Dunia Maya: Peluang dan Ancaman (4)
Di ruang maya dan teknologi cyber, di mana sarananya digunakan saat ini, terdapat pembahasan di bidang sosial yang sangat penting dan patut direnungkan.
Kurangnya pengetahuan yang proporsional dalam hal ini di berbagai lapisan masyarakat, dan juga rendahnya kesdaran akan bahaya ini serta minimnya pemahaman yang tidak memadai tentang ancaman sosial masyarakat dunia maya yang tidak terbatas pada penipuan internet, pencurian rekening bank secara online, pernikahan online dan peretasan situs, melainkan sampai pada penipuan gadis dan pemuda.
Masalah utama dari ruang maya ini, adalah marginalisasi penerimaan budaya dan pencarian identitas. Efek mendalam ini, merupakan di antara dari sekian banyak dampak negatif yang disebabkan pemanfaatan jejaring sosial secara tidak proporsional, pembentukan identitas kedua, serta berlindung atau bermigrasi menuju kehidupan kedua, dan pada akhirnya status sosial rekayasa atau seni penipuan di dunia maya, akan menimbulkan dampak buruk bagi martabat di dua ranah individu dan nasional. Marginalisasi penerimaan budaya dan pencarian identitas secara riil tersebut akan dilupakan dan tidak akan diperhatikan masyarakat.
Identitas di dunia maya, atau oleh sejumlah pihak disebut dengan "identitas online," berkembang sangat pesat. Menghubungkan identitas individu memiliki banyak konsekuensi termasuk, pelanggaran privasi, bahaya pencurian identitas pribadi dan perusakan citra identitas individu. Berbagai situs web dapat diakses kapan saja, dimana saja, dan secara secara bertahap mampu mengikis nilai-nilai fundamental sebuah masyarakat.
Dalam konteks komunikasi elektronik, identitas bersifat mengambang dan bebas dari persyaratan permanen apapun. Di ruang ini, banyak orang biasanya tetap anonim dan dengan mengubah nama dan profil mereka, membuat identitas palsu. Misalnya orang bisa kaya meski pun pada hakikatnya dia miskin. Seorang pengangguran bisa tampil sebagai orang yang memiliki pekerjaan baik.
Di dunia maya, seseorang berkenalan dengan orang lain menggunakan topeng berbeda-beda dan ini akan membuat orang tersebut bahkan tidak mampu mengenal dirinya dengan baik. Media moderen, akan memisahkan para anggotanya melalui sarana ini dari komunitas mereka sendiri, yang menuntut interaksi langsung, sehingga mengubah tradisi bercakap menjadi tradisi chat.
Krisis identitas, salah satu tantangan serius yang dihadapi di dunia maya, pada beberapa titik akan sangat berkaitan dengan identitas seseorang atau individu di mana identitas tersebut tidak stabil dan terpengaruh oleh berbagai peristiwa dan transformasi, sehingga seseorang pada tahap tersebut akan menghadapi kerancuan sehingga tidak dapat menentukan identitasnya dengan benar. Orang yang tidak memiliki identitas pasti akan menghadapi banyak masalah dalam hidupnya.
Krisis identitas bisa terjadi bagi setiap orang. Krisis ini tidak hanya sebatas di masa remaja atau muda saja. Dari sudut pandang lain, krisis identitas didefinisikan sebagai kegagalan seorang remaja untuk membentuk identitasnya, baik karena pengalaman buruk masa kecil atau kondisi tidak mendukung saat ini.
Padahal, krisis identitas merupakan salah satu unsur terpenting di era modern ini bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama yang berada pada masa transisi. Banyak sosiolog dan politisi menghubungkan kondisi krisis identitas ini dengan globalisasi dan menganalisanya dari sudut pandang globalisasi. Jürgen Habermas, Manuel Castells, Anthony Giddens dan Michel Foucault termasuk di antara para sosiologis yang meyakini hal tersebut.
Di masa lalu, ajaran agama disampaikan melalui cetakan buku-buku agama, dan teks-teks religius ini tetap tidak berubah selama bertahun-tahun, sementara di dunia maya agama tersebut tidak terbatas waktu dan tidak tetap pada satu kondisi, dan banyak situs-situs agama yang mengalami perubahan cepat di bidang struktur dan konten. Menyusul hal itu, kemunculan dan perluasan teknologi baru dunia maya, khususnya internet, berdampak pada meluasnya kecenderungan pada materialisme, hedonisme dan konsumerisme.
Iklan meluas di ruang ini sering difokuskan dalam rangka sekulerisasi penggunanya, yang dirancang oleh pemiliknya untuk menyukseskan kepentingan mereka atau negara mereka, sebagaimana mereka mengupayakan kepentingan mereka secara faktual di dunia nyata. Sistem definisi di era ini berdasarkan pada beberapa pokok seperti apa yang dikonsumsi, mobil apa yang dikendarai atau rumah seperti apa yang dibeli.
Identitas religius individu juga dipengaruhi oleh lingkungan virtual ini. Di dalam ruang seperti itu, peran elemen esensial agama, termasuk dosa, kesucian, kemurnian, keselamatan dan ketaatan telah sirna di mata pengguna, terutama para pemuda, dan pada akhirnya menimbulkan ancaman. Akan muncul pula krisis keagamaan di kalangan pemuda. Menurut para ahli, sinyal-sinyal ini melalui berbagai propaganda luas dan dengan kualitas tinggi, berusaha menggalang kepercayaan para pengguna. Semakin kuat sinyal tersebut maka semakin kuat pula daya tariknya. Melalui cara tersebut mereka dapat mencuri informasi pengguna serta membentuk kepribadian dan identitas mereka sesuai keinginan pemilik jasa.
Dari sudut pandang sosiologi, internet dapat dianggap sebagai titik masuk bagi komunitas elektronik global. Di dunia modern ini, kehidupan manusia terkait dengan jejaring sosial. Jejaring sosial telah menjadi fenomena global, dan aplikasi seperti telegram, Vk, WhatsApp, dan Viber dan OK, memiliki ratusan juta pengguna. Peran sentral jejaring sosial sangat mendasar sehingga tanpanya, kemungkinan perencanaan dan pengembangan dan produktivitas di bidang sosio-ekonomi, sains dan budaya tidak akan mungkin dilakukan. Dampak terbesar jaringan sosial terhadap keluarga adalah menciptakan kesenjangan antara dua generasi. Dampak sosial dan budaya tersebut telah menarik perhatian para sosiolog.
Mengingat teknologi itu bersifat tidak netral, mereka memaksakan nilai dan norma tertentu pada sekelompok masyarakat dan karena alasan itu, studi tentang teknologi ini sangat penting. Banyak masyarakat yang khawatir akan kehilangan identitas budaya dan nasional mereka dan mencari solusi untuk menghadapi ancaman tersebut. Seperti yang telah disebutkan, jejaring sosial adalah perangkat yang sama seperti perangkat lain, memiliki aspek positif dan negatif, dan penilaian kita tentang hal itu bergantung pada jenis penggunaannya.
Dalam meneliti reaksi masyarakat terhadap kemajuan teknologi komunikasi, kita perlu memperhatikan adanya benturan negatif yang tidak berpengaruh di ruang komunikasi baru. Di masyarakat barat, ada sejumlah indikasi kelelahan dan kejenuhan pada teknologi, tapi sepertinya tidak ada pilihan lain untuk melepaskan diri dari perluasan teknologi komuniasi baru tersebut.
Dengan demikian dapat dirasakan posisi cyberspace dalam menciptakan soft power yang sangat dipahami oleh pemiliknya di seluruh dunia. Saat ini, tidak ada lingkungan budaya, sosial, politik atau ekonomi yang kebal dari pengaruh teknologi informasi dan komunikasi.
Di bidang kebudayaan, sebelumnya mekanisme komunikasi negara-negara Barat melalui satelit bersifat sepihak dan penonton sepenuhnya pasif dan terpengaruh. Namun ini tidak terjadi di internet dan dunia maya. Di ruang ini, platform untuk penonton terbuka lebar, dan setiap orang dapat hadir kapan pun dia mau, dan dengan demikian dunia maya telah menjadi realitas komunikasi manusia yang tak terelakkan.
Aktivitas di media ini memiliki gaya tertentu dan pengguna harus bertindak sesuai orientasinya. Pengguna tidak bisa hadir tanpa memberikan informasi tentang diri mereka, dan poin ini yang membuat jenis teknologi ini maju pesat. Para pengguna di dunia maya mungkin akan menganggap mereka lebih berwawasan ketika mampu menggunakan teknologi tersebut, akan tetapi sejatinya hal itu lebih mengacu pada keterampilan komunikasi internet ketimbang sains atau ilmu pengetahuan.