Masa Depan Perjanjian Nuklir JCPOA yang Makin Rumit
Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran Mohammad Javad Zarif dalam statemennya pada hari Senin, 20 Januari 2020 menyinggung perilaku ilegal dan tak dapat dibenarkan Eropa terhadap perjanjian nuklir JCPOA (Rencana Aksi Komprehensif Bersama).
Dia mengatakan, jika berkas Iran dikirim ke Dewan Keamanan PBB, maka Tehran berpotensi untuk keluar dari Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
Zarif menambahkan, Iran menindaklanjuti keputusan terbaru troika Eropa (Inggris, Prancis, dan Jerman) untuk mengaktifkan mekanisme penyelesaian sengketa JCPOA melalui jalur hukum.
"Republik Islam Iran memulai pembahasan metode penyelesaian sengketa secara resmi setelah Amerika Serikat keluar dari JCPOA," ujarnya.
Zarif menjelaskan, Iran mengirim tiga surat pada 10 Mei, 26 Agustus dan November 2018 kepada Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Federica Mogherini dan dalam surat tersebut secara resmi dinyatakan bahwa metode penyelesaian sengketa telah dimulai.
Menlu Iran lebih lanjut menuturkan, Tehran setelah mengirim surat pada bulan November, memberi tenggat waktu 7 bulan kepada Uni Eropa, dan Iran pada Mei 2019 memulai penurunan komitmennya dalam JCPOA di mana dua bulan kemudian dampak nyatanya telah mulai terlihat.
Menurut Zarif, Iran mengambil lima langkah penurunan komitmennya dalam perjanjian JCPOA dan tidak ada rencana untuk mengambil langkah berikutnya untuk menurunkan komitmen tersebut.
"Jika Eropa kembali pada komitmen-komitmennya dalam JCPOA, maka Iran akan menghentikan langkahnya ini. Namun jika Eropa tetap melanjutkan langkahnya tersebut sesuai dengan permainan politik, maka Republik Islam memiliki berbagai sarana untuk digunakan," pungkasnya.
Pasca keluarnya AS dari JCPOA pada 8 Mei 2018, Jerman, Inggris dan Perancis berjanji mempertahankan kesepakatan internasional ini dan mempertahankan kepentingan ekonomi Iran, namun sampai saat ini, ketiga negara itu belum melakukan langkah praktis atas janjinya untuk mempertahankan kesepakatan JCPOA.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mengancam untuk mengenakan tarif 25 persen pada impor mobil Eropa jika Inggris, Perancis dan Jerman tidak secara resmi menuduh Iran melanggar perjanjian nuklir JCPOA.
Tiga negara Eropa memicu mekanisme perselisihan berdasarkan perjanjian pada 15 Januari 2020, yang merupakan tuduhan resmi terhadap Iran dan dapat menyebabkan pemberlakuan kembali sanksi PBB yang dicabut berdasarkan perjanjian JCPOA.
Namun belum jelas apakah ancaman itu dinilai perlu karena Eropa telah mengisyaratkan niat untuk memicu mekanisme perselisihan selama berpekan-pekan. Terkait hal ini, Kementerian Luar Negeri AS belum berkomentar.
AS keluar dari pejanjian nuklir JCPOA pada 2018, yang menurut para pejabat Gedung Putih sebagai bagian dari strategi yang dimaksudkan untuk memaksa Iran menyetujui kesepakatan yang lebih besar.
Sejak AS keluar dari perjanjian JCPOA, negara ini menerapkan kembali sanksi unilateral 2018 terhadap Iran.
Para pejabat Tehran telah berulang kali membantah program nuklirnya bertujuan untuk tujuan militer.
Karena Eropa tidak komitmen terhadap JCPOA setelah AS keluar dari perjanjian nuklir ini, maka Iran secara bertahap mengurangi komitmennya dalam JCPOA.
Sementara itu, Rusia, salah satu penandatangan JCPOA, menegaskan bahwa Moskow tidak melihat alasan untuk memicu mekanisme perselisihan.
Di sisi lain, Menteri Pertahanan Jerman Annegret Kramp-Karrenbauer pada 16 Januari mengkonfirmasi bahwa negaranya menghadapi ancaman tarif dari AS.
"Ungkapan atau ancaman ini, seperti yang akan mereka lakukan, memang ada," ujarnya.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menyesalkan keputusan Inggris, Perancis, dan Jerman untuk mempermasalahkan soal perjanjian nuklir JCPOA hanya karena tekanan AS.
"Jika Anda ingin menjual integritas Anda, silakan. Tapi Jangan menganggap dasar moral/hukum yang tinggi," kata Zarif.
Menlu Iran kepada Jerman, Perancis dan Inggris mengatakan, jika kalian ingin menjual kehormatan, maka lanjutkan jalan ini, tapi jangan menganggap diri kalian bermoral atau memiliki keunggulan hukum, kalian tidak memiliki posisi ini. (RA)