Apr 02, 2020 18:32 Asia/Jakarta
  • Konflik Air
    Konflik Air

Konflik air merupakan fenomena yang pasti dan tidak dapat dihindari mengingat kelangkaan sumber air. Sebagai sumber kehidupan air kini menjadi faktor dan pemuci konflik antar daerah dan negara. Selain di Asia Barat, berbagai wilayah di belahan dunia lainnya juga tak luput dari konflik perebutan sumber air.

Michael T. Klare, penulis dan pakar AS di tahun 2001 di sebuah artikelnya yang bertema “Geografi baru Konflik” mengingatkan masyarakat dunia, “Dalam waktu dekat berbagai wilayah tertentu akan terlibat konfrontasi dan konflik, wilayah-wilayah tersebut secara potensial memiliki kekayaan alam. Represi akibat mekanisme pengadaan dan permintaan yang dibarengi dengan lonjakan populasi serta pengembangan aktivitas ekonomi diberbagai wilayah dunia mendorong nafsu untuk mengakses kebutuhan primer dan vital semakin besar. Oleh karena itu, seiring dengan menurunnya energi dan bahan-bahan mendasar, persaingan untuk mengakses sumber yang tersisa semakin tinggi.”

Sseiring dengan mengisyaatkan peningkatan konsumsi minyak di dunia, Ia lebih lanjut menambahkan, konsumsi minyak di dunia yang setiap harinya 77 juta barel perhari di tahun 2000, di tahun 2020 mencapai 110 juta barel. Tapi produksi minyak tidak mampu berkoordinasi dengan permintaan yang semakin tinggi ini dan konfrontasi energi juga meningkat. Namun kondisi air di dunia juga tidak terlalu meyakinkan. Saat ini manusia memanfaatkan separuh air untuk kebutuhan seperti air minum, mencuci, produksi makanan, industri dan lainnya serta mulai terasa kebutuhan semakin meningkat untuk penyediaan air dari hari ke hari.

Di artikel ini disebutkan, selain wilayah yang memiliki cadangan air cukup, berbagai wilayah lainnya di dunia hingga tahun 2050 akan terlibat persaingan ketat untuk akses sumber vital kehidupan ini. Dan berbagai fenomena seperti pemanasan global juga sangat berdampak pada permintaan air. Penulis lebih lanjut menyebut konfrontasi antara Sudan dan Mesir, Israel dengan Suriah dan Yordania, India dan Pakistan sebagai contoh dari awal terjadinya konflik air serta memperingatkan masyarakat global akan kondisi tak menentu dunia di masa depan.

Mengingat realita dunia saat ini, kita ingin atau tidak, baik kita sadari kondisi saat ini atau kita mengingkarinya, kelangkaan air telah berubah menjadi krisis serius. Di kondisi saat ini konflik air di berbagai wilayah dunia bukan yang tidak mungkin. Jika tidak dipikirkan upaya untuk menanggulanginya, maka dunia akan menghadapi masalah serius akibat krisis ini.

Sejak akhir tahun 1999 hingga pertengahan tahun 2000 terjadi demonstrasi kota Cochabamba, kota keempat terbesar di Bolivia. Aksi demo ini memprotes swastanisasi perusahaan air perkotaan. Gelombang demo dan kekerasan polisi dinilai sebagai sebuah kebangkitan publik menentang harga air. Tensi terjadi ketika sebuah perusahaan baru bersama mitranya memutuskan untuk membangun bendungan (dam) dan hal ini memicu kenaikan harga air.

Aksi demo ini dikoordinir sebagai bentuk pembelaan terhadap air dan kehidupan serta sebuah koalisi sosial di tahun 2000. Puluhan ribu warga berpartisipasi di aksi demo ini dan satu demonstran terbunuh. Aksi demo ini dikenal sebagai salah satu gerakan paling serius terkait krisis air. Akhirnya pengaduan yang diajukan oleh investor asing terselesaikan melalui sebuah nota kesepahaman (MoU) di tahun 2001.

Contoh lain konflik air terjadi di Amerika Serikat tepatnya dikenal dengan perang air California. Seiring dengan pertumbuhan pesat dan total kota Los Angeles diakhir abad 19, peningkatan sumber air juga menjadi prioritas kota ini. Walikota Los Angeles menyadari melalui lembah Owens air dapat dialirkan ke Los Angeles melalui sebuah kanal. Pembangunan kanal ini rampung tahun 1913 dan sejak tahun itu air danau Owens dialirkan ke Los Angeles. Masalah ini membuat ekonomi lembah Owens hancur dan petani menghadapi kesulitan. Akhirnya para petani melakukan aksi perusakan kanal di tahun 1924, namun Los Angeles mampu mempertahankan aliran air tersebut.

Tahun 1941, otoritas Los Angeles mengalirkan air Danau Mono yang menjadi sumber Danau Owens melalui kanal. Namun ekosistem danau Mono yang menjadi tujuan migrasi burung terancam karena menurunnya permukaan airnya. Kondisi ini berlangsung hingga pertengahan dekade 90-an dan kedua pihak yang bertikai akhirnya harus menyelesaikan pertikaian mereka di depan pengadilan. Pertikaian ini membuat Los Angeles terpaksa menghentikan aliran air dari sekitar danau Mono sehingga permukaan air danau ini kembali ke kondisi semula serta kondisi ekosistem di wilayah ini menjadi lebih baik.

Kini kita beralih ke Afrika. Data dan hasil riset pakar menunjukkan bahwa konflik air Sungai Nil sebuah mata rantai konspirasi rezim Zionis Israel untuk mengobarkan perang ini dan tentu saja Amerika memiliki peran di konspirasi ini.

Pembangunan Bendungan Hidase oleh Ethiopia merupakan cikal bakal konfrontasi dan konflik ini. Proyek bendungan Hidase didanai oleh Israel, AS dan negara Teluk Persia termasuk Uni Emirat Arab (UEA).

Kegagalan perundingan antara Mesir dan Ehiopia terkait bendungan ini sejatinya proses mulainya konflik yang pasti di mana dampak jangka panjangnya tidak dapat diabaikan. Pengamat meyakini bahwa pembangunan bendungan ini oleh Ethiopia sebuah langkah agresif dan menghapus kontrol air oleh Mesir serta membuat negara ini secara bertahap mengalami kelangkaan air. Masalah ini membuat Mesir tidak lagi memiliki hak dan saham tahunan airnya, padahal perundingan antara kedua pihak senantiasa berujung pada kegagalan dan sebabnya adalah konspirasi dan skenario untuk mengobarkan kerusuhan di kawasan ini serta upaya Israel untuk memanfaatkan konflik ini.

Koran al-Ghad cetakan Yordania di artikelnya dengan tema “Front baru Konflik Air di Asia” menuding Cina menguasai air kawasan di Asia Timur. Di memo ini disebutkan, selama beberapa dekade Cina menempatkan tetangganya di kondisi bahaya geopolitik terkait air dan berusaha keras melalui kondisi ini meningkatkan pengaruhnya di negara tetangga serta melakukan konstruksi sembrono bendungan di sungai dan danau internasional.

Cina saat ini paling banyak membangun bendungan di dunia dan masih terus melanjutkan proyeknya ini. Kondisi ini membuat negara-negara tetangga Cina seperti Nepal dan Kazakhstan sangat bergantung kepada Beijing.

Cina sampai saat ini menolak untuk menandatangani perjanjian pembagian air dengan negara manapun, tapi negara ini bersedia terlibat di sejumlah data hidrologi dan meteorologi sehingga negara tetangganya dapat memprediksikan dan menetapkan program terkait waktu terjadinya banjir sehingga merekamampu melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk menghindari serta meminimalkan kerugian finansial dan nyawa akibat bencana alam ini.

Namun demikian di satu kasus Cina menolak memberi data dan informasi ini kepada India. Hal ini telah mengurangi kemampuan sistem peringatan banjir di India. Akibatnya, meski ada hujan buatan tahun ini di timur laut India, di mana danau Berhamaputra mengalir, namun ternyata setelah keluar dari Tibet dan sebelum memasuki Bangladesh, kawasan ini mengalami banjir bandang dan merusak khususnya di Assam.

Cina merupakan salah satu negara yang menentang Konvensi Hak Operasi Non-Navigasi Perairan Internasional di tahun 1997. Konvensi ini menuntut pertukaran sistematis informasi dan data hidrologi dan informasi lain negara di zona bersama. Meski demikian Cina juga menandatangani kontrak bilateral lima tahun di mana berdasarkan kontrak ini Cina setiap hari memberi informasi dan data hidrologi dan meteorologi terkait banjir mulai pertengahan Mei hingga pertengahan Oktober kepada India melalui tiga stasiun kontrol di Berhmaputra di Tibet.

Poin penting di sini adalah berbeda dengan mayoritas negara lain di mana data hidrologi diserahkan kepada sekutunya secara gratis, Cina meminta uang dari informasi tersebut padahal di Konvensi Pengairan dijelaskan bahwa tidak ada biaya yang harus dibayar di kasus ini.

Dengan demikian, poin terakhir harus dikatakan bahwa  urgensitas air dan peran vitalnya di kehidupan mansia, hewan dan tumbuhan serta lingkungan hidup sangat jelas dan tidak membutuhkan argumen. Dan kondisi umat manusia saat ini sebuah bukti nyata akan krisis dan tidak adanya pengelolaan konsumsi sumber air. Oleh karena itu, lebih baik sebelum terlambat kita harus berpikir dan tidak membuat dunia semakin terlilit oleh kebodohan dan permusuhan.

 

 

Tags