Langkah Kedua Revolusi (10)
-
Ilustrasi perayaan kemenangan Revolusi Islam di Iran.
Usia kemenangan Revolusi Islam Iran telah mencapai lebih dari 40 tahun, di mana rakyat Iran mengalami banyak pasang surut selama periode itu. Sekarang mereka memulai sebuah era baru untuk mengejar tujuan luhur revolusi serta kemajuan dan pembangunan negara.
Peta Jalan Langkah Kedua Revolusi Islam yang diumumkan oleh Pemimpin Besar Revolusi Islam atau Rahbar, Ayatullah Sayid Ali Khamenei pada 13 Februari 2019, menggambarkan masa depan Iran berdasarkan cita-cita revolusi. Namun, tanpa memiliki pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa di masa lalu dan situasi saat ini, maka langkah meraih masa depan akan menjadi sulit dan bahkan berpotensi melenceng dari rel aslinya.
Oleh karena itu, Rahbar dalam pengumuman tersebut mengingatkan bahwa apa yang disaksikan dan dirasakan oleh generasi pertama revolusi, tidak disaksikan oleh pemuda revolusioner saat ini. Jadi, perlu sebuah pengenalan yang benar untuk mengambil langkah-langkah kuat di masa depan dan menimba pelajaran dari pengalaman di masa lalu. Jika strategi ini diabaikan, kebohongan akan mengisi hakikat dan masa depan akan terancam.
Poin ini menjadi sangat penting sejak era kemenangan revolusi, ketika musuh memulai upaya untuk merusak citra dan kiprah revolusi. Sekarang dengan munculnya media-media modern seperti internet dan televisi dan radio, musuh mencoba mempertanyakan masa lalu revolusi, mengabaikan prestasi-prestasinya, membesar-besarkan beberapa kelemahan, dan membuat masyarakat pesimis terhadap kiprah Republik Islam.
Oleh sebab itu Ayatullah Khamenei menekankan, “Musuh-musuh revolusi dengan semangat yang menggebu-gebu, berusaha mendistorsi dan membuat kebohongan tentang masa lalu dan bahkan masa sekarang, dan mereka menggunakan uang dan semua instrumen untuk tujuan itu.”
Dalam pengumuman Peta Jalan Langkah Kedua Revolusi Islam, Ayatullah Khamenei berusaha menyajikan sebuah gambaran tentang kondisi kemenangan Revolusi Islam dan pengaruhnya bagi Iran dan dunia. Gerakan rakyat ini dimulai pada masa ketika rezim diktator, haus darah, dan dependen, berkuasa di Iran.

Pada masa itu tidak ada kebebasan di negara ini, dan mereka yang berani mengkritik rezim Shah atau berjuang untuk kebebasan, akan dipenjara, disiksa, dan dihukum gantung. Rezim yang represif seperti itu mendapat dukungan penuh dari Barat terutama Amerika Serikat. Barat bahkan membantu menumpas oposisi dan terlibat dalam konspirasi politik dan korupsi yang dilakukan Shah dan kroni-kroninya.
Sikap represif dan tirani rezim Pahlavi sama sekali tidak diprotes oleh pemerintah-pemerintah Barat yang mengklaim sebagai pembela hak asasi manusia dan kebebasan bangsa-bangsa. Dengan memperhatikan banyaknya jumlah senjata yang dibeli dari Barat, maka berbicara tentang penggulingannya akan menjadi sebuah mimpi yang mustahil terwujud.
Ayatullah Khamenei menulis, “Revolusi Islam dan sistem yang muncul darinya dimulai dari titik nol... Semua pihak melawan kita, apakah itu rezim korup yang dependen, bobrok, dan tirani, serta merupakan rezim kerajaan pertama di Iran yang dibentuk oleh asing, bukan dengan tangan mereka sendiri, atau pemerintah AS dan beberapa negara Barat lainnya, atau situasi internal yang kacau dan ketertinggalan naif di bidang sains-teknologi, politik, agama, dan setiap keunggulan lain.”
Tetapi, hambatan-hambatan ini berhubungan dengan gerakan awal dan kelanjutan dari perjuangan melawan rezim despotik Shah dan para pendukungnya di Barat. Namun, setiap revolusi yang sudah meraih kemenangan, membutuhkan sebuah sistem pemerintahan yang jelas.
Revolusi-revolusi pada hari itu di dunia umumnya mengikuti rezim komunis yang berkuasa di Uni Soviet. Namun karena banyaknya kekurangan dan kegagalan, rezim tersebut gagal tidak hanya di negara-negara lain, tetapi juga di rumahnya sendiri Uni Soviet dan akhirnya bubar.
Model lain pemerintahan di dunia adalah sistem kapitalis Barat. Selain banyak masalah dan kekurangan, sistem ini secara praktis tidak sempurna dilaksanakan di negara-negara lain dan menyebabkan ketergantungan mereka pada pemerintahan kapitalis.
Sementara itu, Revolusi Iran – sebagai sebuah Revolusi Islam – tidak mempercayai sistem pemerintahan yang ada, dan berdasarkan arahan Imam Khomeini ra (Bapak Pendiri Republik Islam Iran), berusaha mendirikan sebuah sistem Islami di Iran yang belum pernah ada sebelumnya.
Ayatullah Khamenei dalam Peta Jalan Langkah Kedua Revolusi Islam menjelaskan, “Sama sekali tidak ada contoh atau jalan yang pernah dilalui di hadapan kami. Jelas bahwa kebangkitan Marxis dan sejenisnya tidak bisa dijadikan model bagi sebuah revolusi yang muncul dari iman dan makrifat Islam. Kelompok revolusioner Islam memulai tanpa adanya sebuah model dan pengalaman, kombinasi dari republikanisme dan Islam serta alat-alat pembentukannya tidak diperoleh kecuali melalui bimbingan Ilahi serta hati bersih dan pemikiran besar Imam Khomeini. Ini adalah kegemilangan pertama revolusi.”
Dengan demikian, pengalaman pertama dari sebuah sistem yang didasarkan pada nilai-nilai Islam dan suara rakyat (demokrasi religius), terbentuk dalam bingkai sistem Republik Islam.
Revolusi Islam Iran mencapai kemenangan ketika dunia terpecah dalam dua blok. Dengan kata lain, dua kekuatan adidaya Amerika Serikat dan Uni Soviet serta sekutu-sekutu mereka saling berseteru. AS merupakan perwakilan dari faham liberalisme-kapitalisme, sedangkan Soviet mendukung faham komunisme.
Pada masa itu, revolusi Iran memperkenalkan pemikiran dan sebuah sistem pemerintahan baru yang dibangun atas spiritualitas dan agama. Dengan demikian, model ketiga pemerintahan secara resmi mengumumkan kemunculannya.

Kelemahan sistem materialistis Marxisme segera terungkap dengan runtuhnya Uni Soviet pada akhir 1991. Dua tahun sebelum itu, Imam Khomeini ra telah memprediksi keruntuhan Soviet dalam sebuah surat kepada Pemimpin terakhir Uni Soviet, Mikhail Gorbachev.
Imam Khomeini menulis, "Yang Mulia Tuan Gorbachev, seharusnya kita menyerahkan diri kepada kebenaran. Masalah utama negara Anda tidaklah bersumber dari kepemilikan atau ekonomi atau kebebasan, namun masalah Anda yang sebenarnya berasal dari tiadanya keimanan yang hakiki kepada Tuhan, masalah sama yang juga menyeret Barat kepada kehancuran dan jalan buntu… Yang Mulia Gorbachev, sangatlah jelas bagi semua orang bahwa mulai sekarang dan seterusnya, hendaknya orang mencari komunisme dalam museum sejarah politik dunia, karena Marxisme tidak mampu memenuhi kebutuhan hakiki manusia."
Krisis keimanan kepada Tuhan juga telah menyeret sistem liberal kapitalis Barat pada masalah yang sama, dan tanda-tanda keruntuhannya juga mulai tampak.
Ayatullah Khamenei mengatakan, "Revolusi bangsa Iran mengubah dunia dua kutub menjadi dunia tiga kutub pada hari itu, dan kemudian dengan runtuhnya Uni Soviet dan munculnya kutub-kutub baru kekuatan, konfrontasi kekuatan 'Islam dan sistem arogan' merupakan sebuah fenomena luar biasa di dunia modern dan telah menyita perhatian global."
Tentu saja, kemenangan Revolusi Islam dan berdirinya Republik Islam Iran telah mengundang kemarahan kekuatan-kekuatan dunia dan mereka kemudian berusaha menggulingkan Republik Islam yang baru berdiri ini. Secara khusus, Republik Islam Iran – berdasarkan konstitusi – menganggap dukungannya kepada kaum tertindas dan upaya mempersatukan kaum Muslim sebagai tugasnya.
Mengenai pengaruh Revolusi Islam bagi kaum tertindas dunia dan reaksi kekuatan arogan, Ayatullah Khamenei dalam Peta Jalan Langkah Kedua Revolusi menulis, "Revolusi Islam dari satu sisi, ada tatapan penuh harap dari bangsa-bangsa tertindas dan gerakan-gerakan pembebasan dunia serta beberapa negara yang menginginkan independensi, dan dari sisi lain ada sorotan penuh kebencian dari rezim-rezim arogan dan pemeras di dunia. Tatanan dunia berubah dengan cara itu dan goncangan revolusi telah membangunkan fir'aun-fir'aun dari tempat tidur yang nyaman; permusuhan dimulai dengan semua intensitasnya."
"Sekarang setelah perayaan ulang tahun ke-40 revolusi dan 40 fajar kemenangan, salah satu dari dua poros permusuhan itu (Marxisme) telah hancur dan yang lainnya (Liberalisme) sedang bergulat dengan masalah yang memberikan berita tentang sakaratul maut, sementara Revolusi Islam terus melangkah maju dengan tetap berkomitmen pada slogan-slogannya," pungkas Rahbar. (RM)