Perkembangan Iptek di Iran dan Dunia (3)
-
Teknologi
Republik Islam Iran adalah negara ketiga yang memanfaatkan nanoteknologi untuk pemurnian air dengan nitrat tinggi. Negara Islam ini meluncurkan teknologi pengolahan dan pemurnian air dengan menggunakan teknologi elektrodialysis selektif pada awal November 2016, dimana sebelumnya, teknologi ini hanya dimiliki oleh Amerika Serikat dan rezim Zionis Israel. Penyediaan air minum yang sehat adalah satu hal yang sangat penting dan mendasar, bahkan banyak negara yang selalu merasa khawatir tentang bagai
Sekitar 72 persen dari permukaan bumi ditutupi oleh air, namun 97 persen dari air ini adalah air asin (air laut) sehingga tidak bisa dikonsumsi. Sementara itu, air tawar di bumi yang mudah dijangkau hanya kurang dari satu persen. Air merupakan kebutuhan dasar manusia. Sudah menjadi anggapan umum bahwa di mana kita menemukan air, maka di sana ada harapan tentang kehidupan. Tiga persen air di bumi adalah air tawar yang kita gunakan untuk menunjang kehidupan sehari-ahari. Dari air tawar yang jumlahnya sedikit ini, dua pertiganya adalah gletser dan es di kutub yang berfungsig menstabilkan iklim global, dan hanya satu pertiganya saja yang bisa dimanfaatkan bagi sekitar tujuh miliar pendudukan bumi.
Air tawar adalah hal yang paling penting bagi kehidupan manusia. Jumlah air yang terbatas dan semakin banyaknya manusia menyebabkan terjadinya krisis air bersih. Selain jumlahnya, kualitas air tawar yang ada pun semakin rusak. Perebutan penggunaan air bersih untuk berbagai penggunaan menyebabkan hilangnya akses yang layak terhadap air bersih bagi sebagian orang. Perilaku boros air menyebabkan semakin banyak lagi orang yang kehilangan akses terhadap sumber kehidupan ini.
Menurut PBB, lebih dari satu miliar orang tidak memiliki akses terhadap air bersih, tiga miliar orang tidak memiliki layanan sanitasi yang memadai dan angka kematian akibat penyakit menular melalui air yang kurang bersih mencapai tiga juta kematian per tahun.
Dewasa ini, penyediaan air bersih sangat penting di setiap negara. Berbagai upaya untuk mengolah dan memurnikan air telah dilakukan melalui banyak cara dan teknologi baru. Salah satu teknologi baru ini adalah pemurnian air dengancara Electrodialysis (IED). Proses pemisahan dan pemurnian berbasis membran ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan proses yang telah banyak digunakan selama ini.
Beberapa keunggulan tersebut di antaranya adalah pada proses berbasis membran tidak terjadi perubahan fase yang melibatkan banyak energi serta dapat beroperasi secara kontinyu. Namun terdapat pula beberapa kelemahan yang dimiliki oleh proses berbasis membran, di antaranya adalah terjadinya polarisasi konsentrasi dan fouling yang dapat menyebabkan umur membran menjadi pendek.
Proses pemisahan dan pemurnian berbasis membran didasarkan atas terjadinya perpindahan massa antarkomponen oleh adanya apa yang disebut sebagai driving force yang diberikan dari luar. Driving force perpindahan massa yang digunakan sangat tergantung pada jenis operasi membran yang digunakan. Salah satu driving force yang digunakan adalah perbedaan potensial listrik di antara katoda dan anoda dalam proses pemisahan dan pemurnian dengan menggunakan sel elektrodialysis.
Elektrodialysis dapat digunakan untuk memisahkan larutan yang menggunakan ion. Dimana pada sel elektrodialysis diletakkan membran penukar ion dengan susunan tertentu disesuaikan dengan tujuan pemisahannya. Elektrodialysis diperkenalkan secara komersial pertama kali pada awal dekade 60-an, yaitu kurang dari 10 tahun sebelum Reverse Osmosis diproduksi secara komersial. Elektrodialysis mengalami perkembangan yang pesat karena secara ekonomis menguntungkan dalam proses desalinasi air payau dan air laut untuk berbagai keperluan seperti untuk air minum, air untuk keperluan industri elektroplating dan sebagainya.
Proses pemisahan ion dalam suatu larutan dengan menggunakan alat elektrodialysis pada prinsipnya adalah dengan memanfaatkan perbedaan kemampuan ion untuk melewati rangkaian membran penukar ion dengan driving force perpindahan ionnya, yaitu perbedaan potensial listrik. Proses elektrodialysis sangat bergantung pada hal-hal prisnip seperti pertama; garam yang terlarut dalam air adalah terdiri dari ion-ion positif maupun negatif. Kedua, ion-ion dalam larutan bergerak ke arah elektroda yang memiliki muatan listrik yang berlawanan dengan muatan ion tersebut, dan berakhir, membran yang digunakan dibuat agar bersifat selektif terhadap anion atau kation.
Membran yang digunakan dalam proses elektrodialysis adalah membran penukar ion atau ion exchange membranes. Membran penukar ion ada dua, yaitu membran penukar kation dan membran penukar anion. Membran penukar ion umumnya dibuat dari proses crosslingking polymer dengan menambahkan gugus fungsi untuk masing-masing membran. Membran penukar kation diberikan gugus fungsi negatif, sedangkan membran penukar anion diberikan gugus fungsi positif.
Jika membran penukar ion diletakkan dalam suatu larutan elektrolit, afinitas membran penukar ion tersebut akan berbeda untuk setiap jenis ion bermuatan berbeda. Kation atau ion bermuatan positif akan bergera menembus membran penukar kation karena adanya gugus fungsi negatif di dalam membran. Sedangkan anion dalam larutan elektrolit akan tertolak oleh membran penukar kation karena memiliki muatan yagn sama dengan gugus fungsi negatif yang dimiliki oleh membran penukar kation.
Sebelum dicapainya teknologi tersebut, sumur-sumber yang memiliki nitrat melebih batas standar internasional akan ditutup atau airnya akan dicampur dengan air yang memiliki sedikit nitrat. Namun sekarang dengan menggunakan teknologi baru ini, air yang tercemar atau air laut bisa menjadi murni dengan ion-ion yang berbahaya bisa dibuang tanpa mengubah ion-ion yang bermanfaat di dalam air. Penggunaan teknologi dengan cara Elektrodialysis akan memudahkan untuk penyediaan air bersih dengan biaya yang lebih rendah dan kwalitas yang memadai.
Para peneliti Iran di Amirkabir University of Technology (AUT) untuk pertama kalinya berhasil mengembangkan inkubator untuk kultur (biakan) sel dan mikroba. Mehrdad Saviz, manajer proyek pengembangan inkubator untuk kultur sel dan mikroba mengatakan, inkubator ini dapat digunakan untuk melakukan pengujian elektromagnetik pada sel, dan sebagai perangkat yang terintegrasi. Inkubator ini telah diproduksi di bawah mikroskop untuk pertama kalinya di Iran.
Saviz menjelaskan, jika kita ingin menjaga sel-sel di sebuah tempat di luar lingkungan alami mereka, maka kita perlu menyediakan kondisi khusus bagi sel-sel itu, sebab sel-sel ini hanya bisa bertahan hingga beberapa jam di luar habitatnya. Menurutnya, inkubator ini memiliki aplikasi di laboratorium dan pusat penelitian. Dengan mengambil sampel dari sel manusia, inkubator ini dapat dengan mudah diletakkan di bawah radiasi dan peneliti biasa mempelajari efek radiasi pada sel.
Inkubator buatan para peneliti Iran dirancang dan dibangun dengan anggaran yang jauh lebih murah dibandingkan dengan versi buatan luar negeri. Inkubator ini adalah alat yang digunakan untuk menumbuhkan dan mempertahankan mikrobiologi dan sel biakan. Inkubator seperti ini sangat penting untuk banyak kegiatan eksperiman dalam bidang biologi sel, mikrobiologi dan biologi molekuler.
Para peneliti di Amirkabir University of Technology juga mengembangkan metode untuk mengelola dan melindungi privasi data pengguna dalam cloud system. Data ini terkadang rusak akibat serangan cyber melalui beberapa aplikasi atau pengguna yang memiliki izin akses ke jenis sistem-sistem ini. Dalam studi ini digunakan metode K-Anonymity dengan alasan metode ini adalah dasar metode-metode lainnya. Metode ini memiliki kecepatan dan skalabilitas yang lebih baik daripada metode studi lainnya. K-Anonymity adalah properti yang dimiliki oleh data anonim tertentu. Konsep K-Anonymity perma kali diperkenalkan oleh Latanya Sweeney dalam sebuah makalah yang diterbitkan pada tahun 2002.
Para peneliti Teknik Biomedical Amirkabir University of Technology (AUT) juga telah menciptakan kulit buatan dengan menggunakan 5 bahan biologi yang mampu menyembuhkan luka dalam 7 hari tanpa meninggalkan bekas apapun.
Para peneliti di Universitas Manchester telah menemukan untuk pertama kalinya bahwa jika otak “diatur” ke frekuensi tertentu, rasa nyeri yang diderita seseorang bisa dikurangi. Nyeri kronis yang berlansung selama lebih dari enam bulan adalah masalah bagi banyak orang, dimana 20-50 persen dari seluruh populasi umum diperkirakan menderita nyeri ini. Para peneliti dari Human Pain Research Group di Universitas Manchester menemukan bahwa gelombang Alpha dari depan otak dan jaringan otak depan berhubungan dengan analgesia plasebo dan bisa mempengaruhi bagaimana bagian lain dari otak memproses rasa sakit.
Hal ini mengarah pada ide bahwa jika kita dapat “menyesuaikan” untuk mengekspresikan gelombang alpha lebih banyak, mungkin kita akan bisa mengurangi rasa sakit yang dialami oleh orang-orang dengan kondisi tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan relawan dengan kacamata yang di-flash light dalam kisaran alpha atau dengan rangsangan suara di kedua telinga secara bertahap untuk memberikan frekuensi stimulus yang sama. Mereka menemukan bahwa kedua rangsangan visual dan pendengaran secara signifikan mengurangi intensitas rasa sakit.