May 23, 2019 17:49 Asia/Jakarta
  • Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Khamenei.
    Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Khamenei.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Khamenei dalam pernyataannya mengenai langkah kedua Revolusi Islam mengatakan, "Ketika dunia terbagi secara materi antara Timur dan Barat, dan tidak ada yang memikirkan gerakan keagamaan yang besar, Revolusi Islam Iran dengan kekuatan dan kejayaannya mematahkan kerangka tersebut; menarik stereotipe klise dari dunia, menjadikan masalah agama dan dunia berdampingan, dan memproklamirkan dimulainya era baru."

Sebagaimana yang dikatakan Rahbar, Revolusi Islam Iran dari berbagai sisi berbeda dengan revolusi dan gerakan rakyat lainnya, tetapi perbedaan yang paling penting adalah sifat Islam dan gerakan religiusitasnya. Di dunia di mana urusan material dan masalah duniawi sangat dominan, dan peran agama dipinggirkan dan terbatas pada masalah pribadi, revolusi besar Iran memandang agama Islam sebagai metode utama untuk mencapai cita-cita luhur dari urusan dunia dan akhirat baik ditingkat individu maupun masyarakat.

Revolusi Iran dengan mengusung slogan dan cita-cita luhur Islam berhasil membentuk pemerintahan yang berpijak pada nilai-nilai spiritual dan religius, sekaligus menawarkan sistem alternatif menghadapi Liberalisme, Komunisme, dan mazhab lain yang lahir dari materialismer Barat. Langkah tersebut memicu penentangan Barat yang tidak menghendaki pemerintahan Islam Iran sebagai model alternatif di dunia.

 

 

Republik Islam Iran hingga kini konsisten melawan dominasi Barat dan membela bangsa-bangsa tertindas, serta memperkenalkan mazhab pemikiran alternatif yang mempertanyakan pandangan materialistik dan anti-agama. Faktanya, alasan paling penting dari penentangan Barat terhadap Republik Islam Iran adalah sifat religiusitas dan perlawanan terhadap penindasan di dunia. Barat melemparkan tuduhan tak berdasar terhadap Republik Islam, seperti pelanggaran hak asasi manusia, dukungan untuk terorisme, produksi senjata nuklir, dan berbagai isu lainnya.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran mengatakan, "Negara ini (Republik Islam Iran) dimusuhi dan menjadi sasaran konspirasi karena kemandiriannya, keimanannya, keyakinannya terhadap Islam, kepercayaan terhadap pemerintahan agama Allah di bumi dan dalam masyarakat dengan nilai-nilai tinggi,".

 

Iranophobia

Revolusi Islam memandang ibadah tidak terbatas hanya di ranah individu dan tempat tertentu seperti rumah dan masjid saja, tetapi juga aktif di tengah masyarakat Pada dasarnya, ajaran Islam menekankan dimensi sosial dalam ibadah, seperti shalat Jumat, shalat jamaah maupun ibadah haji. 

Kebangkitan gerakan agama semacam itu mempertanyakan semua ide dan propaganda Barat yang selama ini meminggirkan peran agama. Sebagai reaksi, mereka menentang revolusi Islam dan berusaha untuk menjegal perkembangan dan kebangkitan agama dan spiritualitas di tingkat masyarakat.

Sejak awal, mereka tahu bahwa pandangan progresif Revolusi Islam tentang agama akan segera menjadi perhatian negara-negara lain, terutama masyarakat Muslim, dan akan lebih sulit untuk menghadapi pemikiran Islam tersebut.

Prediksi mereka tepat dan banyak Muslim terkesan dengan cita-cita Islam yang diperkenalkan oleh revolusi Iran. Daniels Pipes, seorang pemikir anti Islam Amerika terkenal yang pernah menjabat sebagai anggota senior Dewan Keamanan Nasional AS, mengatakan, "kini, umat Islam melihat Iran dan menjadikannya sebagai model. Jika pengalaman ini berhasil, keberanian Muslim di negara lain akan meningkat dan ini tidak akan kita terima. "

Permusuhan Barat terhadap Republik Islam Iran

 

Barat tidak menentang Islam yang membatasi agama di ranah individu seperti rumah dan masjid, yang tidak memiliki agenda sosial dan politik. Tidak hanya itu, mereka tidak menganggap Islam Wahhabi bukan sebagai ancaman baginya bahkan mendukungnya yang tampaknya Islami ini dan menyajikannya untuk tujuan mereka. Karena alasan ini, Imam Khomeini, pendiri Republik Islam Iran, menyebut Islam itu sebagai "Islam Amerika". Tetapi Islam yang memperkenalkan Revolusi Iran, disebut sebagai "Islam Mohammad" yang tidak kompromi dengan penindas dan agresor seperti Amerika Serikat, tetapi juga mempromosikan pembentukan pemerintah dan mempromosikan nilai-nilai Islam yang otentik dan revolusioner.

Pemerintahan Republik Islam Iran lahir dari implementasi gagasan Imam Khomeini, yang terinspirasi oleh ajaran Islam dengan dukungan rakyat Iran yang luas. Republik Islam Iran menempatkan ajaran Islam sebagai fondasi sistem politiknya dan menghadirkan tipe pemerintahan baru yang berbeda dari pemerintahan liberal dan materialis Barat. 

Pada saat yang sama, rakyat memilih dan menentukan pemimpinnya dari pemimpin Revolusi Islam, presiden hingga anggota parlemen secara demokratis. Pada saat yang sama adanya jaminan kebebasan, dan penghormatan terhadap nilai-nilai Islam dan terjaganya keamanan dan kepentingan nasional. 

Imam Khomeini dan Ayatullah Khamenei

Kini, Republik Islam Iran menjadi model pemerintahan yang sukses mengadopsi spiritualitas dan agama, yang disambut oleh umat Islam. Tentu saja masalah ini memicu kekhawatiran Barat. Profesor Andrea Meier, seorang Islamolog Amerika Serikat dalam bukunya The Political Mission of Islam, mengungkapkan, "Dengan berdirinya Republik Islam Iran yang merupakan hasil Revolusi Islam, misi politik Islam telah diinternalisasikan sedemikian rupa sehingga tampil dalam bentuk yang unik. Untuk pertama kalinya, sistem politik yang muncul dari Islamisme merevolusi rezim sekuler yang mengekor Barat. Perkembangan besar ini, dalam pandangan banyak orang-orang Muslim sebagai kemenangan atas supremasi kekuasaan kolonial dan pasca-kolonial. Maksud dari kekuatan supremasi Barat ini adalah AS. Dengan demikian, Revolusi Islam Iran telah menjadi model bagi umat Islam di seluruh dunia menuju perwujudan lengkap 'Pemerintahan Ideal Islam."

Masalah ini direaksi pemerintah Barat dan media mereka, dengan propaganda menghujat, berusaha untuk membuat Republik Islam gagal dan tidak efisien.

Ayatullah Khamenei dalam pernyataannya mengenai langkah kedua revolusi mengatakan, "Wajar jika para pemimpin agresor dan penindas bereaksi (terhadap Revolusi Islam), tetapi reaksi mereka gagal. Dari arah kiri maupun kanan modernitas, mereka berpura-pura tidak mendengar suara baru dan berbeda ini, hingga mengerahkan segenap upaya untuk memberangusnya, tapi pada akhirnya mereka akan semakin dekat dengan akhir hayatnya..... Kini, Revolusi Islam telah melewati dekade keempat, dan terus maju dengan tetap setia mengusung cita-cita luhurnya."(PH)