Aug 05, 2019 17:11 Asia/Jakarta
  • Prakarsa Licik Kesepakatan Abad (5)

Bumi Palestina dan secara khusus Jalur Gaza dan Tepi Barat, kaya akan kandungan minyak dan gas. Sebagian besar dari sumber daya alam ini dikontrol oleh rezim Zionis Israel, sementara Palestina tidak memiliki saham di dalamnya.

Penemuan sumber daya baru di daerah Rantis, Ramallah dan pantai Gaza oleh Israel telah membawa banyak keuntungan bagi mereka. Israel dan beberapa negara di kawasan seperti Mesir, sedang berusaha memanfaatkan posisi geopolitik Gaza di pantai Mediterania dan menggunakan wilayah itu sebagai jalur transit barang.

Israel dan Mesir juga ingin memanfaatkan posisi strategis Gaza untuk mempermudah hubungan bisnis dengan negara-negara Teluk Persia dan Irak. Oleh karena itu, pemerintah Mesir dan sampai batas tertentu Yordania mendukung Kesepakatan Abad yang mempertimbangkan posisi strategis baru untuk Gaza.

Yordania berusaha untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan pelabuhan yang diusulkan dibangun di pantai Gaza, sebagai transit untuk barang-barang Eropa yang diimpor melalui Jalur Gaza dan diekspor ke Teluk Persia dan Irak.

Selain urusan energi, Kesepakatan Abad juga mengatur masalah pertukaran wilayah antara rezim Zionis dan Mesir. Pemerintah Mesir akan menyerahkan 720 kilometer persegi Semenanjung Sinai ke negara masa depan Palestina. Sebagai imbalannya, Mesir diberikan wilayah yang setara di Gurun Naqab (Negev) barat daya dari wilayah Palestina yang diduduki tahun 1948. Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman (MBS) kemudian akan melaksanakan proyek pembangunan di utara Gurun Sinai.

Untuk tujuan itu, Mesir diharapkan untuk memberikan tekanan politik pada Otorita Ramallah dan Hamas atau setidaknya salah satu dari mereka agar menyetujui Kesepakatan Abad, di samping menawarkan insentif ekonomi.

Dengan terealisasinya proyek-proyek tersebut dan pembangunan pelabuhan, stasiun desalinasi (proses menjadikan air garam menjadi air bersih layak minum), dan transmisi energi, maka beberapa negara seperti Arab Saudi, Mesir, Yordania, dan rezim Zionis akan memperoleh keuntungan besar. Di bawah Kesepakatan Abad, negara-negara reaksioner Arab dan Israel mencapai manfaat baru ekonomi.

Palestina dan khususnya Gaza, menyimpan banyak kekayaan alam, tetapi hari ini menghadapi masalah ekonomi akut karena pendudukan rezim Zionis dan pengkhianatan yang dilakukan oleh Dunia Arab.

Amerika Serikat dan Israel beranggapan bahwa dengan menjanjikan paket insentif ekonomi, dapat mencegah penentangan faksi-faksi perlawanan Palestina terhadap kesepakatan licik tersebut.

Mohammed bin Salman (kiri), Presiden Donald Trump (tengah), dan Jared Kushner (kanan).

Setelah Hamas mencapai kemenangan pada pemilu legislatif Palestina 2006 dan memegang kekuasaan, AS dan rezim Zionis memperluas arena konfrontasi untuk melawan Hamas, dan pemerintah Otorita Ramallah juga merestui langkah itu.

Mahmoud Abbas – dengan membentuk pemerintahan di Tepi Barat – tidak hanya membatasi ruang gerak Hamas di Gaza, tetapi juga bekerjasama dengan Israel, Mesir, dan AS untuk mengekang aktivitas ekonomi di daerah tersebut. Hari ini masyarakat internasional mengakui bahwa Gaza sedang menghadapi bencana kemanusiaan.

Dalam beberapa tahun terakhir, orang-orang Gaza mampu menerobos blokade dengan menggali terowongan di Sinai, namun setelah revolusi 25 Januari di Mesir, terowongan-terowongan itu dihancurkan oleh pemerintah Kairo. Saat ini lebih dari 80 persen terowongan Gaza telah dihancurkan. Sejak 2018, pemerintah Mesir juga membangun tembok baja di perbatasan Sinai-Gaza.

Pemerintah Abdel Fattah al-Sisi sering menutup pintu penyeberangan Rafah, dengan alasan mencegah teroris menyusup ke Sinai. Kondisi ini membuat warga Gaza kesulitan untuk memasukkan bahan kebutuhan pokok dan obat-obatan. Selain bencana kemanusiaan di Gaza, pemerintah Otorita Ramallah juga menghadapi masalah keuangan yang serius. Mereka memiliki ketergantungan ekonomi yang besar pada AS dan negara-negara Eropa.

Bantuan ekonomi untuk Otorita Ramallah dikurangi atau dihentikan setelah mereka menolak mematuhi beberapa tuntutan rezim Zionis di bidang tertentu, seperti masalah energi.

Setelah MBS berkuasa, Otorita Ramallah juga menghadapi pemangkasan dan bahkan penghentian bantuan finansial oleh negara-negara reaksioner Arab, terutama Saudi. Otorita Ramallah bahkan kesulitan untuk membayar gaji para pegawainya.

Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengurangi bantuannya untuk warga Palestina setelah mendapat tekanan dari pemerintah AS.

Dalam kondisi seperti itu, AS, rezim Zionis, dan Arab Saudi menawarkan insentif ekonomi untuk membujuk Palestina menyetujui Kesepakatan Abad, dan hal ini pula yang ingin diwujudkan di konferensi ekonomi Manama.

Surat kabar al-Akhbar menulis, "MBS meminta Mahmoud Abbas untuk menyetujui Kesepakatan Abad dan jika ia menerima tawaran ini, Otorita Ramallah akan memperoleh 10 miliar dolar dalam jangka waktu 10 tahun."

Para penyusun dan pelaksana Kesepakatan Abad tidak hanya menyadari adanya krisis ekonomi serius di Tepi Barat dan Gaza, tetapi mereka sendiri berperan langsung dalam menciptakan bencana itu. Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Mesir, dan Yordania melakukan kerja sama dengan AS dan Israel untuk mencekik Palestina.

Negara-negara reaksioner Arab masing-masing dituntut memainkan perannya dalam Kesepakatan Abad, yang dipimpin oleh Jared Kushner, menantu Trump keturunan Yahudi. Yordania bahkan harus merelakan satu bagian dari daerahnya sebagai gagasan tanah air alternatif untuk Palestina.

Aksi protes menolak Kesepakatan Abad. 

Sebagai imbalannya, Arab Saudi akan menyerahkan satu bidang tanahnya ke Yordania sehingga rezim Zionis dapat memperluas wilayah kekuasaannya di Gaza. Kushner ingin agar Riyadh dan Abu Dhabi memberikan bantuan ekonomi ke Palestina, termasuk membangun jalur pipa minyak dari Saudi ke Gaza.

Saudi bersedia membangun kilang minyak dan pelabuhan untuk transportasi laut dan bahkan stasiun desalinasi dengan alasan menciptakan lapangan kerja, dengan syarat rakyat Palestina melupakan al-Quds dan cita-citanya. Sebenarnya, upaya Saudi Cs bertujuan untuk memenuhi kepentingan rezim penjajah Israel.

Pemerintah AS memanfaatkan tuas ekonomi untuk melaksanakan Kesepakatan Abad atau dengan kata lain berusaha menyuap faksi-faksi Palestina. Dalam hubungan internasional, untuk meredam gejolak, hubungan antara negara-negara yang terlibat permusuhan harus dibuka melalui titik yang tidak sensitif dan non-politik seperti ekonomi. Kerja sama ini kemudian diperluas ke sektor politik dan bidang-bidang lain secara bertahap.

Sejak 2017, negara-negara seperti UEA dan Saudi meskipun diam-diam mendukung Kesepakatan Abad, namun tidak membuat pengumuman resmi karena mengkhawatirkan reaksi dari Dunia Islam. Lokasi konferensi ekonomi Kesepakatan Abad juga ditetapkan di Bahrain, yang tidak memiliki pengaruh penting dalam perimbangan politik.

Meski demikian, AS gagal menyuap faksi-faksi Palestina melalui paket insenitif ekonomi dan keuangan.

Salah satu petinggi Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Wasel Abu Youssef mengatakan, "Sejak awal sikap faksi-faksi Palestina sudah jelas, mereka tidak akan menghadiri konferensi ekonomi dan politik yang terkait dengan Kesepakatan Abad, dan mereka juga tidak menghadiri konferensi Manama. Bagi faksi-faksi Palestina, pertumbuhan ekonomi dengan imbalan mengakui pendudukan Palestina adalah sebuah pengkhianatan terbesar, dan tidak ada faksi Palestina yang akan menerima ini."

Mahmoud Abbas menegaskan, "Al-Quds tidak untuk dijual dan Kesepakatan Abad Donald Trump adalah pukulan terhadap abad ini, dan kami tidak akan pernah menerima perundingan damai atau proposal perdamaian apapun dari pihak AS."

Pada dasarnya, prakarsa Kesepakatan Abad berusaha menyuap Palestina melalui paket insentif ekonomi, alih-alih menjanjikan sebuah negara merdeka, mengakhiri pendudukan, dan memulangkan pengungsi.

Dapat dikatakan bahwa prakarsa Trump ini tidak akan menemukan ruang untuk bernafas lebih lama, karena pihak Palestina berulang kali menegaskan bahwa mereka tidak akan menerima apapun selain pembentukan negara Palestina dengan ibukota al-Quds. (RM)

Tags