu kemungkian adalah tujuan dari kelompok ini melintasi Afghanistan ke arah negara-negara Asia Tengah, dan dari sana menebarkan pengaruh serta aktivitasnya ke perbatasan Rusia dan Cina. Para pendukung interpretasi ini mengemukakan argumentasi bahwa proyek ini sepenuhnya selaras dengan kepentingan Amerika dan kekuatan regional serta trans-regional pendukung Daesh.
Terkait pergerakan Daesh di Afghanistan, sebelumnya Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan upaya bawah tanah Daesh untuk menemukan markas di Afghanistan untuk menebar pengaruhnya ke negara-negara Asia Tengah. Putin menyatakan, Daesh berencana mengobarkan kerusuhan dan instabilitas di selatan Rusia. Setelah kekalahan Daesh di Suriah dan Irak, kekhawatiran Moskow tentang aliran Daesh ke tempat berlindung yang aman yang didukung oleh AS di Afghanistan dan Pakistan semakin meningkat.
Sekaitan dengan ini kepala dinas keamanan federal Rusia pada tahun 2021 mengatakan bahwa Daesh mundur untuk membentuk Khilafah Islami di Asia Barat, dan kini membentuk jaringan teroris internasional berusaha menyerang Rusia dan negara lain melalui Afghanistan.