Okt 01, 2019 16:39 Asia/Jakarta
  • Kitab Haft Awrang karya Jami
    Kitab Haft Awrang karya Jami

Nūr ad-Dīn 'Abd ar-Rahmān Jāmī  adalah seorang penyair, penulis, dan sufi terkenal abad ke-9 H atau abad ke-15 M. Bahkan, banyak sarjana yang menyebutkan sebagai penyair terkemuka setelah Hafez.

Jami dilahirkan di provinsi Khorasan pada tahun 817 H (1414 M). Leluhurnya tinggal di Isfahan, tapi ayahnya bermigrasi ke Khorasan ketika terjadi kekacauan dan menetap di Khar Gerd, Khof.

Ayahnya pindah ke Herat hingga beberapa tahun sebelum kelahiran Jami. Ketika berada Khar Gerd, keluarganya menggunakan nama "Dashti", Tapi kemudian setelah menetap di Herat, Nur ad-Din Abd ar-Rahman mengadopsi nama Jami sebagai nama keluarga dan  terkenal dengan nama itu.

 

Abdurrahman Jami

 

Abdurahman Jami menghabiskan tahun-tahun pertama studinya terutama dasar-dasar sastra Farsi dan Arab di Khar Gerd dari ayahnya. Kemudian ayahnya membawa Jami pergi ke Herat untuk menyelesaikan pendidikannya. Ketika itu, Herat  merupakan salah satu pusat pendidikan penting. Ia belajar bahasa Arab, retorika, logika, matematika dan ilmu agama dari para ulama terkemuka seperti Khajeh Ali Samarkandi. Kemudian melanjutkan pelajaran hikmah dengan antusias dari para arif besar di Herat.

Jami pergi ke Samarkand untuk belajar kepada para guru besar. Ia mampu bersinar karena kecerdasannya yang luar biasa, memori dan kemampuan penalarannya yang kuat. Para ahli meyakini Jami memiliki latar belakang pendidikan yang baik dalam logika, hikmah, fiqh dan ushul fiqh, hadis, matematika, dan musik.

Tingginya perhatian Jami tehadap masalah spiritualitas menyebabkan dirinya kembali ke Herat untuk belajar tasawuf dari para arif besar ketika itu. Selama periode inilah Jami muda sangat terpesona dengan tasawuf, dan menjadi murid langsung pemimpin tarikat Naqsabandiyah, Saadudin Muhammad Kashgari. Bahkan  setelah kematiannya, Jami diangkat sebagai Khalifah Tariqah Naqsabandiyah.

Pakar sejawaran Iran Profesor Zabihullah Safa mengatakan, "Dia mempelajari karya-karya Sheikh Muhyiddin Ibn Arabi, dan menjadi salah satu pengikutnya. Dengan melihat karya-karya Jami, terlihat pengaruh pemikiran Ibn Arabi di dalamnya,".

Jami sangat sederhana dan rendah hati dalam menjalani kehidupannya. Dia seringkali makan bersama orang-orang miskin, sering duduk di lantai dengan pakaian yang sangat sederhana dan berbicara dengan teman-teman maupun murid-muridnya. Jami juga memiliki tempat khusus di kalangan raja pada masa itu karena luasnya ilmu pengetahuan dan posisinya sebagai arif besar. 

Pakar sejarah tasawuf Iran, Abdolhossein Zerrin Kuob menjelaskan, "Abdul Rahman adalah seorang Darwish yang sederhana dan tidak membuat puisi untuk memuji siapa pun. Tapi dia begitu kuat pengaruhnya sehingga disebut sebagai raja spiritual Herat. Bahkan, sultan dan menteripun sangat menghormatinya," 

Kehidupan Jami secara umum menjadi tiga fase. Tahap pertama adalah periode menuntut ilmu di Herat dan Samarkand. Fase kedua bergabung dengan tarikat Naqsyabandiyah dan tahap ketiga adalah pencapaian objektif dari dua tahap sebelumnya, yang meliputi penulisan dan karya-karyanya.

Jami pernah bertemu para arif besar termasuk dengan Khawaja Ubaidullah Ahrar tiga kali di Samarkand, sekali di Herat dan sekali di Merv. Maulana Jami menulis sebuah buku yang didedikasikan untuk Ahrar berjudul "Tuhfatul Ahrar dan Khwaja Ahrar juga disebutkan dalam karya Jami yang paling terkenal, Yusuf dan Zulekha. 

 

Makam Sheikh Abdurrahman Jami di Herat

 

Posisi penting Jami sebagai arif besar mengemuka setelah kematian Saaduddin Kashgari, menjadikan Jami sebagai khalifah Tariqat Naqsabandiyah. Sheikh Abdurrahman Jami menganut mazhab fiqh Hanafi dan tarikat Naqsyabandiyah. Dia juga menguraikan makna ucapan dan nasihat para pemimpin Naqsyabandiyah seperti Khawaja Bahaeddin Bukhari dan Molana Saaduddin Kashghari dan lainnya. Oleh karena itu, Jami juga dipandang sebagai penyebar tarikat Naqsyabandiyah di Herat.

Tarikat Naqsybandiyah didirikan oleh Khawaja Bahauddin Muhammad Naqshbandi Bukhari yang berkembang pesat di era Timurid. Para pemimpin tarikat ini berkomitmen untuk menjaga tradisi dan hukum Islam. Mereka adalah para sufi yang sangat menentang bidah dalam agama dan syariah.

Para pemuka tarikat Naqsyabandiyah sangat dihormati oleh masyarakat dan juga penguasa ketika itu. Di tahun-tahun awal pemerintahan Timurid, para pemimpin tarikat Naqsyabandiyah tidak memiliki banyak hubungan dengan penguasa Timurid dan menjalani kehidupan spiritualnya. Tetapi kemudian, sejak tahun-tahun pertengahan pemerintahan Timurid, di mana pengaruh dan status tarikat Naqsyabandiyah meluas, mereka telah terlibat dalam sebagian besar peristiwa dan penting dalam pemerintah Timurid. Mereka memainkan peran penting dalam memecahkan masalah penguasa, maupun masyarakat umum.

 

Sultan Hussein Bayqara

Sebagian tokoh Naqsybandiyah menduduki jabatan penting seperti Amir Alishir Navaie selaku menteri di era Sultan Hussein Bayqara. Tapi, Jami lebih memilih tidak masuk dalam kekuasaan dan tidak secara langsung mencampuri urusan politik. Meskipun demikian, Jami  juga mencegah penguasa dari menindas rakyatnya sndiri. Bahkan, Jami berperan sebagai perantara antara penguasa dan rakyat.

Jami menulis sekitar delapan puluh tujuh buku dan surat, beberapa di antaranya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Karya-karyanya berkisar dari prosa ke puisi, dan dari duniawi ke ukhrawi. Ia juga menulis karya sejarah dan sains. Selain itu, ia sering memberikan berkomentar tentang karya para teolog, filsuf, dan sufi sebelumnya dan saat itu.

 

Divan Jami

 

Puisi-puisinya banyak mengambil inspirasi dari ghazal Hafiz. Karya divannya yang terkenal dan indah berjudul "Haft Awrang" (Tujuh Singgasana) menurut pengakuannya sendiri dipengaruhi oleh karya-karya Nizami. Haft Awrang juga dikenal sebagai masnavi yang panjang atau mathnavi kumpulan tujuh puisi. Setiap puisi membahas kisah yang berbeda.

Jami menggunakan simbolisme alegoris dalam kisah tersebut untuk menggambarkan tahapan kunci dari jalan sufi seperti pertobatan dan mengungkap pertanyaan filosofis, agama, atau etika. Masing-masing simbol alegoris memiliki makna yang menyoroti pengetahuan dan kebijaksanaan, khususnya tentang Tuhan.

Ia juga dikenal karena tiga koleksi puisi liriknya yang berkisar dari masa mudanya hingga akhir hidupnya yang disebut Fatihat al-shabab, Wasitat al-'ikd, dan Khatimat al-hayat. Salah satu gagasannya yang paling mendalam adalah penjelasan mistis dan filosofis tentang sifat rahmat ilahi, yang merupakan hasil dari komentarnya terhadap karya-karya lain.

Karya puisi Jami mencerminkan budaya Persia yang populer di Asia Tengah dan anak benua India. Puisinya membahas ide-ide populer yang mengarah pada minat Sufi dan non-Sufi dalam karyanya. Ia dikenal tidak hanya karena puisinya, tetapi juga karya-karya teologis dan komentarnya tentang budaya.  Karyanya digunakan di beberapa sekolah dari Samarkand hingga Istanbul maupun  Khayrābād di Persia serta kekaisaran Mughal.(PH)