Lintasan Sejarah 6 Februari 2016
Hari ini, Selasa tanggal 6 Februari 2016 yang bertepatan dengan penanggalan Islam 26 Rabiul Tsani 1437 Hijriah Qamariah. Sementara menurut kalender nasional Iran, hari ini tanggal 17 Bahman 1394 Hijriah Syamsiah. Berikut ini peristiwa bersejarah yang terjadi di hari di tahun-tahun yang lampau.
Qattan Muruzi Meninggal Dunia
972 tahun yang lalu, tanggal 26 Rabiul Tsani tahun 465 Hijriah, Ainuz Zaman Qattan Muruzi, matematikawan, dokter dan filsuf terkemuka muslim terlahir ke dunia di kota Marv, Khorasan yang kini masuk dalam wilayah Turkmenistan.
Qattan dikenal sebagai ilmuan besar di bidang matematika, filsafat, sastra dan ilmu-ilmu agama. Dia juga memiliki ketertarikan yang besar kepada ilmu kedokteran.
Qattan Muruzi akhirnya lebih menyibukkan diri dengan aktivitasnya sebagai dokter. Banyak buku yang telah ditulisnya, diantaranya buku berjudul Keyhan-e Shenakht, yang membahas ilmu matematika. Qattan Muruzi wafat pada tahun 548 Hijriah.
Perang Jepang-Rusia Dimulai
112 tahun yang lalu, tanggal 6 Februari tahun 1904, perang Jepang-Rusia dimulai dengan adanya serangan dari tentara Jepang terhadap tentara Rusia yang berpangkalan di Cina. Sebelumnya, pada tahun 1895, Jepang berhasil mengalahkan Cina dan menduduki sebagian wilayah Cina. Perang Jepang-Rusia ini meletus sebagai akibat dari persaingan antara Rusia dan Jepang dalam memperebutkan Korea dan Manchuria.
Sebelumnya, pada tahun 1898, Rusia menekan Cina untuk menyewakan pelabuhan Port Arthur yang sangat strategis, di utara Manchuria. Rusia pun kemudian berusaha memperluas wilayah pendudukannya di Manchuria. Di lain pihak, Jepang merasa lebih berhak atas Cina, termasuk Manchuria, karena kemenangannya dalam perang Cina-Jepang pada tahun 1895.
Perang antara Rusia-Jepang ini berakhir dengan kemenangan Jepang. Pada bulan September 1905, atas mediator AS, Rusia dan Jepang menandatangani Perjanjian Portsmouth yang berisi penyerahan Manchuria, setengah dari pulau Sakhalin, dan Korea, kepada Jepang.
Najafi Quchani Wafat
74 tahun yang lalu, tanggal 26 Rabiul Tsani tahun 1363 Hijriah, Agha Najafi Quchani, filsuf, faqih dan sastrawan terkemuka Iran wafat di tanah kelahirannya Quchan, Iran.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di Quchan, beliau bertolak ke Irak untuk menimba ilmu agama di Hauzah Ilmiah Najaf. Di bawah bimbingan para ulama besar, Najafi Quchani berhasil meraih derajat ijtihad. Setelah menyelesaikan pendidikannya, beliau kembali ke Iran.
Di saat para ulama Iran terjun di medan perjuangan yang dikenal dengan nama gerakan Masyrutiyat (Revolusi Konstitusi), Agha Najafi Quchani juga ikut terlibat. Banyak karya penulisan yang ditinggalkannya di antaranya, Siyahate Sharq, Siyahate Ghrab, dan Odzr Badtar az Gonah.
Raja Inggris George VI Wafat
64 tahun yang lalu, tanggal 6 Februari 1952, Raja George VI, wafat dalam tidur setelah sakit berkepanjangan. Maka, putri sulungnya, Elizabeth, mewarisi tahta kerajaan yang ditinggal ayahnya.
Semasa hidupnya, walau bukan orator ulung dan kurang lancar berbicara, Raja George VI membuat sejumlah siaran radio untuk membangkitkan moral, terutama saat Inggris terlibat di kancah Perang Dunia II. Dia juga memilih tetap tinggal bersama istrinya, Elizabeth Bowes-Lyon, di Istana Buckingham London, yang porak poranda karena dibombardir pesawat-pesawat Nazi-Jerman di masa-masa awal Perang Dunia Kedua.
Loyalitas itulah yang membuat rakyat Inggris menghormati dan mencintai Raja George VI. Kondisi kesehatan Raja George VI merosot pada 1949, tetapi dia tetap menjalankan tugas-tugas kenegaraan hingga wafat tahun 1952.
Jenderal Heiser Datang ke Iran
37 tahun yang lalu, tanggal 17 Bahman 1357 Hs, Jenderal Heiser, utusan khusus AS, tiba di Teheran untuk menyampaikan dukungan AS terhadap panglima-panglima militer rezim Pahlevi dan mempersiapkan kudeta terhadap revolusi Islam.
Sebelumnya, setelah kembalinya Imam Khomeini dari pengasingan beliau di Paris pada tanggal 12 Bahman (1 Februari), sekitar 35 ribu tentara AS yang berpangkalan di Iran telah kembali ke negeri mereka dan sepuluh ribu sisanya juga tengah bersiap-siap untuk angkat kaki dari Iran.
Sementara itu, jutaan rakyat Iran mengadakan demonstrasi besar-besaran untuk mendukung perintah Imam Khomeini yang dikeluarkan sehari sebelumnya, yaitu tanggal 5 Februari, berkenaan dengan pembentukan pemerintahan Revolusi Islam Iran sementara. Dalam demonstrasi itu, rakyat Iran juga menuntut mundurnya pemerintahan Perdana Menteri Shapour Bakhtiar.
Dewan Penentu Kebijakan Negara Iran Dibentuk
28 tahun yang lalu, tanggal 17 Bahman 1366 Hs, Imam Khomeini ra perintahkan dibentuknya Dewan Penentuk Kebijakan Negara yang terdiri dari anggota Dewan Garda Konstitusi, Presiden, Ketua Parlemen, Ketua Mahkamah Agung dan sejumlah anggota lainnya.
Pasca pembentukan Majlis Syura Islami dan Dewan Garda Konstitusi muncul sejumlah perbedaan pendapat antara kedua lembaga ini. Setiap kali terjadi perselisihan, pendapat Imam Khomeini yang menjadi solusi. Akhirnya, di pertengahan bulan Bahman 1366 Hs, Presiden, Ketua Parlemen dan Ketua Mahkamah Agung, Perdana Menteri dan Ahmad Khomeini menulis surat terkait masalah ini kepada Imam Khomeini. Isi surat tersebut meminta dibentuknya lembaga yang menyelesaikan perbedaan pendapat antara dua lembaga tersebut.
Legalitas keputusan yang diambil Dewan Penentu Kebijakan Negara sebelum amandemen UUD tahun 1368 Hs kembali pada wewenang Wali Faqih. Namun setelah perubahan UUD, legalitas lembaga ini ditentukan dalam UDD dan tugasnya menentukan UU yang diratifikasi oleh parlemen dan dianggap melanggar syariat atau UUD oleh Dewan Garda Konstitusi. Tugas lainnya adalah sebagai konsultan dalam urusan yang diminta untuk dibahas oleh Rahbar.