Feb 04, 2020 18:45 Asia/Jakarta
  • Imam Khomeini ra.
    Imam Khomeini ra.

Kemenangan Revolusi Islam Iran pada Februari 1979 tidak hanya menyebabkan tumbangnya pemerintahan despotik dan korup Pahlavi, tapi membawa pengaruh besar di luar Iran. Di antaranya: meningkatnya perhatian pada nilai-nilai spiritual, bangkitnya kembali Islam, dan bertambahnya jumlah orang yang ingin mengenal Islam.

Setelah munculnya kebangkitan besar ini, parhatian pada masalah spiritual dan agama meningkat di seluruh dunia. Imam Khomeini ra – sebagai pemimpin spiritual dan ulama – memainkan peran kunci dalam mengarahkan revolusi di jalur Islami dan sejalan dengan ajaran agama. Hal ini menyita perhatian dari banyak warga non-muslim dan mereka kemudian memilih Islam sebagai agamanya.

Dari sisi lain, sejumlah besar tokoh muslim dari berbagai negara dunia juga mengangumi kepribadian religius dan jalan revolusioner Imam Khomeini ra. Mereka juga memutuskan beralih ke Islam hakiki yang diserukan oleh tokoh besar ini.

Ahmed Huber, seorang jurnalis Jerman-Swiss dan mualaf mengatakan, "Imam Khomeini ra adalah tokoh pembangkit semua pengikut tauhid di era kita. Ia dan para sahabat Revolusi Islam berjasa dalam menghidupkan agama dan spiritualitas di masa ketika umat manusia tenggelam dalam materialisme dan paham anti-spiritualitas."

Kebangkitan Imam Khomeini membawa pengaruh spiritualitas yang besar sehingga banyak tokoh tertarik dengan nilai-nilai Revolusi Islam dan pemimpinnya.

Setelah ditekan oleh rezim Baath Irak, Imam Khomeini terpaksa meninggalkan negara itu pada 6 Oktober 1978 dan hijrah ke Paris dan menetap di kota Neauphle-le-Chateau selama empat bulan. Dari situ, Imam melakukan wawancara, mengeluarkan selebaran, dan menggelar banyak pertemuan untuk menjelaskan hakikat Revolusi Islam kepada dunia.

Imam Khomeini ra di kota Neauphle-le-Chateau, Prancis.

Banyak dari warga kota Neauphle-le-Chateau dan daerah lain di Prancis mulai tertarik dengan Imam Khomeini, di mana salah satunya adalah Nyonya Muhrizah Laeb. Ia merasakan perubahan yang luar biasa setelah pertemuan singkatnya dengan Imam Khomeini dan terpesonal dengan aura spiritual pemimpin revolusi ini.

Berangkat dari situ, Nyonya Muhrizah Laeb mulai melakukan perenungan dan mengkaji ajaran Islam yang disarankan oleh Imam Khomeini. Dalam waktu singkat wanita ini mulai menemukan jalan terang dan cahaya kebenaran. Keyakinan baru wanita yang kaya raya ini ikut mempengaruhi suami dan anak-anaknya. Mereka semua kemudian memilih ajaran al-Quran dan Ahlul Bait Nabi as sebagai pedoman hidupnya.

Setelah kemenangan revolusi, Nyonya Muhrizah Laeb berkesempatan dua kali bertemu Imam Khomeini ra di Tehran, dan di salah satu pertemuan itu ia memperoleh hadiah al-Quran yang ada tanda tangan Imam di sampulnya.

Seorang cucunya, Nafisah mengenai akhlak dan sikap Nyonya Muhrizah Laeb, menuturkan, "Akhlak dan perilaku nenek saya sangat santun dan terpuji. Siapa pun yang terlibat diskusi dengannya, mereka selalu bertanya tentang mazhab dan agama nenek saya dan mereka pada akhirnya tertarik dengan Islam. Kecintaan nenek saya kepada para imam maksum as menyebabkan seluruh anggota keluarga dan saudara memilih Islam dan Syiah. Semua keberuntungan ini merupakan kebaikan dari imam maksum."

Nyonya Muhrizah Laeb – seorang muslim revolusioner dan energik – merasa dirinya bertanggung jawab untuk menyampaikan kebenaran yang diperolehnya kepada orang lain. Dengan dukungan suami dan keluarganya, ia menggunakan hartanya untuk memperkenalkan Ahlul Bait dan Revolusi Islam di Prancis, dan banyak memperoleh kesuksesan dalam dakwahnya.

Ia mendirikan banyak masjid dan pusat kegiatan Islam serta berkerja keras untuk menyebarluaskan Islam hakiki di negaranya. Kegiatan dakwahnya secara perlahan mengundang keprihatinan pemerintah Prancis dan wanita ini dijebloskan ke penjara dengan tuduhan tak berdasar. Namun, Nyonya Muhrizah Laeb tetap melakukan dakwah di penjara dan memberikan pencerahan kepada para tahanan.

Nyonya Muhrizah Laeb terus melanjutkan kegiatan dakwahnya sampai akhir hayatnya dan ia meninggal dunia pada tahun 2015.

Nyonya Muhrizah Laeb.

Kebangkitan Islam yang dipimpin Imam Khomeini ra juga menyita perhatian para pemuda di Italia. Roberto Arcadi sedang mencari jawaban atas pertanyaannya tentang Tuhan dan penciptaan alam, agama samawi, dan paham-paham lain, tapi ia tidak menemukan jawabannya.

Sosok karismatik Imam Khomeini ra telah mengubah jalan hidupnya. Roberto Arcadi berkisah, "Aku menyaksikan Imam Khomeini satu kali lewat layar televisi. Wibawa, kebesaran, ketekunan, dan keteguhan tokoh besar ini telah membuat saya kagum dan saya mulai bertanya, siapakah dia dan darimana datangnya?

Bagaimana ia begitu berani bangkit menantang dunia. Ia benar-benar menarik dan unik bagi saya. Saya mulai mengkaji dan mempelajari tentang Islam dan Revolusi Islam sehingga aku bisa mengenalnya lebih jauh. Aku berkenalan dengan sebuah kelompok kecil pengikut Ahlul Bait dan kemudian aku menjalin komunikasi dengan warga Iran yang tinggal di kota Milan. Di hari kelahiran Imam Mahdi as, seorang teman membawaku ke Pusat Islam Iran dan di sana aku mengucapkan kalimat syahadat dan masuk Syiah."

Pengaruh kepribadian Imam Khomeini ra begitu besar pada diri Roberto Arcadi sehingga ia menambah kata Ruhullah – nama Imam Khomeini – di depan namanya. Ia kemudian mengkaji dan meneliti pemikiran filsafat dan irfan Imam Khomeini ra.

Sejumlah wawancara yang dilakukan Imam Khomeini di Paris sebelum kembali ke Iran, memiliki peran besar dalam mengenalkan hakikat Revolusi Islam kepada dunia. Salah satu dari wawancara itu didengar oleh pemuda asal Nigeria, Ibrahim Zakzaky yang sedang menyelesaikan kuliahnya di jurusan ekonomi.

Zakzaky sejak lama memimpikan berdirinya pemerintahan Islam di Nigeria dan ia begitu terpesona dengan Imam Khomeini ketika mengetahui bahwa Imam juga ingin mendirikan negara Islam di Iran. Zakzaky membagikan beberapa wawancara Imam Khomeini kepada mahasiswa Nigeria untuk memperkenalkan ulama besar Iran ini.

Ia dan teman-temannya mulai terpikat dengan Imam dan kebangkitan Islam rakyat Iran. Mereka datang ke Iran pada ulang tahun kemenangan revolusi dan bertemu dengan Imam Khomeini. Di akhir pertemuan, Zakzaky meminta Imam untuk menyampaikan sebuah pesan kepada rakyat Nigeria.

Syeikh Ibrahim Zakzaky.

Imam Khomeini hanya memberikan sebuah al-Quran kepada Zakzaky dan berkata kepadanya, "Sampaikan salamku kepada rakyat Nigeria dan katakan kepada mereka bahwa apa yang disampaikan Khomeini ada di sini, al-Quran. Kami bangkit agar ajaran al-Quran dijalankan di negara kami dan membantu orang lain supaya ajaran al-Quran juga dijalankan di negara mereka."

Sosok dan ucapan Imam Khomeini membawa pengaruh besar bagi Ibrahim Zakzaky. Ia mengambil al-Quran itu sambil meneteskan air mata dan kembali ke negaranya. Ia berkata, "Aku melihat Musa di wajah tokoh ini, melihat Isa, melihat Ibrahim, dan melihat Muhammad Rasulullah Saw. Mulai sekarang aku memutuskan mengikuti ajaran Khomeini."

Syeikh Ibrahim Zakzaky mulai melakukan dakwah dan memperkenalkan pemikiran Imam Khomeini ra kepada rakyat Nigeria. Kerja kerasnya membuat lebih dari 15 juta orang Nigeria memilih mengikuti mazhab Ahlul Bait. Syeikh Zakzaky dalam perjuangannya berkali-kali dipenjara, tiga putranya gugur syahid, dan saat ini ia dan istrinya merasakan perlakuan buruk di penjara Nigeria.

Roger Garaudy, penulis, filosof, dan pemikir Prancis, juga terpesona oleh kepribadian dan pemikiran luhur Imam Khomeini ra. Ia selama ini menjadi tokoh pemikir Partai Komunis Prancis dan kemudian memilih masuk Islam.

Garaudy mengenai Revolusi Islam Iran dan tokoh pencetusnya, mengatakan, "Revolusi Islam Iran yang dipimpin Imam Khomeini ra telah mempersembahkan budaya dan peradaban hakiki Islam. Ia telah menghidupkan pelita harapan di hati jutaan Muslim di seluruh dunia, menyebabkan kebangkitan kembali Islam, dan menghidupkan kembali keagungan dunia Islam." (RM)

Tags