Fungsi dan Peran Masjid (30)
Masjid merupakan basis sosial masyarakat Muslim dan tempat kehadiran berbagai lapisan umat. Ia adalah rumah untuk bertukar pikiran dan partisipasi masyarakat untuk memperkaya budaya masyarakat Muslim.
Meski masjid hanya sebuah unit kecil dari masyarakat, namun ia merupakan simbol bagi tegaknya nilai-nilai Islami di tengah mereka. Oleh karena itu, terwujudnya nilai-nilai seperti, takwa, ilmu, jihad, persaudaraan, persamaan, dan keadilan di masyarakat dimulai dari masjid.
Masjid menyediakan ruang yang tepat untuk menegakkan amar makruf dan nahi munkar di masyarakat. Secara prinsip, setiap individu Muslim memiliki tanggung jawab sosial dalam menentukan nasib masyarakat dan atas dasar tanggung jawab ini, ia harus mengawasi dan memantau semua perkara yang terjadi di lingkungannya.
Dalam Islam, tanggung jawab ini menjadi bagian dari kewajiban untuk memerintahkan yang makruf dan mencegah yang munkar. Kewajiban ini – seperti shalat, puasa, dan zakat – merupakan bagian dari perintah agama. Al-Quran dalam surat at-Taubah ayat 17 berkata, "Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya."
Dengan demikian, individu Muslim harus memperhatikan nasib antar sesama, karena kedudukan mereka ibarat satu tubuh, dan kerusakan satu orang, akan mempengaruhi seluruh masyarakat. Rasulullah Saw melalui sebuah perumpamaan telah menjelaskan pentingnya menegakkan amar makruf dan nahi munkar di tengah masyarakat.
Rasulullah Saw bersabda, “Seorang manusia pendosa di masyarakat seperti orang bodoh yang menaiki perahu. Ketika perahu tiba di tengah lautan, ia mengambil kapaknya dan melubangi tempat duduknya. Kepada setiap orang yang protes kepadanya, ia berkata, 'Aku hanya melubangi tempat dudukku.' Sungguh ini adalah ucapan yang sangat bodoh. Jika orang lain tidak mencegahnya dari perbuatan itu, maka hanya dalam waktu singkat semua penumpang akan tenggelam.”
Masjid memainkan peran tak tertandingi dalam menegakkan perintah amar makruf dan nahi munkar. Sejak Rasulullah Saw membangun masjid, tempat ini telah menjadi madrasah untuk menjelaskan, mengajarkan, dan menerapkan kewajiban tersebut.
Masyarakat Muslim Iran juga dengan memanfaatkan masjid dan menegakkan amar makruf dan nahi munkar, pada akhirnya berhasil melawan kezaliman dan menggulingkan rezim despotik Pahlevi. Dalam sejarah Revolusi Islam Iran, masjid memainkan peran dominan, di mana banyak peneliti menyebut Revolusi Islam Iran sebagai anak yang lahir dari masjid.
Menarik untuk disimak bahwa Reza Khan (Raja Pertama Dinasti Pahlevi) – setelah menguasai Iran lewat dukungan Inggris – mengeluarkan perintah untuk meliburkan kewajiban amar makruf dan nahi munkar. Perintah itu menegaskan bahwa hanya aparat pemerintah yang memiliki hak untuk mengingatkan orang lain, sementara masyarakat umum, termasuk para ulama dan santri, tidak diizinkan untuk menegakkan kewajiban ini di masyarakat.
Soal pentingnya melaksanakan kewajiban ini, Imam Ali as berkata, "Seluruh amal kebajikan termasuk berjihad di jalan Allah dibandingkan dengan amar makruf dan nahi munkar, hanyalah seperti setetes air di lautan luas. Amar makruf dan nahi munkar yang paling utama adalah bangkitnya seorang mukmin dengan penuh keberanian untuk melawan penguasa tirani."
Oleh karena itu, masyarakat Muslim Iran menolak penindasan dan tirani rezim Pahlevi, dan mereka memulai protesnya di mimbar-mimbar masjid. Pidato berapi-api yang disampaikan oleh para ulama dan imam masjid telah membangkitkan perlawanan masyarakat terhadap kebijakan anti-Islam Reza Khan. Suara protes ini memaksa rezim despotik mundur dari keputusannya dan mencabut perintah tersebut.
Di tengah memuncaknya gerakan Revolusi Islam, masjid-masjid di Iran telah menjadi pusat kebangkitan dan protes. Para ulama dan imam masjid menggunakan tempat itu untuk mengarahkan gerakan revolusi, dan masyarakat juga ikut serta untuk mempertahankan kebangkitan. Pertukaran informasi dan pertemuan konsultasi antara para aktivis revolusi dilakukan di masjid-masjid.
Gerakan protes terhadap kezaliman ditampilkan dalam berbagai cara oleh para ulama. Mereka mengajak masyarakat untuk berdoa agar diangkat kezaliman dan diberi keselamatan kepada Imam Khomeini supaya bisa kembali ke negaranya. Kegiatan politik dan keagamaan di masjid telah mengobarkan semangat masyarakat untuk menegakkan amar makruf dan menentang kemungkaran.
Sejarah Masjid Agung Goharshad Mashad
Pada kesempatan ini, kita akan mengenal lebih jauh tentang sejarah pembangunan Masjid Agung Goharshad di kota Mashad di timur laut Iran. Pembangunan masjid ini dimulai pada masa kekuasaan Mirza Shahrokh dari Dinasti Timurid. Lady Goharshad Agha, istri Mirza Shahrokh, memerintahkan para arsitek untuk membangun sebuah masjid yang megah di samping Makam Imam Ali Ridha as.
Lady Goharshad Agha juga memerintahkan bahwa masjid harus dibangun sedemikian rupa sehingga dari kejauhan terlihat seolah-olah langit sedang menyentuh bumi. Wajah masjid juga harus menampilkan mahakarya dari arsitektur Islami, yang pada saat itu belum dipakai untuk membangun masjid atau bangunan mana pun.
Menurut catatan sejarah, Lady Goharshad bersama tim penasihatnya secara teratur melihat proses pembangunan masjid dan mengawasi jalannya pembangunan karya yang megah ini.
Masjid Agung Goharshad tidak memiliki gerbang utama karena dia merupakan bagian dari kompleks Makam Imam Ali Ridha as. Namun, para peziarah dapat mengakses masjid tersebut melalui delapan pintu; dua pintu di sisi selatan, dua pintu di sebelah barat, satu pintu di sisi timur, dan tiga pintu di dalam serambi utara.
Masjid ini memainkan peran penting dalam membela nilai-nilai agama. Selama periode Pahlevi Pertama yaitu era pemerintahan Reza Khan, ada upaya besar untuk menghancurkan pondasi agama dan mengubah tradisi rakyat Iran dengan kekerasan dan tindakan represif. Perilaku irasional dan anti-Islam ini terus diintensifkan dengan berkiblat pada cara-cara Ataturk, diktator Turki pro-Barat.
Awalnya, Reza Khan memerintahkan perubahan model pakaian pria dan penggunaan topi Fedora. Para ulama menyadari bahwa langkah tersebut pada akhirnya akan mengarah pada penanggalan jilbab perempuan. Oleh karena itu, salah seorang marja' taklid Mashad, Ayatullah Qommi diutus ke Tehran untuk menemui Reza Khan dan memintanya mencabut keputusan tersebut. Namun, Ayatullah Qommi justru ditangkap oleh aparat keamanan dan dikenakan tahanan rumah di Tehran. Kabar penangkapan ini telah membangkitkan kemarahan warga Mashad dan mereka bersama para tokoh lainnya kemudian berkumpul di Masjid Goharshad.
Gerakan perlawanan terhadap kebijakan anti-Islam Reza Khan dipusatkan di masjid tersebut. Setelah penangkapan beberapa ulama Mashad, gerakan perlawanan semakin meningkat dan masyarakat mulai meneriakkan slogan yang lebih keras melawan rezim despotik. Aparat keamanan Mashad juga diperintahkan untuk menangkap para orator dan ulama, namun tindakan ini disambut dengan kehadiran lebih besar masyarakat di Masjid Goharshad.
Pada Jumat pagi, tanggal 20 Tir 1314 Hijriyah Syamsiah (1935 M), pasukan rezim Reza Khan memutuskan untuk membubarkan massa dan memberondong masyarakat yang berkumpul di Masjid Goharshad. Sejumlah orang terbunuh dan terluka dalam insiden ini. Masyarakat akhirnya dengan membawa kayu dan senjata tajam mendatangi masjid dan membentengi para ulama agar bisa melanjutkan orasi mereka. Pada hari itu, pekikan perlawanan terdengar semakin keras dari Masjid Goharshad dan situasi ini membuat penguasa ketakutan.
Reza Shah akhirnya memerintahkan semua orang dan ulama yang berkumpul di masjid untuk dihukum. Para komandan tentara rezim mengumpulkan pasukan mereka dan melancarkan serangan ke masjid pada tengah malam. Tentara dengan senjata lengkap juga sudah disebarkan di berbagai sudut kota dan di sekitar Masjid Goharshad. Pada siang hari, pasukan rezim memaksa masuk ke masjid dan membunuh orang-orang yang berkumpul di tempat itu. (RM)