Jan 27, 2020 15:30 Asia/Jakarta
  • Imam Khomeini
    Imam Khomeini

Kedatangan Imam Khomeini ke Iran mengubah arah baru perlawanan rakyat menghadapi rezim despotik Shah. Kedatangannya yang membawa spirit baru pembebasan Iran dari cengkeraman rezim boneka AS.

Tanggal  12 Februari 1979 yang bertepatan dengan1 Februari 1979 menjadi momentum penting bagi  bangsa Iran. Sebab pada tanggal itu, pemimpin yang mereka nantikan, Imam Khomeini, tiba Tehran dengan pesawat dari Paris, meskipun banyak ancaman dan gangguan dari rezim Pahlevi.

Kepemimpinan yang merakyat dan ilahi tidak bisa dipisahkan oleh rezim otoriter Shah Pahlevi dari bangsa Iran selama 14 tahun. Akhirnya, Imam Khomeini mengumumkan keputusannya untuk kembali ke Iran setelah berada di pengasingan pada 26 Day 1357 (16 Januari 1979). Para pendukung dan penentang revolusi terkejut dengan keputusan berani dan berbahaya ini.  Rakyat Iran, meskipun tidak sabar menunggu kedatangan pemimpin mereka, mengkhawatirkan adanya bahaya yang mengancam beliau selama perjalanannya ke Iran.

Di sisi lain, rezim Pahlevi dan pendukungnya di AS tahu bahwa kehadiran Imam Khomeini di Iran akan meningkatkan antusiasme revolusioner rakyat. Segera setelah mendengar kepastian beliau untuk kembali ke Iran, rezim despotik Shah mengambil berbagai cara untuk menghentikan perjalanan bersejarah tersebut. Sebaliknya, pasukan revolusioner mengambil berbagai hal terbaik untuk membuka jalan bagi kunjungan Imam Khomeini ke Iran.

 

Imam Khomeini

 

Langkah besar pertama dilakukan oleh orang-orang Muslim Iran tiga hari setelah Shah melarikan diri ke luar negeri, melakukan aksi pawai Arbain kesyahidan Imam Hussein. Pada hari ini, jutaan orang Iran berbaris di berbagai kota menuntut kembalinya pemimpin mereka yang tercinta ke tanah airnya. 

Peristiwa penting pada peringatan Hari Arbain ini menunjukkan bahwa rakyat Iran terus mengikuti pola gerakan besar Imam Hussein menuju kemenangan Revolusi Islam. Sementara itu, para pemimpin militer rezim Pahlevi, yang dipimpin oleh Utusan Khusus AS untuk Iran Robert E. Huyser telah mengajukan rencana untuk menjegal perjalanan Imam Khomeini ke Iran, termasuk menyusun rencana untuk mengalihkan pesawat dan mendaratkannya di bandara lain. Tapi skenario tersebut justru semakin mendapat perhatian rakyat Iran dan menyulut gelombang penentangan yang semakin besar. Imam Khomeini mendeklarasikan dirinya akan ke Iran pada tanggal 6 Bahman, yang bertepatan dengan 26 Januari.

Tetapi pemerintah Pahlevi yang dipimpin oleh Shapour Bakhtiar telah mengumumkan bahwa bandara-bandara di negara itu ditutup dan tidak ada maskapai yang dapat mendarat. Sontak tindakan pemerintah ini memancing kemarahan rakyat Iran. Akibatnya terjadi demonstrasi, pemogokan, dan bentrokan yang semakin intensif. Hal ini juga mempercepat proses bergabungnya  militer dalam barisan pendukung Revolusi Islam. Imam Khomeini dalam pesannya menekankan kepada rakyat Iran bahwa dirinya akan datang dalam beberapa hari lain untuk melanjutkan perjuangan a melawan kolonialisme dan despotisme sampai kemenangan akhir.

Pada hari peringatan wafatnya Nabi Muhammad Saw, rakyat Iran menunjukkan tekad mereka untuk melanjutkan jalan revolusi dengan mengadakan demonstrasi besar-besaran di berbagai kota. Aksi mereka dihadapi oleh tentara bayaran rezim Shah dengan kekerasan, tapi perjuangan terus berlanjut.

 

Demonstrasi mendukung Imam Khomeini dan menentang rezim Shah 

 

Sejak pagi hari tanggal 12 Bahman 1357 Hs, bandara Mehrabad Tehran sudah dipenuhi kerumunan orang yang menunggu kedatangan Imam Khomeini dari Paris. Akhirnya, Imam Khomeini mendarat dengan selamat dan tiba-tiba pada jam 9:30 pagi waktu Tehran. Dari bandara, Imam Khomeini dibawa ke Behesti Zahra dan beliau menyampaikan pidato di hadapan jutaan orang Iran yang telah berada di sana.

 

Imam Khomeini turun dari pesawat

 

Pidato bersejarah Imam Khomeini di Behesti Zahradiawali dengan pesan duka cita yang terdalam kepada keluarga syuhada revolusi. Beliau juga meneybut rezim yang berafiliasi dengan Pahlevi dan pemerintah yang ditunjuknya ilegal dan mengumumkan akan memperkenalkan pemerintahan baru yang didukung bangsa Iran.

Pemimpin Revolusi Islam Iran dalam pidatonya juga mengutuk peran pihak asing, terutama Amerika Serikat yang menjarah kekayaan bangsa Iran, dan berjanji akan mengakhiri peran mereka di Iran. Sambutan luar biasa dan berkesan dari orang-orang Iran kepada pemimpinnya yang bijak dan revolusioner menjadi perhatian dunia. Bahkan kantor-kantor berita Barat menyebutkan kehadiran rakyat Iran dalam pidato Imam Khomeini ketika itu mencapai enam juta orang.

 

 

 

Meskipun acara dua belas Bahman berakhir dengan pidato Imam Khomeini, tapi hasil dan konsekuensi dari kehadirannya di Iran mengubah sejarah bangsa ini. Beberapa loyalis Shah di tubuh militer Iran masih berharap akan datang bantuan dari Amerika Serikat. Tetapi orang-orang, bahkan para pemimpin revolusi tidak membayangkan bahwa gerakan rakyat dan Islam akan berhasil hanya dalam sepuluh hari setelah kedatangan Imam Khomeini.

Tiga hari setelah kedatangan Imam Khomeini, beliau menunjuk Insinyur Mehdi Bazargan sebagai perdana menteri pemerintahan sementara Revolusi Islam untuk menjalankan urusan negara. dan menggelar referendum untuk menentukan sistem politik Iran setelah jatuhnya rezim Pahlevi.

Pada hari yang sama, Jenderal Huyser kembali ke negaranya dengan kecewa. Dalam memoarnya, ia mengungkapkan keheranannya terhadap kemajuan revolusi, "Gerakan dan tindakan Ayatullah Khomeini begitu cerdas sehingga saya bertanya-tanya siapa yang merancangnya, tapi saya belum menemukan jawabannya,".

 

Pidato Imam Khomeini di Behesti Zahra

Pada saat itu, demonstrasi rakyat telah menjadi kegiatan sehari-hari, dengan sejumlah besar militer bergabung dengan masyarakat Iran. Ikrar kesetiaan pasukan Angkatan Udara Iran di hadapan Imam Khomeini menunjukkan bahwa tentara tidak lagi berada di bawah kendali rezim Pahlavi yang kejam.

Bahkan, pemerintah Bakhtiar hampir tidak memiliki kendali atas urusan negara, dan banyak kota nerada dalam rakyat Iran. Dalam keadaan seperti itu, kemenangan Revolusi Islam Iran pada 22 Februari 1979 (11 Februari 1979) menunjukkan persatuan nasional Iran menggulingkan rezim despotik Shah Pahlevi.

Dinamika Irak yang begitu cepat setelah kedatangan bersejarah Imam Khomeini ke Iran, diungkapkan sendiri oleh Stansfield Turner, yang saat itu sebagai kepala badan intelijen AS. "Kami tidak mengantisipasi keberadaan seorang pria berusia 78 tahun, setelah 14 tahun berada di pengasingan berhasil mengorganisasi unsur-unsur politik dan kekuatan nasional. Dia telah meluncurkan revolusi nasional seperti gunung berapi besar."(PH)

 

Tags