Islamophobia di Barat (39)
Di edisi sebelumnya, kita telah menyinggung tentang surat dari sekitar 300 tokoh politik, budaya, dan sosial Prancis kepada kaum Muslim. Mereka meminta umat Islam untuk menghapus surat-surat al-Quran, yang menyerukan pembunuhan dan hukuman bagi orang-orang Yahudi, Kristen, dan Atheis.
Surat itu benar-benar menghina al-Quran sebagai kitab langit dan wahyu Ilahi, yang tidak ada distorsi sedikit pun di dalamnya. Tokoh penandatanganan surat itu memiliki pertalian dengan Yahudi serta dekat dengan kalangan Zionis dan kubu anti-Islam seperti Presiden Prancis waktu itu, Nicolas Sarkozy dan mantan Perdana Menteri Prancis, Manuel Waltz. Para tokoh lain juga dikenal dekat dengan Zionis.
Surat yang bertema "Tindakan Anti-Semit Baru" diterbitkan di surat kabar Le Parisien dan berbicara tentang radikalisme Islam. Alarm bahaya tentang apa yang disebut pembersihan senyap orang-orang Yahudi Prancis, telah berbunyi.
Para penandatangan surat itu adalah pendukung gerakan anti-Islam di Prancis. Salah satu kebijakan mereka selama berkuasa di negara itu adalah memperkuat gerakan anti-Islam serta memberlakukan pembatasan dan larangan terhadap Muslim Prancis.
Mereka sekarang mengkhawatirkan fenomena anti-Semit di Prancis. Manuver mereka sebenarnya dapat ditelisik dalam satu kalimat yaitu memutarbalikkan fakta. Sebuah fakta atas nama gerakan anti-Islam yang dipimpin oleh lobi besar Zionis di Prancis.
Tidak diragukan lagi bahwa kaum Muslim dan Yahudi menghadapi gesekan dan konflik di sepanjang sejarah. Namun, tidak seharusnya ada kontradiksi dan pertentangan antara agama-agama Samawi, termasuk antara Islam dan Yahudi. Namun, orang-orang fanatik dan pengikut agama kadang menjadi pemicu konflik dan munculnya gesekan.
Ayat-ayat al-Quran yang berisi kecaman terhadap Yahudi, bukan karena mereka sebagai kaum Yahudi, tetapi karena menolak menerima kebenaran dan menyusun konspirasi untuk membunuh Rasulullah Saw. Jika kaum Yahudi di masa sekarang tetap seperti itu, maka ayat-ayat tersebut juga mencakup mereka.
Nabi Muhammad Saw dijuluki sebagai nabi pembawa rahmat dan kasih sayang. Kasih sayang ini meliputi semua makhluk Tuhan termasuk masyarakat non-Muslim. Rasulullah meninggalkan banyak pesan tentang berbuat baik kepada ahlul dzimmah (orang-orang non-Muslim merdeka yang hidup di negara Islam, mereka membayar pajak perorangan, dan sebagai balasan menerima perlindungan dan keamanan).
Khalifah Ali bin Abi Thalib as dalam sebuah suratnya kepada Gubernur Mesir, Malik al-Ashtar menulis, "Hak orang-orang yang membayar jizyah harus dihormati."
Imam Ali as juga berkata, "Aku menerima laporan terverifikasi bahwa sekelompok pria telah menyerang orang-orang Muslim dan sebagian minoritas resmi (agama yang diakui) dan sebagian ahlul dzimmah di Mesir serta menjarah gelang, kalung, dan anting-anting mereka… Aku bersumpah laporan ini benar-benar pahit dan sangat berat, jika seorang Muslim menderita kesedihan sampai wafat setelah mendengar tragedi ini, maka ia tidak pantas dicela, tetapi – menurut saya – itu adalah sebuah reaksi yang benar-benar alamiah."
Dengan keteladanan seperti ini, dapatkah Islam menjadi agama yang anti-Semit seperti klaim sebagian orang Barat, termasuk 300 tokoh Prancis? Anti-Semitisme berakar di Eropa. Setelah penaklukan Kristen atas kaum Muslim di Andalusia (Spanyol), warga Kristen Spanyol memaksa orang-orang Yahudi untuk meninggalkan agamanya.
Mereka secara lahiriyah menjadi Kristen, tetapi batinnya tetap memegang agama Yahudi. Warga Yahudi yang beragama Kristen ini dikenal sebagai Marrano. Fenomena Marrano menunjukkan bahwa warga Yahudi Andalusia tetap menjadi pemeluk agama Yahudi ketika kaum Muslim berkuasa di sana, tetapi orang-orang Kristen menganiaya mereka dan memaksanya untuk memilih antara Kristen atau kematian. Pemaksaan inilah yang membuat mereka menjadi Marrano.
Sebaliknya, praktik umum masyarakat Islam didasarkan pada toleransi dengan ahlul kitab. Muslim di Palestina, Syam, Irak, dan di tempat lain memperlakukan orang-orang Yahudi dengan baik. Warga Yahudi menganggap orang-orang Arab Muslim sebagai penyelamatnya dari tangan orang-orang Kristen. Oleh karena itu, mereka membantu orang-orang Muslim, masyarakat Muslim juga memperlakukan mereka dengan baik dan Yahudi mendapatkan tempat baik di negara-negara Islam.
Para peneliti menyebut periode Andalusia sebagai "era keemasan" bagi masyarakat Yahudi. Jika periode itu dikenal sebagai era keemasan bagi kehidupan budaya dan ilmiah Yahudi, maka periode Utsmaniyah sebagai zaman keemasan politik dan ekonomi bagi komunitas Yahudi.
Agama Yahudi kembali memperoleh ruhnya pasca kekalahan Kekaisaran Romawi Timur dan berdirinya Imperium Ottoman serta imigrasi besar-besaran orang Yahudi ke wilayah kekuasaan Ottoman. Universitas-universitas Yahudi dibangun di kota-kota penting seperti Kairo, Konstantinopel, dan Tesalonika.
Salah satu tempat kehidupan toleran Yahudi dan Muslim adalah Iran. Iran selalu menjadi perhatian orang-orang Yahudi. Sejak Koresh Agung memerintahkan pembebasan orang-orang Yahudi, Iran telah menjadi tempat yang aman bagi mereka.
Warga Yahudi Iran datang ke Iran sekitar 2500 tahun yang lalu. Menurut catatan sejarah dan arkeologi, mereka hidup di banyak wilayah di Iran. Berdasarkan Kitab Ester, pada masa pemerintahan Raja Khashayar Shah (Xerxes) (520 - 465 SM), ada 127 provinsi di wilayah kekuasaan Persia di mana orang Yahudi tersebar di seluruh provinsi tersebut.
Menurut sejarah Iran kontemporer, minoritas Yahudi menikmati posisi yang sangat menonjol di Iran dan berpartisipasi dalam berbagai bidang politik, sosial, dan ekonomi. Ribuan orang Yahudi sekarang tinggal di Iran dan bahkan memiliki satu perwakilan di Parlemen Iran.
Komparasi perlakuan Muslim dan Kristen Eropa dengan orang-orang Yahudi, menunjukkan bahwa anti-Semit merebak di antara mereka yang mengaku memeluk agama Kristen. Selama berabad-abad sebelum Era Pencerahan, orang Yahudi Eropa sebagai minoritas agama yang asing, berada dalam posisi yang sangat sulit.
Meski Kebangkitan Renaisans, gerakan Protestan, dan kebangkitan Lutheranisme telah mengubah sikap orang-orang Kristen kepada komunitas Yahudi, terutama di Italia, tetapi perubahan ini tidak berlangsung lama dan gelombang baru anti-Semit kembali melanda Eropa pada abad ke-16 dan 17.
Paus Paulus IV pada tahun 1555 mengeluarkan perintah agar orang-orang Yahudi kembali ditempatkan di Ghetto, tempat tinggal khusus untuk warga Yahudi. Atas perintah Paulus IV, 24 pria dan satu wanita Yahudi dibakar di tempat umum.
Sejak itu, orang-orang Yahudi dihukum keras di berbagai kota Eropa, banyak dari mereka dibunuh, dan rumah-rumah mereka dihancurkan. Kelompok Zionis anti-Islam – dengan perilaku dan kebijakannya – telah memicu sentimen negatif terhadap orang-orang Yahudi. Jika tidak, orang-orang Muslim tidak pernah bertengkar dengan Yahudi.
Apa yang kita lihat hari ini adalah perlakuan Zionis yang sangat brutal terhadap Muslim di tanah pendudukan Palestina. Zionis hari ini membalas semua kebaikan umat Islam selama bertahun-tahun dengan membunuh wanita dan anak-anak Palestina.
Jika melihat perlakuan orang-orang Kristen terhadap Yahudi, maka negara-negara Eropa dan Kristen harus menanggung akibat dari perilaku tidak manusiawi mereka di masa lalu.
Namun, sayangnya kita hari ini melihat Zionisme dan orang-orang yang mengaku mengikuti Nabi Isa as, bekerjasama untuk menyerang Islam dan kaum Muslim di seluruh dunia. Sekarang mereka menyerukan penghapusan ayat-ayat al-Quran dengan alasan ekstremisme, kekerasan, dan anti-Semit. (RM)