Jun 13, 2023 20:17 Asia/Jakarta
  • Iran-Afghanistan
    Iran-Afghanistan

Afghanistan sebagai tetangga timur Iran memiliki posisi penting di kebijakan luar negeri Republik Islam Iran. Stabilitas dan keamanan di Afghanistan sangat penting bagi Tehran.

Selama dua puluh tahun intervensi militer Amerika Serikat dan sekutunya di perbatasan timur Iran dianggap Republik Islam Iran sebagai tantangan keamanan bagi negara ini.

Pertama dan paling dekatnya dampak perang di setiap neagra bagi negara lain adalah instabilitas dan kekacauan yang disusul dengan banjir pengungsi ke arah negara-negara tetangga. Fenomena ini bagi Iran selama empat dekade terakhir merupakan isu yang kerap dihadapi. Republik Islam Iran selama empat puluh tahun terakhir menjadi tuan rumah beberapa juta pengungsi Afghahistan, di mana sebagian telah pergi dan sebagian lain baru datang, serta sebagian lain berdomisili secara permanen di Iran.

Ketidakmampuan Amerika Serikat menciptakan keamanan di Afghanistan selama dua puluh tahun pendudukan, telah memicu arus pengungsi warga Afghanistan ke Iran. Sementara keluarnya Washington dari Kabul secara tak bertanggung jawab pada September 2021 juga memicu proses ini. Faktanya Amerika meyakini bahwa jika posisi Taliban sebagai kelompok radikal di Afghanistan semakin diperkuat, maka kepentingan Republik Islam Iran akan terancam melalui eskalasi krisis pengungsi, peningkatan penyelundupan narkotika, menurunnya perdagangan luar negeri Afghanistan dengan Iran, perluasan kerja sama pemerintah radikal Afghanistan dengan rival Iran di kawasan, dan eskalasi instabilitas di wilayah perbatasan Iran.

Membangun perdamaian dan keamanan di Afghanistan selalu menjadi salah satu tuntutan fundamental Iran. Untuk alasan ini, pada tahun-tahun setelah serangan militer AS ke Afghanistan dan juga setelah penarikan negara ini dari Afghanistan, Tehran telah menyatakan bahwa solusi politik dan pembicaraan antar-Afghanistan adalah satu-satunya pilihan rasional yang tersedia untuk menyelesaikan krisis di negara ini.

Sayid Rasoul Mousavi, Asisten Menteri dan Direktur Jenderal Asia Selatan Kementerian Luar Negeri Iran, percaya bahwa yang penting bagi Iran, sebagai tetangga Afghanistan, adalah perdamaian dan ketenangan di negara ini. Keamanan, ketenangan, dan kedamaian di Afghanistan berdampak langsung pada keamanan nasional Iran, dan kita harus berusaha mencegah terbentuknya perang saudara baru di negara ini. Skenario menghidupkan kembali Emirat atau perang saudara baru, yang merupakan dua sisi dari mata uang yang sama. Kecuali kita menuju perdamaian dan perdamaian dimungkinkan melalui kesepakatan dan konvergensi regional dan internasional.

Di awal kedatangan Taliban di Afghanistan pada tahun 90-an, ketika sifat sebenarnya dari kelompok ini belum terungkap, Iran tidak menunjukkan reaksi yang signifikan dan serius terhadap Taliban, tetapi setelah beberapa saat, ketika wajah sebenarnya dari kelompok tersebut, terutama dalam pembunuhan Syiah di berbagai daerah, Afghanistan, terutama di Mazar-e-Sharif dan wilayah selatan Bamiyan, Tehran secara serius berpartisipasi dalam perkembangan di Afghanistan dan meningkatkan dukungannya untuk pemerintah resmi Afghanistan dan semua etnis dan agama minoritas di negeri ini.

Selama dua dekade terakhir (2001-2021), Iran selalu berusaha untuk membentuk pemerintahan di Afghanistan yang dapat menciptakan kerja sama yang inklusif dan efektif antar etnis dan agama. Tujuannya adalah agar semua kelompok etnis dan agama, termasuk Tajik dan Hazara, memiliki kehadiran yang efektif dalam struktur kekuasaan.

Pada saat pembentukan pemerintahan sementara di Afganistan pada tahun 2001, Iran memberikan landasan bagi pembentukan pemerintahan sementara di Afganistan dengan mempengaruhi Mujahidin. Setelah pemilihan presiden di Afghanistan, Iran secara terbuka mendukung presiden sah saat itu, Hamid Karzai, serta sejumlah inisiatif dan proyek pembangunan. Iran juga berpartisipasi secara efektif dalam konferensi rekonstruksi Afghanistan di Belanda dan Tokyo dan melaksanakan beberapa proyek dengan anggaran 560 juta dolar di Afghanistan. Hamid Karzai, presiden Afganistan saat itu, menekankan bahwa Iran adalah "tetangga yang berguna" bagi Afganistan dan Afganistan harus memiliki hubungan baik dengan Amerika Serikat dan Iran.

Tindakan Iran lainnya selama kepresidenan Hamid Karzai adalah menciptakan dasar untuk persetujuan "Hukum Status Pribadi Syiah", yang merupakan langkah positif dan mendasar menuju rekonsiliasi nasional di Afghanistan. Undang-undang ini lebih tentang menjaga hak beragama Syiah di Afghanistan, yang pertama kali disusun dan disetujui pada tahun 2009 untuk menghormati hak-hak mereka. Meskipun demikian, Amerika berusaha mencegah terciptanya konsensus nasional di Afghanistan selama dua puluh tahun kehadiran intervensionis mereka, dan strategi ini terutama dilakukan melalui manipulasi dan campur tangan dalam pemilihan presiden.

Amerika dan Afghanistan menandatangani perjanjian keamanan pada tahun 2014, berdasarkan perjanjian ini, 9 pangkalan militer diberikan kepada Amerika, dan diputuskan bahwa 9.800 tentara Amerika akan tetap berada di Afghanistan hingga akhir tahun 2014, dan hak atas kekebalan yudisial juga dipertimbangkan untuk mereka. Setelah penandatanganan perjanjian keamanan oleh pemerintah persatuan nasional Afghanistan yang dipimpin oleh Mohammad Ashraf Ghani, Iran adalah satu-satunya negara di antara negara-negara di kawasan itu yang secara eksplisit menyatakan penentangannya terhadap perjanjian keamanan antara Amerika Serikat dan Afghanistan dan intervensi lanjutan orang asing di negeri ini.

Amerika menggunakan pangkalan-pangkalan ini untuk melatih dan memperkuat sisa pasukan yang telah diciptakannya di masa lalu untuk menghadapi Uni Soviet, yaitu Taliban. Sejalan dengan masalah ini, di tahun-tahun berikutnya, Amerika Serikat memasukkan negosiasi dengan Taliban di Doha ke dalam agendanya.

Beberapa ahli percaya bahwa tujuan Amerika Serikat dalam negosiasi Doha dan penarikan berikutnya dari Afghanistan adalah untuk meletakkan dasar bagi Taliban untuk berkuasa. Selain Pakistan, yang merupakan asal dan perlindungan utama kelompok ini serta memberikan informasi dan logistik, Taliban secara ideologis dekat dengan sekutu Amerika, yaitu Arab Saudi dan UEA. Pada saat berdirinya Imarah Islam di Afghanistan (sebelum serangan AS pada tahun 2001), Arab Saudi, bersama dengan Pakistan dan Uni Emirat Arab, adalah salah satu dari tiga negara yang mengakui pemerintahan Taliban. Qatar juga secara jelas miliki hubungan dengan Taliban, dan dalam beberapa tahun terakhir, negara ini telah menjadi tuan rumah kantor politik kelompok ini di Doha dan telah menerima beberapa putaran negosiasi antara Amerika Serikat dan Taliban.

Berdasarkan hal tersebut, dari sudut pandang beberapa ahli mengenai masa depan Afghanistan, sebuah kesepakatan dibuat di Doha antara Amerika Serikat, Pakistan dan Arab Saudi, dan berdasarkan kesepakatan tersebut, Taliban akan diizinkan kembali berkuasa, dan Imarah Islam adalah opsi yang dipilih oleh Amerika Serikat dan pasukan sekutunya di kawasan untuk menggantikan kekuatan demokrasi liberal yang telah ditempatkan di Afghanistan sejak tahun 2001. Menurut Amerika, Taliban dapat menciptakan masalah keamanan bagi Rusia, Cina, dan Iran dengan menyebarkan ekstremisme.

Ini dalam situasi di mana ada konsensus di kalangan elit politik bahwa satu-satunya solusi bagi keberlangsungan kekuasaan Taliban adalah partisipasi seluruh etnis dan agama di struktur kekuasaan, hubungan bersahabat dan bertetangga baik dengan seluruh tetangga, tidak ekstrim dan melawan serius kelompok teroris termasuk Daesh (ISIS) dan mencegah berubahnya Afghanistan menjadi pangkalan konspirasi bagi negara lain.

 

 

 

Tags